BBM naik, opsi paling realistis

Rabu, 01 Februari 2012 - 08:57 WIB
BBM naik, opsi paling...
BBM naik, opsi paling realistis
A A A
Sindonews.com – Opsi kenaikan harga bahan minyak (BBM) bersubsidi lebih realistis dibandingkan kebijakan pembatasan konsumsi. Selain lebih mudah penerapannya, opsi kenaikan juga tidak membutuhkan pengawasan khusus.

“Ini (kenaikan harga BBM) lebih mudah dilakukan dan tidak menimbulkan kompleksitas,” ujar Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Atma Jaya, Jakarta, A Prasetyantoko di Jakarta kemarin.

Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak bisa dihindari lantaran harga minyak dunia cenderung naik. Seperti diberitakan, pemerintah mulai ragu kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bisa diterapkan mulai 1 April 2012 karena terkendala persiapan infrastruktur.

Sebagai gantinya opsi kenaikan harga BBM bersubsidi disiapkan. Pemerintah menyebut kisaran kenaikan harga BBM bersubsidi seperti premium antara Rp500 hingga 1.500 per liter. Selain lebih realistis untuk dilakukan, Prasetyantoko melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi tidak signifikan apabila terkelola dengan baik.

Dia mencontohkan, untuk mengurangi dampak terhadap inflasi, penyesuaian harga BBM bisa dilakukan secara bertahap hingga mendekati harga keekonomian.“ Besaran kenaikannya bisa Rp1.000–1.500, bertahap dilakukan. Itu masuk akal agar besaran subsidi bisa dikurangi,” katanya.

Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi bisa mulai diterapkan pada 1 April, sejalan dengan rencana awal pemerintah melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Tren inflasi April cenderung landai sehingga tidak terlalu bermasalah jika harga BBM dinaikkan.

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggito Abimanyu menilai, dua opsi yang muncul saat ini bisa dijalankan secara bersamaan. Opsi kenaikan harga BBM sangat bergantung proses politik dengan DPR.

“Kalau memang harga minyak terus naik, ya dinaikkan saja harga BBM,” kata Anggito. Konsekuensinya, pemerintah dan DPR harus melakukan perubahan terhadap UU APBN 2012. Pilihannya, kata dia, mempercepat APBN-P 2012 atau menunggu waktu normal perubahan. Anggito menyebutkan, jika opsi kenaikan harga disepakati, pemerintah perlu mempertimbangkan waktu pelaksanaannya.

“Kalau naik ya di bulan-bulan deflasi,April-Mei atau September-Oktober,” ungkapnya. Idealnya, kata dia, peralihan dari BBM ke BBG juga tetap harus dilakukan meski secara bertahap. Upaya menggunakan energi terbarukan harus mendapat perhatian pemerintah.

Untuk tahun ini, penggunaan BBG bisa dilakukan terlebih dahulu di internal pemerintahan semisal kendaraan dinas. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu itu mengatakan, sepanjang tahun ini pemerintah bisa mempersiapkan diri untuk ketersediaan infrastruktur BBG.

Sebab, peralihan dari BBM ke BBG tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan antara pemerintah yang diwakili Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi masih sebatas wacana. Menkeu menegaskan, pemerintah dan DPR belum mencapai satu kesepakatan bersama.

“Seandainya ada pembahasan antara pemerintah dengan DPR, itu sifatnya masih wacana,jadi belum bisa disampaikan apa-apa.Kemungkinan (kenaikan harga) tentu ada, tapi kan belum ada satu posisi formal dari pemerintah dan DPR,” kata Menkeu.

Dalam kajian BKF, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.000 per liter dapat menghemat anggaran negara sebesar Rp21 triliun. Angka penghematan melalui skenario kenaikan harga BBM lebih tinggi dibanding melakukan pembatasan BBM bersubsidi melalui mekanisme peralihan dari BBM ke BBG atau ke pertamax.

Pembatasan BBM dengan skema tersebut hanya mampu menghemat anggaran negara sebesar Rp7,8 triliun–8 triliun. Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi mulai 1 April 2012 sebagai implementasi UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012.

Dalam APBN 2012 disebutkan, upaya mengurangi beban subsidi energi akan dilakukan melalui pembatasan atau pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.Pengendalian diperlukan agar kuota subsidi BBM tidak melebihi 40 juta kiloliter. Menkeu optimistis, rencana pembatasan BBM bersubsidi bisa dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. “Tidak ada yang sulit,”imbuhnya.

Selain membahas pembatasan BBM bersubsidi,pemerintah juga mempertimbangkan perubahan harga minyak Indonesia atau dalam asumsi makro APBN 2012.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan, hal tersebut didasari dampak kenaikanhargaminyakduniayang melesat ke level USD110/barel serta kondisi geopolitik di Timur Tengah yang semakin memanas.

“Nanti dilihat dulu perhitungannya, apakah masih realistis tidak USD90/barel, apakah perlu diubah, itu juga akan mengubah semua hitungannya juga,” ujar Armida.

Dia mengakui, perhitungan harga minyak merupakan variabel paling sulit dikaji. Namun, pemerintah tidak serta-merta melakukan perubahan atas UU APBN 2012. Pemerintah akan terus memantau perkembangan harga minyak dunia.

Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya berharap pemerintah segera melakukan kajian opsi lain pengaturan BBM dan menyampaikan kembali ke DPR.Dia berharap opsiopsi itu tuntas Februari ini. Opsi lain diperlukan dengan pertimbangan perpindahan penggunaan premium ke pertamax dianggap terlalu mahal atau tidak memenuhi rasa keadilan serta konversi BBM ke gas punya tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7144 seconds (0.1#10.140)