Ekspor Sumsel turun 17,44%

Kamis, 02 Februari 2012 - 13:00 WIB
Ekspor Sumsel turun...
Ekspor Sumsel turun 17,44%
A A A


Sindonews.com
– Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumsel mencatat, hingga November 2011, nilai ekspor Sumsel mengalami penurunan 17,44 persen dibandingkan Oktober 2011 yang mencapai nilai USD467,62 juta. Penurunan ekspor ini lebih disebabkan rendahnya permintaan sejumlah negara tujuan ekspor atas komoditas Sumsel.

Kepala BPS Sumsel Haslani Haris, didampingi Kepala Bidang (Kabid) Statistik Distribusi Bismark Pardamean, menyebutkan, beberapa komoditas unggulan Sumsel yang mengalami penurunan volume ekspor antara lain karet, batu bara, dan teh.

“Penurunan nilai ekspor pada November ini lebih disebabkan adanya penurunan ekspor komoditas nonmigas sekitar 21,84 persen dari USD423,36 juta menjadi USD330,90 juta.

Ketiga sektor ini memberikan dampak terhadap ekspor Sumsel. Sedangkan, ekspor migas justru mengalami kenaikan 24,68 persen,” ujarnya, Rabu 1 Februari 2012.

Namun, ekspor Sumsel dibandingkan tahun 2010 (year on year) justru mengalami peningkatan 52,24 persen, dariUSD3,11 miliar pada 2010 menjadi USD4,75 miliar. Khusus negara tujuan ekspor, ternyata masih didominasi Amerika Serikat, China, dan Malaysia, dengan angka masing-masing USD101,14 juta, USD67,01 juta, dan USD62,41 juta.

“Tapi, jika diakumulasikan secara keseluruhan, total ekspor Sumsel ke-10 negara tujuan utama pada November 2011 mengalami penurunan 18,47 persen dibandingkan bulan sebelumnya,” bebernya.

Terkait adanya penolakan AS terhadap ekspor Indonesia, terutama CPO pada akhir Januari lalu, pihaknya memprediksi, hal itu terjadi dimungkinkan akan berpengaruh terhadap volume ekspor Sumsel.

Penurunan nilai ekspor Sumsel dipastikan akan terjadi setelah diputuskannya penolakan ekspor tersebut oleh Amerika Serikat. Saat ini ekspor Sumsel mengalami penurunan akibat rendahnya permintaan negara tujuan ekspor.

“AS itu kan merupakan negara yang mendominasi ekspor Sumsel. Jika ini tidak disikapi, jelas akan berdampak besar terhadap ekspor CPO Sumsel,” ujarnya.

Sama halnya dengan kondisi impor Sumsel. Hingga November, tercatat nilai impor Sumsel mengalami penurunan 36,92 persen dari USD72,23 juta (Oktober 2011) menjadi USD45,56 juta. Penurunan itu cenderung ditengarai atas adanya penurunan dari nilai impor nonmigas sebesar 40,77 persen.

“Banyak golongan barang impor yang mengalami penurunan, seperti mesin-mesin, barang-barang dari besi dan baja, bahan kimia organik, hingga perangkat optik. Jika nilai impor dalam setahun terus merangkak naik, barulah akan berdampak besar terhadap industri Sumsel,” kata Haslani.

Sementara itu, peneliti ekonomi Madya Senior BI Palembang Syalendra menjelaskan, kendati Amerika Serikat sebagai negara yang menjadi barometer negara lain, masing-masing negara akan melihat dahulu apa yang menjadi dasar atas penolakan ekspor Indonesia tersebut.

“Permintaan itu akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Jadi, tidak semua negara akan mengambil kebijakan sama seperti yang dilakukan AS, yakni dengan melakukan penolakan ekspor Indonesia,” ucapnya.

Sebelumnya Ketua Gapki Sumsel Sumarjono Saragih menyatakan akan membuka pasar baru tujuan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dengan sasaran Timur Tengah dan Amerika Latin. Ini dilakukan seiring adanya penolakan ekspor CPO oleh Amerika Serikat (AS) pada 28 Januari lalu.

“Terjadinya penolakan itu memang ada pengaruhnya terhadap penjualan CPO, tapi tidak terlalu besar bagi Sumsel,” ujarnya. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0443 seconds (0.1#10.140)