Suku bunga deposito perbankan sulit turun
A
A
A
Sindonews.com - Keinginan Bank Indonesia (BI) agar perbankan menurunkan suku bunga deposito dalam waktu dekat sulit terwujud. Pasalnya, sejumlah bankir menilai bunga deposito baru bisa turun jika inflasi di bawah 3%, jumlah likuiditas besar dan masih banyaknya deposan yang menuntut bunga tinggi.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menilai, suku bunga deposito bisa turun dalam jangka pendek asalkan likuiditas di pasar ada dalam jumlah besar. Namun, Jahja menilai hal ini akan sedikit sulit dilakukan karena diperkirakan pada kuartal III/2011 likuiditas justru mengetat dan bahkan dapat meningkatkan suku bunga.
“Kalau inflasi di Indonesia bisa di bawah 3% maka bunga deposito bisa 4%, jadi pertanyaannya kapan inflasi bisa di bawah 3%. Harus bertanya ke pemerintah,” ujarnya kepada SINDO di Jakarta, Senin 23 Januari 2012.
Menurut Jahja, dari total dana pihak ketiga (DPK) di BCA, komposisi deposito saat ini berkisar 22% dari total DPK, sementara 78% merupakan tabungan dan giro. Komposisi ini dinilai sudah pas sehingga belum akan diubah dalam waktu dekat. Adapun suku bunga deposito ditetapkan pada rentang 5%-6%.
Adapun, General Manager Funding and Services Division PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Widodo Januarso mengatakan, suku bunga deposito bisa diturunkan sepanjang faktor- faktor seperti inflasi tetap terjaga di level rendah, tingkat yieldinstrumen investasi selain deposito berimbal hasil rendah dan fungsi intermediary perbankan semakin bagus, dengan LDR sebagai indikatornya.
Selain itu, Widodo menilai, dalam jangka pendek agak sulit bunga deposito turun mengingat perilaku dari deposannya juga masih menutut yield (imbal hasil) yang tinggi. Widodo menilai, deposan institusi pasti meminta yield yang lebih tinggi karena pembandingnya hasil usaha atau investasinya, baik di reksa dana, unit linked atau equity, demikian halnya dengan deposan individu.
“Kalau penurunan suku bunga diserahkan pasar, memang sulit diwujudkan. Penurunan hanya dapat dilakukan jika regulator seperti LPS rate menjadi rendah,” tukasnya.
Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Tribuana Tungga Dewi mengatakan, penetapan suku bunga deposito tergantung pada mekanisme pasar, sehingga agak sulit untuk ditentukan naik atau turun. Porsi deposito dari komposisi DPK di BNI saat ini berjumlah sekitar 40% sementara dana murah 60%.
Suku bunga deposito untuk Rupiah dipatok pada level 5,25–6%, sementara untuk valuta asing (valas) dipatok pada level 0,25%-0,50%.
“Sebagaimana Pak Dirut sudah beberapa kali sampaikan, penetapan suku bunga deposito tergantung pada mekanisme pasar,” tukasnya.
Sebelumnya Gubernur BI Darmin Nasution menyatakan perlu mengkaji ulang tingkat suku bunga simpanan perbankan di Indonesia untuk lebih meningkatkan efisiensi. BI menilai tingginya suku bunga simpanan menjadi salah satu penyebab sulitnya suku bunga bank turun.
Darmin membandingkan tingkat efisiensi Indonesia dengan Malaysia dan Thailand. Menurut dia, negara-negara ini lebih baik dari segi efisiensi. “Kita hampir sama dengan Filipina. Reverse repoFilipina sama dengan kita,4,5%. Akan tetapi, walau rate 4,5%, deposito ratenya 3%, sedangkan inflasi berada 4,5%,” ujarnya.
Darmin menilai, negara lain cenderung menawarkan bunga deposito lebih rendah dari inflasi, meskipun ada beberapa syarat untuk mencapai itu, misalnya dengan memperbanyak instrumen investasi, baik yang diterbitkan pemerintah, BUMN, maupun private sektor agar dapat bersaing dengan bank.
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menilai, tingginya bunga penjaminan LPS dibandingkan BI Rate memang bertujuan untuk memberikan ruang bagi bank untuk memasang bunga deposito yang lebih tinggi, tapi dengan batas atas bunga penjaminan LPS. Menurut dia, bila suku bunga depositonya lebih tinggi dari LPS, maka tidak akan dijamin LPS. “ini jadi risiko bank dan nasabah,” tukasnya. (bro)
()