Bisnis kaligrafi sang mantan satpam beromzet ratusan juta rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Kesuksesan memang tidak datang begitu saja. Butuh proses dan ketekunan untuk bisa meraihnya. Itu juga yang dilakukan Darwito, 41, mantan satpam yang kini sukses menggeluti usaha kaligrafi. Darwito atau sering disapa Pak Dar ini memulai usahanya dari bawah.
Lelaki kelahiran Grobogan, 29 Maret 1969 itu sebelumnya harus malang melintang menjadi seorang satpam untuk bisa menemukan jalan usaha yang kini digelutinya. Tahun 1990, Darwito menjadi satpam di Sri Ratu selama satu tahun, kemudian menjadi satpam di Bank Suma, namun dilikuidasi. Dia pun kembali bekerja menjadi satpam di Kawasan Berikat Nusantara selama tiga tahun. Namun pada tahun 1997 dia dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Tak mau putus asa, Pak Dar kemudian melamar pekerjaan di sebuah perusahaan Jepang bagian ekspor impor. Pada 2001, dia berkesempatan untuk naik haji. “Di Tanah Suci itu, saya berdoa memohon kepada Yang Kuasa untuk menunjukan jalan dan pekerjaan yang sesuai,” kisah ayah tiga anak itu.
Saat pulang haji,dia membawa sebuah poster Masjidil Haram. Poster itulah yang menginspirasinya untuk menekuni bisnis kaligrafi. Karena kurang memiliki pengalaman akhirnya dia berusaha untuk mempelajari sisi melik berbisnis kaligrafi. Setelah memiliki bekal yang cukup, dia memberanikan diri untuk berbisnis.
Dengan modal awal pinjaman dari bank, ayah tiga anak itu memulai usahanya. Meski dirinya sendiri tidak bisa menulis khat (menulis halus) kaligrafi,namun dengan tekad yang kuat Darwito memberanikan diri merekrut sejumlah karyawan berpengalaman menuliskan setiap huruf ayat-ayat suci Alquran.
Kini berbagai jenis karya seni kaligrafi dengan berbagai khat,seperti nasakh atau naskhi,tsuluts atau tsulutsy, diwani, ta’liq atau farisi terpampang di galerinya di Jalan Klentengsari No 2B, Banyumanik Semarang. Pemasarannya pun bukan hanya di dalam negeri tapi sudah merambah hingga mancanegara, seperti Dubai, Abu Dabi,Jeddah, Singapura, dan Malaysia.
Semua itu berkat kualitas dan mutu kaligrafi yang terus dijaganya.Bahkan karena mutunya sangat bagus pernah menjadi juara 1 untuk kendali mutu dari Kementerian Perdagangan pada 2010 lalu.
“Yang terpenting dalam usaha apa pun mutu harus dijaga supaya konsumen tidak kecewa,” kata Darwito.
Untuk mengembangkan usahanya berbagai pameran baik sekala daerah,nasional hingga internasional diikutinya untuk mengenalkan kaligrafi hasil karya dari galerinya. Darwito berharap dengan kaligrafi dia ingin mengingatkan kepada dirinya sendiri dan orang lain, untuk terus berzikir pada Allah dan turut mengamalkan ayat-ayat suci Alquran
Darwito pun kini menikmati hasil kerja kerasnya.
Usahanya kini sudah berkembang cukup pesat dan memiliki sekitar 25 karyawan dengan omzet per bulan mencapai ratusan juta rupiah. Dengan karyawan yang sudah andal, dalam sehari Galerinya mampu membuat puluhan kaligrafi berbagai ukuran.
”Untuk ukuran yang kecil hanya hitungan jam, tetapi kalau untuk ukuran besar seperti kaligrafi surat Yaasin bisa satu hari,” terang Warno,46, salah satu karyawan.
Lelaki kelahiran Grobogan, 29 Maret 1969 itu sebelumnya harus malang melintang menjadi seorang satpam untuk bisa menemukan jalan usaha yang kini digelutinya. Tahun 1990, Darwito menjadi satpam di Sri Ratu selama satu tahun, kemudian menjadi satpam di Bank Suma, namun dilikuidasi. Dia pun kembali bekerja menjadi satpam di Kawasan Berikat Nusantara selama tiga tahun. Namun pada tahun 1997 dia dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Tak mau putus asa, Pak Dar kemudian melamar pekerjaan di sebuah perusahaan Jepang bagian ekspor impor. Pada 2001, dia berkesempatan untuk naik haji. “Di Tanah Suci itu, saya berdoa memohon kepada Yang Kuasa untuk menunjukan jalan dan pekerjaan yang sesuai,” kisah ayah tiga anak itu.
Saat pulang haji,dia membawa sebuah poster Masjidil Haram. Poster itulah yang menginspirasinya untuk menekuni bisnis kaligrafi. Karena kurang memiliki pengalaman akhirnya dia berusaha untuk mempelajari sisi melik berbisnis kaligrafi. Setelah memiliki bekal yang cukup, dia memberanikan diri untuk berbisnis.
Dengan modal awal pinjaman dari bank, ayah tiga anak itu memulai usahanya. Meski dirinya sendiri tidak bisa menulis khat (menulis halus) kaligrafi,namun dengan tekad yang kuat Darwito memberanikan diri merekrut sejumlah karyawan berpengalaman menuliskan setiap huruf ayat-ayat suci Alquran.
Kini berbagai jenis karya seni kaligrafi dengan berbagai khat,seperti nasakh atau naskhi,tsuluts atau tsulutsy, diwani, ta’liq atau farisi terpampang di galerinya di Jalan Klentengsari No 2B, Banyumanik Semarang. Pemasarannya pun bukan hanya di dalam negeri tapi sudah merambah hingga mancanegara, seperti Dubai, Abu Dabi,Jeddah, Singapura, dan Malaysia.
Semua itu berkat kualitas dan mutu kaligrafi yang terus dijaganya.Bahkan karena mutunya sangat bagus pernah menjadi juara 1 untuk kendali mutu dari Kementerian Perdagangan pada 2010 lalu.
“Yang terpenting dalam usaha apa pun mutu harus dijaga supaya konsumen tidak kecewa,” kata Darwito.
Untuk mengembangkan usahanya berbagai pameran baik sekala daerah,nasional hingga internasional diikutinya untuk mengenalkan kaligrafi hasil karya dari galerinya. Darwito berharap dengan kaligrafi dia ingin mengingatkan kepada dirinya sendiri dan orang lain, untuk terus berzikir pada Allah dan turut mengamalkan ayat-ayat suci Alquran
Darwito pun kini menikmati hasil kerja kerasnya.
Usahanya kini sudah berkembang cukup pesat dan memiliki sekitar 25 karyawan dengan omzet per bulan mencapai ratusan juta rupiah. Dengan karyawan yang sudah andal, dalam sehari Galerinya mampu membuat puluhan kaligrafi berbagai ukuran.
”Untuk ukuran yang kecil hanya hitungan jam, tetapi kalau untuk ukuran besar seperti kaligrafi surat Yaasin bisa satu hari,” terang Warno,46, salah satu karyawan.
()