Ekspor Arabica naik 96,29%
A
A
A
Sindonews.com - Ekspor kopi Arabica Sumatera Utara (Sumut) selama 2011 tumbuh 96,29 persen atau meningkat dari Rp201,897 juta menjadi Rp396,320 juta.
Kasie Hasil Pertanian dan Pertambangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia mengungkapkan, kenaikan nilai ekspor kopi Arabica didukung oleh kenaikan harga kopi di pasaran international.
Dia menjelaskan, volume ekspor kopi Arabica hanya naik 11,78 persen dibanding 2010 menjadi 64,389 juta ton dari 56,803 juta ton. “Daerah tujuan ekspor utama untuk komoditas kopi ini masih ke Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Kanada, Inggris, dan Australia,” ujarnya, Kamis 2 Februari 2012.
Selain kopi Arabica, nilai ekspor kopi instan turut mengalami kenaikan sebesar 20,92 persen dari Rp7,287 juta menjadi Rp8,812 juta. Dengan volume 2,112 juta ton menjadi 2,254 juta ton. Komoditas ini diekspor ke negara kawasan Asia, yakni Malaysia, Singapura, China, Jepang,dan Hongkong.
Namun, untuk kopi Robusta, lanjut Fitra, permintaannya mengalami penurunan hingga 33,54 persen. Pada 2010, nilai ekspor untuk kopi Robusta mencapai Rp12,513 juta dengan volume 8,826 juta ton. Sedangkan pada 2011, nilai ekspornya hanya mencapai Rp8,441 juta dengan volume 3,753 juta ton.
“Negara tujuannya juga berkurang. Jika pada 2010 diekspor ke Jerman, India, Amerika Serikat, Australia, dan Jepang. Selama 2011 hanya ke Jepang, India, Inggris, dan Amerika Serikat,” tukasnya.
Wakil Ketua Bidang Speciality Industri Kopi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut Saidul Alam membenarkan jika harga kopi Arabica sepanjang 2011 mengalami kenaikan. Bahkan Sadul mengatakan harga kopi Arabica naik mencapai 100 persen.
“Pada 2010 harga kopi masih di bawah USD3 per kilogram, kini sudah mencapai USD7,6 per kilogram. Bahkan dua bulan yang lalu pernah mencapai USD8 per kilogram,” katanya.
Mengenai nilai ekspor kopi Robusta yang tidak ikut naik seiring kenaikan harga kopi arabica. Saidul menjelaskan kalau harga kopi Robusta tergantung dari permintaan dari Vietnam.
“Buyer bisanya membeli kopi robusta dari Vietnam karena sebagai produsen kopi Robusta berjangka terbesar di dunia. Jadi, harga kopi Robusta tergantung dari Vietnam. Jika produksi kopi Robusta Vietnam meningkat, maka harga akan menurun,” terangnya.
Saidul bilang, sekarang pengusaha kopi sudah mulai merasakan dampak krisis Eropa dan Amerika Serikat yang sedang terjadi saat ini. Daya beli buyer saat ini sudah berkurang lantaran harga naik 100 persen.
“Buyer berpikir dengan harga yang naik 100 persen, karena harus menambah modal 100 persen lagi,” tuturnya.
Sekarang, lanjutnya, pengusaha kopi sebenarnya sudah mencari pasar baru ke Eropa Timur. Namun, pemasaran belum dilakukan secara direct ke kawasan tersebut. Langkah ini dilakukan lantaran perbankan Eropa Timur masih belum dapat dipercaya.
“Perbankannya masih belum dapat dipercaya. Jika ekspor langsung pengusaha akan kerepotan,” pungkasnya.
Untuk meningkatkan daya beli dari buyer, sambungnya, pengusaha terus melakukan promosi ulang tentang produk kopi Sumut. (bro)
()