Kebijakan BBM perlu ketegasan pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah perlu menunjukkan ketegasannya perihal kebijakan soal Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi apakah akan dibatasi atau dinaikkan. Hal tersebut
menurut Deputy Director Reforminer Institute Komaidi perlu dilakukan mengingat waktu yang semakin sempit.
Pasalnya, hingga kini Pemerintah dan DPR masih tarik ulur mengenai kebijakan seperti apa yang tepat untuk menekan subsidi BBM.
"Sebenarnya yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah ketegasan, karena kalau masalah pengkajian, saya rasa sudah banyak sekali rekomendasi yang yang dapat dijadikan landasan, misalnya dari konsorsium tiga universitas terbaik yang ada di Indonesia dimana sudah terdapat opsi beserta penjelasan mengenai kebijakan BBM tersebut," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Rabu (1/2/2012).
Komaidi juga mengingatkan bahwa pemerintah harus memandang kebijakan ini dari aspek ekonomi, sehingga segala keputusan harus dilakukan secara matang dan tegas. "Jangan keputusan ini diambil berdasarkan aspek politik saja, harus dilihat aspek ekonomi dan kemajuan bangsa ini ke depan, jangan cuma memikirkan kebijakan yang hanya akan menurunkan nilai populis jika opsi A atau B atau C yang dipilih," jelasnya.
Sementara itu, sejumlah pihak yang kontra dengan opsi pembatasan BBM karena melihat ketidaksiapan pemerintah dalam menjalankan kebijakan. Untuk itu, tugas pemerintahlah untuk meyakinkan kepada sejumlah pihak bahwa pemerintah siap melaksanakan hal tersebut.
"Kalau melihat konteks pembahasan yang terjadi antara pemerintah dan komisi VII DPR yang lalu, sebenarnya dari pihak yang sepertinya kurang setuju hanya mempertanyakan kesiapan dari program ini, berikut dengan keyakinan dan ketegasan pemerintah," tambahnya.
Untuk itu, sebelum kebijakan ini ditetapkan bersama Komisi VII DPR, Komaidi meminta pemerintah tetap solid mempersiapkan kebijakan tersebut.
"Pemerintah dalam persoalan ini harus solid, dengan kata lain jangan memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang tidak bagus dilihat publik yang seakan-akan ada pertentangan. Misalnya, seperti Menko dan Menteri ESDM yang sebenarnya mempengaruhi realisasi kebijakan tersebut," pungkasnya.
menurut Deputy Director Reforminer Institute Komaidi perlu dilakukan mengingat waktu yang semakin sempit.
Pasalnya, hingga kini Pemerintah dan DPR masih tarik ulur mengenai kebijakan seperti apa yang tepat untuk menekan subsidi BBM.
"Sebenarnya yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah ketegasan, karena kalau masalah pengkajian, saya rasa sudah banyak sekali rekomendasi yang yang dapat dijadikan landasan, misalnya dari konsorsium tiga universitas terbaik yang ada di Indonesia dimana sudah terdapat opsi beserta penjelasan mengenai kebijakan BBM tersebut," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Rabu (1/2/2012).
Komaidi juga mengingatkan bahwa pemerintah harus memandang kebijakan ini dari aspek ekonomi, sehingga segala keputusan harus dilakukan secara matang dan tegas. "Jangan keputusan ini diambil berdasarkan aspek politik saja, harus dilihat aspek ekonomi dan kemajuan bangsa ini ke depan, jangan cuma memikirkan kebijakan yang hanya akan menurunkan nilai populis jika opsi A atau B atau C yang dipilih," jelasnya.
Sementara itu, sejumlah pihak yang kontra dengan opsi pembatasan BBM karena melihat ketidaksiapan pemerintah dalam menjalankan kebijakan. Untuk itu, tugas pemerintahlah untuk meyakinkan kepada sejumlah pihak bahwa pemerintah siap melaksanakan hal tersebut.
"Kalau melihat konteks pembahasan yang terjadi antara pemerintah dan komisi VII DPR yang lalu, sebenarnya dari pihak yang sepertinya kurang setuju hanya mempertanyakan kesiapan dari program ini, berikut dengan keyakinan dan ketegasan pemerintah," tambahnya.
Untuk itu, sebelum kebijakan ini ditetapkan bersama Komisi VII DPR, Komaidi meminta pemerintah tetap solid mempersiapkan kebijakan tersebut.
"Pemerintah dalam persoalan ini harus solid, dengan kata lain jangan memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang tidak bagus dilihat publik yang seakan-akan ada pertentangan. Misalnya, seperti Menko dan Menteri ESDM yang sebenarnya mempengaruhi realisasi kebijakan tersebut," pungkasnya.
()