Promosi dagang diintensifkan
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah memandang perlu mengintensifkan promosi dagang ke Afrika dan Amerika Latin. Ini dilakukan untuk mengantisipasi penurunan nilai ekspor setelah Amerika Serikat (AS) dan Eropa terkena krisis.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi menegaskan, tantangan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 akan lebih berat jika dibandingkan dengan 2011. Untuk memperkuat dan memastikan bahwa kinerja ekonomi di 2012 tidak turun dibanding 2011 yang sudah sangat baik, pemerintah perlu menggenjot promosi dagang ke negara-negara dengan peluang pasar baru.
”Menteri Perdagangan dalam waktu dekat akan ke Afrika lagi, setelah Desember lalu beliau ke sana,” kata Bayu di Jakarta, Selasa, 24 Januari 2012.
Menurut Bayu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengintensifkan komunikasi dan hubungan dengan negara-negara seperti Afrika Selatan, Amerika Latin, Pakistan, Eropa Timur dan Asia Tengah.
Pasar di negara-negara tersebut, jelas dia, masih sangat potensial untuk produkproduk Indonesia. ”Target kita sudah ada, sekarang waktunya untuk just do it,” tegasnya.
Pemerintah memperkirakan, volume perdagangan barang dan jasa dunia pada2012 hanya akan mencapai 5,8%. Jauh lebih rendah dibandingkan volume perdagangan barang dan jasa sepanjang 2011 yang berada dikisaran 7,5%. Pada 2012 impor negara-negara maju diperkirakan hanya akan tumbuh 4% dan ekspornya tumbuh 5,2%.
Menurut mantan Wakil Menteri Pertanian tersebut, produk Indonesia yang bisa dipromosikan ke negara-negara yang dianggap sebagai pasar baru dan potensial itu juga sangat banyak. Dia mencontohkan, produk makanan, makanan olahan, garmen, alas kaki, furnitur, kosmetik, elektronik, hingga automotif.
”Itu beberapa yang sangat potensial untuk masa depan. Jadi, banyak produk bisa kita kirim,” tuturnya.
Dengan mengintensifkan promosi, lanjut dia, target pemerintah secara keseluruhan atau secara nasional adalah bisa menggenjot ekspor. Jika pada 2011 nilai ekspor bisa mencapai USD211 miliar, maka sepanjang 2012 ekspor diharapkan bisa menembus angka USD230 miliar.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan bahwa hubungan dagang Indonesia dengan pasar-pasar baru tersebut selama ini cenderung kecil. Dengan alasan itu pula, pemerintah memutuskan untuk memilih kawasan tersebut.
Dalam penilaian pemerintah, jelas dia, perekonomian di kawasan Afrika dan Amerika Latin tersebut cukup kuat. Dengan kondisi itu, pemerintah optimistis potensi peningkatan ekspor dari pasar-pasar baru ini masih cukup besar.
Terlepas dari itu, Gita memastikan bahwa langkah pemerintah itu tidak lantas membuat Indonesia melupakan pasar lama yang sudah dimasuki produk- produk dari dalam negeri. Pemerintah berjanji akan menggali lebih dalam potensi pasar lama.
”Kami juga akan melakukan pendalaman terhadap pasar-pasar tradisional yang kemungkinan tidak akan terpengaruhi secara langsung oleh keadaan Eropa maupun Amerika,” tegasnya.
Terlepas dari langkah-langkah yang telah disiapkan pemerintah, pelaku usaha tak yakin ekspor dapat digenjot, khususnya ekspor industri pengolahan nonmigas.
Bahkan, pengusaha memperkirakan ekspor industri pengolahan nonmigas tahun ini bisa turun 5–10%, jauh dibanding perkiraan pemerintah yang hanya turun 0,8%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, penyebab penurunan itu adalah karena produk industri nasional harus bersaing harga dengan produsen dari negaranegara lain yang juga mencari pasar.
”Kalau volume mungkin bisa dipertahankan, tapi harganya pasti harus turun karena bersaing dengan produsen dari negara-negara lain yang juga mencari pasar,” jelas Sofjan beberapa waktu lalu. (bro)
()