Harga minyak KKKS mahal
A
A
A
Sindonews.com – Keinginan PT Pertamina (Persero) untuk membeli seluruh minyak mentah yang diproduksi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dinilai tidak selalu menguntungkan.
Sebab, harga minyak mentah produksi KKKS lebih mahal sehingga tidak ekonomis bagi BUMN migas tersebut. Sehingga, opsi impor menjadi pilihan yang lebih ekonomis. “Karenanya, mereka lebih banyak mengekspor produknya ke luar negeri,” kata anggota Komisi VII DPR Azwir Dainy Tara di Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, imbuh dia, pemerintah juga tidak bisa begitu saja mengeluarkan regulasi yang memaksa KKKS untuk menjual bagian minyaknya ke Pertamina. Hingga saat ini tidak ada regulasi yang menyebutkan bahwa KKKS harus menjual minyak mentah bagiannya ke dalam negeri. “Mereka bebas menjual ke mana pun. Mau ke domestik atau ekspor,” tuturnya.
Sesuai kontrak bagi hasil, pemerintah dan KKKS masing-masing memperoleh bagian minyak masing-masing sesuai kesepakatan. Minyak hasil pembagian tersebut juga bebas dijual pemerintah maupun KKKS ke pembeli mana pun.
Terkait keinginan Pertamina untuk memenuhi seluruh kapasitas kilangnya yang mencapai satu juta barel per hari, Azwir meminta pemerintah dan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) aktif meningkatkan cadangan minyak untuk menjamin keberlanjutan tingkat produksinya.
“Pertamina juga harus aktif mengeksplorasi ladang baru dan sumur tua yang dimilikinya,” imbuh dia.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menambahkan, Pertamina memang harus mencari minyak mentah dengan harga termurah. Sebab, margin kilang cenderung tipis, sehingga harus dikompensasi dengan harga minyak mentah yang baik. “Dengan begitu, baru mampu menghasilkan produk yang kompetitif dengan produk asing seperti Shell, Petronas, dan Total,” katanya. Kilang milik Pertamina yang antara lain berlokasi di Balongan, Cilacap, dan Balikpapan kini mengolah minyak jenis minas, brent, dan tapis.
Sementara, jenis Arab light crude yang dibeli secara khusus dari Saudi Aramco digunakan untuk memenuhi kebutuhan kilang Cilacap. Minyak sejenis minas diproduksi di Indonesia, Vietnam, dan Sudan. Sedangkan, brent berasal dari Eropa, Afrika dan sejumlah negara pecahan Uni Soviet. Adapun, tapis diperoleh dari Malaysia dan Australia. Tidak semua minyak mentah dapat diolah di kilang domestik, seperti jenis minyak yang mengandung merkuri.
Beberapa minyak mentah jenis lain dari Timur Tengah misalnya, juga memiliki kadar sulfur tinggi yang tidak sesuai dengan spesifikasi kilang Pertamina. Selain spesifikasi, harga juga menjadi pertimbangan karena di waktu-waktu tertentu, harga minyak berubah berdasarkan jenisnya.
Sebab, harga minyak mentah produksi KKKS lebih mahal sehingga tidak ekonomis bagi BUMN migas tersebut. Sehingga, opsi impor menjadi pilihan yang lebih ekonomis. “Karenanya, mereka lebih banyak mengekspor produknya ke luar negeri,” kata anggota Komisi VII DPR Azwir Dainy Tara di Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, imbuh dia, pemerintah juga tidak bisa begitu saja mengeluarkan regulasi yang memaksa KKKS untuk menjual bagian minyaknya ke Pertamina. Hingga saat ini tidak ada regulasi yang menyebutkan bahwa KKKS harus menjual minyak mentah bagiannya ke dalam negeri. “Mereka bebas menjual ke mana pun. Mau ke domestik atau ekspor,” tuturnya.
Sesuai kontrak bagi hasil, pemerintah dan KKKS masing-masing memperoleh bagian minyak masing-masing sesuai kesepakatan. Minyak hasil pembagian tersebut juga bebas dijual pemerintah maupun KKKS ke pembeli mana pun.
Terkait keinginan Pertamina untuk memenuhi seluruh kapasitas kilangnya yang mencapai satu juta barel per hari, Azwir meminta pemerintah dan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) aktif meningkatkan cadangan minyak untuk menjamin keberlanjutan tingkat produksinya.
“Pertamina juga harus aktif mengeksplorasi ladang baru dan sumur tua yang dimilikinya,” imbuh dia.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menambahkan, Pertamina memang harus mencari minyak mentah dengan harga termurah. Sebab, margin kilang cenderung tipis, sehingga harus dikompensasi dengan harga minyak mentah yang baik. “Dengan begitu, baru mampu menghasilkan produk yang kompetitif dengan produk asing seperti Shell, Petronas, dan Total,” katanya. Kilang milik Pertamina yang antara lain berlokasi di Balongan, Cilacap, dan Balikpapan kini mengolah minyak jenis minas, brent, dan tapis.
Sementara, jenis Arab light crude yang dibeli secara khusus dari Saudi Aramco digunakan untuk memenuhi kebutuhan kilang Cilacap. Minyak sejenis minas diproduksi di Indonesia, Vietnam, dan Sudan. Sedangkan, brent berasal dari Eropa, Afrika dan sejumlah negara pecahan Uni Soviet. Adapun, tapis diperoleh dari Malaysia dan Australia. Tidak semua minyak mentah dapat diolah di kilang domestik, seperti jenis minyak yang mengandung merkuri.
Beberapa minyak mentah jenis lain dari Timur Tengah misalnya, juga memiliki kadar sulfur tinggi yang tidak sesuai dengan spesifikasi kilang Pertamina. Selain spesifikasi, harga juga menjadi pertimbangan karena di waktu-waktu tertentu, harga minyak berubah berdasarkan jenisnya.
()