Sektor pariwisata penyumbang devisa nomor 5
A
A
A
Sindonews.com - Kontribusi sektor pariwisata terhadap devisa Indonesia selama tiga tahun (2008-2010) berkisar pada urutan 5-4-5, yakni (peringkat 5)Rp7.348 triliun pada 2008 kemudian menurun jadi (4) Rp6.298,02 triliun, dan terakhir naik mencapai (5) Rp7.603,45 triliun pada 2010.
Dalam pada itu, pada 2010 rekor devisa terbanyak dikumpulkan oleh sektor minyak dan gas bumi dengan Rp28.039,60 triliun. Berikutnya, di peringkat kedua: sektor minyak kelapa sawit menghasilkan devisa Rp13.468,97 triliun; (3) batubara Rp11.976,3 triliun; dan (4)karet olahan sebesar Rp9.314,97 triliun.
Tajuk data dan fakta tentang pariwisata di Indonesia ini disarikan dari Keynote Speaker oleh Mari Elka Pangestu (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) berjudul "Penguatan Peran PHRI dalam Membangun Daerah untuk Kemajuan Ekonomi Nasional" dalam Rapat Kerja Nasional PHRI II di Makassar, Jumat 10 Februari kemarin.
Selama 2008 sampai 2009, pola pengeluaran wisman dan wisnus mengalami paradoks turun-naik dengan total capaian sebesar Rp400,9 triliun. Di satu sisi, pola pengeluaran wisman menurun dari Rp80,5 triliun (2008) menjadi Rp59,2 triliun (2009), maka pola pengeluaran wisnus melejit naik dari Rp123,2 triliun (2008) menjadi Rp138 triliun (2009).
Terdapat 10 pos pengeluaran dalam pola dimaksud, yakni produk pertanian; produk industri non-makanan; kesehatan dan kecantikan; suvenir; jasa pariwisata lainnya; jasa seni budaya, rekreasi, dan hiburan; biro perjalanan, operator, dan pramuwisata; angkutan domestik; restoran dan sejenisnya; hotel dan akomodasi.
Pos pengeluaran terbesar ialah hotel dan akomodasi (HA), diikuti restoran dan sejenisnya (RS), dan suvenir (SV). Pada rentang 2008-2009, HA merekor penerimaan sebesar Rp67.335,93 triliun, RS membukukan Rp73.421,21 triliun, dan SV mendapat Rp28.736,43 triliun.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari sektor pariwisata pada 2010 lalu mencatat angka sebesar Rp196,18 triliun dan menyumbang 3,05 persen sebagai kontribusi terhadap PBD Nasional 2010. Dari RpRp196,18 triliun tersebut, restoran menyumbang Rp154,89 triliun, hotel Rp23,94 triliun, serta rekreasi dan hiburan Rp17,35 triliun.
Tapi penyerapan tenaga kerja dalam bidang pariwisata cenderung mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir, antara 2005-2010, dengan rata-rata serapan 6,275 juta tenaga kerja per tahun dan menyumbang 6,21 persen dari jumlah total tenaga kerja nasional.
Kondisi sektor perhotelan di Indonesia, yakni memiliki 1.306 hotel berbintang dan 13.281 akomodasi non-bintang. Rekor hunian kamar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sepanjang 2004-2009 hingga terakhir mencapai 48,31 persen. Tamu asing (wisman) yang menginap sebanyak 4,6 juta orang dikomparasi dengan tamu domestik (wisnus) 17,2 juta orang pada 2009. Khusus di sektor perhotelan ini, diserap sebanyak 233.745 tenaga kerja.
Sementara kondisi sektor jasa restoran dan jasa perjalanan wisata dapat dilihat pada 2009, dari 2.704 jumlah restoran dapat diserap 446.775 tenaga kerja. Jumlah jasa perjalanan wisata mencapai 2.755 dengan 747.640 tenaga kerja.
Kerangka pikir pengembangan wisata meliputi masukan (output), upaya, keluaran (output), capaian (outcome), dan tujuan (goal). Masukan terdiri dari sumberdaya manusia, sarana, biaya, litbang dan data informasi, hukum dan organisasi, perencanaan-monev-kemitraan yang dapat mengupayakan peningkatan daya saing produk pariwisata, pengembangan daya tarik, promosi terpadu dan berkesinambungan, pengembangan institusi dan sumberdaya manusia.
Sedangkan keluaran yang dikehendaki berupa industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata dan citra Indonesia, kelembagaan pariwisata, dan SDM pariwisata. Dari faktor keluaran tersebut capaian yang diinginkan, yaitu devisa dari wisatawan mancanegara, citra Indonesia, pengeluaran wisatawan Nusantara, investasi industri pariwisata, kontribusi pariwisata kepada Produk Domestik Bruto Nasional, dan penyerapan tenaga kerja.
