Jatim minta jatah DBHC naik hingga 10%

Kamis, 26 Januari 2012 - 14:06 WIB
Jatim minta jatah DBHC...
Jatim minta jatah DBHC naik hingga 10%
A A A
Sindonews.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur meminta agar Dana Bagi Hasil Cukai (DBHC) meningkat hingga 10 persen. Pasalnya, Jawa Timur sebagai kontributor Cukai terbesar namun hanya mendapat dua persen hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

"Kami akan melakukan upaya agar DHBC untuk Jawa Timur meningkat hingga 10 persen pada tahun 2012. Dasarnya adalah asas keadilan," kata Anna Lutfi, Wakil Ketua Komisi B (Bidang Perekonomian) DPRD Jatim usai seminar DBHC di Hotel Novotel, Jalan Raya Ngagel, Surabaya, Kamis (26/1/2012).

Dia menjelaskan, pada tahun 2012 ini Jawa Timur mampu menghasilkan Rp40 triliun DBHC. Jumlah tersebut didapat dari produksi rokok yang mencapai 180 miliar batang. Sementara untuk skala nasional produksi rokok mencapai 220 miliar batang.

Sedangkan industri kecil rokok di Jawa Timur saat ini mencapai 1.300 UKM. Dari jumlah itu, bisa menyerap tembakau sebesar 25 ribu ton per tahun. "Jawa Timur sendiri produksi tembakau pada tahun 2011 mencapai 110 ton per tahun. Sementara dalam skala nasional produksinya mencapai 160 ribu ton per tahun," jelasnya.

"Tentunya Jawa Timur menjadi penyumbang terbanyak dan sangat tidak adil jika DBHC hanya dua persen," tambahnya.

Politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini mengatakan pada tahun 2011, DBHC yang masuk ke Jawa Timur sebesar Rp724 miliar. Dari Jumlah tersebut sebanyak Rp210 miliar masuk ke pemerintah Propinsi dan sisanya didistribusi ke Kabupatan/kota.

Oleh karena itu, pihak DPRD Jatim bersama Pemprov meminta agar ada perubahan aturan tersebut. "Kami sudah berkomunikasi dengan Komisi IV DPR terkait hal itu," ujarnya.

Dia juga menyayangkan penggunaan DBHC yang masih belum tepat sasaran. Seharusnya, DBHC banya digunakan untuk pembinaan industri kecil dan peningkatan bahan baku. Namun yang terjadi lebih banyak digunakan untuk pembinaan lingkungan sosial.

"Untuk pembinaan sosial saja mencapai Rp160 miliar sedangkan untuk industri hanya Rp29 miliar. Kebijakan itu masih salah dalam penekanan skala prioritas," tukasnya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0579 seconds (0.1#10.140)