Pemkot Cirebon ancam tutup minimarket tak berizin
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah Kota Cirebon mengancam menutup enam minimarket tak berizin jika dalam waktu 10 hari ke depan tidak segera melengkapi kelengkapan usahanya.
“Sejauh ini kami baru mengetahui enam minimarket tak berizin, mungkin masih lebih banyak dari itu. Kami beri waktu 10 hari kerja, kalau sampai tidak diindahkan kami segera menutupnya,” kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Rochaedi Yoedhy K.
Dia menyebutkan, berdasarkan data, di Kota Cirebon terdapat 53 minimarket. Hal itu masih sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) No 23/2010 tentang Pendirian Minimarket yang hanya dibatasi sebanyak 60 titik. “Masih ada tujuh titik yang bebas untuk didirikan minimarket,” tegas dia.
Yoedhy menegaskan, pihaknya sudah memberi peringatan kepada enam minimarket tak berizin tersebut. Menurut dia, selain tak berizin, enam minimarket itu berdiri pada titik yang dilarang Pemkot. Dia menyebutkan, keenam minimarket yang diduga tak berizin itu berlokasi di sekitar Terminal Harjamukti, Jalan Mohammad Toha, dan Jalan Merdeka.
Pihaknya mengakui keberadaan minimarket perlu diproteksi demi masyarakat kecil. Namun begitu, keberadaan minimarket juga diperlukan untuk pertumbuhan perekonomian. “Selain membatasi, minimarket juga sebaiknya menjalin kemitraan usaha. Kami sendiri memiliki warga binaan yang memasok makanan ringan seperti keripik pisang, kepada minimarket,” papar dia.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Hasanudin Manap mengakui, perkembangan minimarket di wilayahnya cukup pesat. Bahkan, kata dia, keberadaan minimarket itu telah mempengaruhi eksistensi pedagang tradisional.
“Tapi, kami tetap melakukan proteksi, di antaranya melalui perwali pada 2010. Sayangnya, ada minimarket yang sudah berdiri sebelum perwali diterbitkan,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Akhyadi menyebutkan, dari 53 minimarket berizin, 37 minimarket berdiri sebelum terbitnya perwali dan memiliki izin.
Sementara 16 di antaranya berdiri setelah ada perwali. Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang terdiri dari Serikat Mahasiswa Universitas Tujuh Belas Agustus (SEMAUN), Forum Mahasiswa Kajian Strategis dan Aksi (FAKTA), dan Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Siliwangi (GMM Siliwangi) berunjuk rasa di depan Balai Kota.
Mereka mendesak Pemkot Cirebon bisa membatasi keberadaan minimarket yang dinilai merusak perekonomian pedagang kecil. Koordinator aksi, Agung, berharap Pemkot bisa melakukan audit terhadap keberadaan minimarket di Kota Cirebon. Terutama keberadaan minimarket yang tidak memiliki izin usaha.
“Sejauh ini kami baru mengetahui enam minimarket tak berizin, mungkin masih lebih banyak dari itu. Kami beri waktu 10 hari kerja, kalau sampai tidak diindahkan kami segera menutupnya,” kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Rochaedi Yoedhy K.
Dia menyebutkan, berdasarkan data, di Kota Cirebon terdapat 53 minimarket. Hal itu masih sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) No 23/2010 tentang Pendirian Minimarket yang hanya dibatasi sebanyak 60 titik. “Masih ada tujuh titik yang bebas untuk didirikan minimarket,” tegas dia.
Yoedhy menegaskan, pihaknya sudah memberi peringatan kepada enam minimarket tak berizin tersebut. Menurut dia, selain tak berizin, enam minimarket itu berdiri pada titik yang dilarang Pemkot. Dia menyebutkan, keenam minimarket yang diduga tak berizin itu berlokasi di sekitar Terminal Harjamukti, Jalan Mohammad Toha, dan Jalan Merdeka.
Pihaknya mengakui keberadaan minimarket perlu diproteksi demi masyarakat kecil. Namun begitu, keberadaan minimarket juga diperlukan untuk pertumbuhan perekonomian. “Selain membatasi, minimarket juga sebaiknya menjalin kemitraan usaha. Kami sendiri memiliki warga binaan yang memasok makanan ringan seperti keripik pisang, kepada minimarket,” papar dia.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Hasanudin Manap mengakui, perkembangan minimarket di wilayahnya cukup pesat. Bahkan, kata dia, keberadaan minimarket itu telah mempengaruhi eksistensi pedagang tradisional.
“Tapi, kami tetap melakukan proteksi, di antaranya melalui perwali pada 2010. Sayangnya, ada minimarket yang sudah berdiri sebelum perwali diterbitkan,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Akhyadi menyebutkan, dari 53 minimarket berizin, 37 minimarket berdiri sebelum terbitnya perwali dan memiliki izin.
Sementara 16 di antaranya berdiri setelah ada perwali. Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang terdiri dari Serikat Mahasiswa Universitas Tujuh Belas Agustus (SEMAUN), Forum Mahasiswa Kajian Strategis dan Aksi (FAKTA), dan Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Siliwangi (GMM Siliwangi) berunjuk rasa di depan Balai Kota.
Mereka mendesak Pemkot Cirebon bisa membatasi keberadaan minimarket yang dinilai merusak perekonomian pedagang kecil. Koordinator aksi, Agung, berharap Pemkot bisa melakukan audit terhadap keberadaan minimarket di Kota Cirebon. Terutama keberadaan minimarket yang tidak memiliki izin usaha.
()