Tujuannya menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Ditinjau dari permasalahan pariwisata Indonesia, di satu sisi, permasalahan yang muncul ke permukaan, yakni rendahnya kualitas pelayanan pariwisata, rendahnya jumlah dan nilai investasi, ketidaksiapan sarana dan prasarana destinasi, perusakan lingkungan, keamanan, kebersihan dan ketertiban destinasi, masyarakat tidak siap menjadi destinasi wisata, lemahnya koordinasi, peran serta pelaku usaha tidak optimal, kebijakan tidak sinkron dan tidak harmonis, citra destinasi yang negatif, aksesibilitas, iklim usaha tidak kondusif, dan konektivitas.
Di sisi lain, sumber permasalahan utama pariwisata Indonesia terdiri dari sarana dan prasarana, SDM pariwisata, komunikasi dan publikasi, kebijakan dan peraturan, teknologi informasi, masyarakat, dan investasi.
Dalam pada itu, pada 2010 rekor devisa terbanyak dikumpulkan oleh sektor minyak dan gas bumi dengan Rp28.039,60 triliun. Berikutnya, di peringkat kedua: sektor minyak kelapa sawit menghasilkan devisa Rp13.468,97 triliun; (3) batubara Rp11.976,3 triliun; dan (4)karet olahan sebesar Rp9.314,97 triliun.
Tajuk data dan fakta tentang pariwisata di Indonesia ini disarikan dari Keynote Speaker oleh Mari Elka Pangestu (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) berjudul "Penguatan Peran PHRI dalam Membangun Daerah untuk Kemajuan Ekonomi Nasional" dalam Rapat Kerja Nasional PHRI II di Makassar, Jumat 10 Februari kemarin.
Selama 2008 sampai 2009, pola pengeluaran wisman dan wisnus mengalami paradoks turun-naik dengan total capaian sebesar Rp400,9 triliun. Di satu sisi, pola pengeluaran wisman menurun dari Rp80,5 triliun (2008) menjadi Rp59,2 triliun (2009), maka pola pengeluaran wisnus melejit naik dari Rp123,2 triliun (2008) menjadi Rp138 triliun (2009).
Terdapat 10 pos pengeluaran dalam pola dimaksud, yakni produk pertanian; produk industri non-makanan; kesehatan dan kecantikan; suvenir; jasa pariwisata lainnya; jasa seni budaya, rekreasi, dan hiburan; biro perjalanan, operator, dan pramuwisata; angkutan domestik; restoran dan sejenisnya; hotel dan akomodasi.
Pos pengeluaran terbesar ialah hotel dan akomodasi (HA), diikuti restoran dan sejenisnya (RS), dan suvenir (SV). Pada rentang 2008-2009, HA merekor penerimaan sebesar Rp67.335,93 triliun, RS membukukan Rp73.421,21 triliun, dan SV mendapat Rp28.736,43 triliun.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari sektor pariwisata pada 2010 lalu mencatat angka sebesar Rp196,18 triliun dan menyumbang 3,05 persen sebagai kontribusi terhadap PBD Nasional 2010. Dari RpRp196,18 triliun tersebut, restoran menyumbang Rp154,89 triliun, hotel Rp23,94 triliun, serta rekreasi dan hiburan Rp17,35 triliun.
Tapi penyerapan tenaga kerja dalam bidang pariwisata cenderung mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir, antara 2005-2010, dengan rata-rata serapan 6,275 juta tenaga kerja per tahun dan menyumbang 6,21 persen dari jumlah total tenaga kerja nasional.
Kondisi sektor perhotelan di Indonesia, yakni memiliki 1.306 hotel berbintang dan 13.281 akomodasi non-bintang. Rekor hunian kamar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sepanjang 2004-2009 hingga terakhir mencapai 48,31 persen. Tamu asing (wisman) yang menginap sebanyak 4,6 juta orang dikomparasi dengan tamu domestik (wisnus) 17,2 juta orang pada 2009. Khusus di sektor perhotelan ini, diserap sebanyak 233.745 tenaga kerja.
Sementara kondisi sektor jasa restoran dan jasa perjalanan wisata dapat dilihat pada 2009, dari 2.704 jumlah restoran dapat diserap 446.775 tenaga kerja. Jumlah jasa perjalanan wisata mencapai 2.755 dengan 747.640 tenaga kerja.
Kerangka pikir pengembangan wisata meliputi masukan (output), upaya, keluaran (output), capaian (outcome), dan tujuan (goal). Masukan terdiri dari sumberdaya manusia, sarana, biaya, litbang dan data informasi, hukum dan organisasi, perencanaan-monev-kemitraan yang dapat mengupayakan peningkatan daya saing produk pariwisata, pengembangan daya tarik, promosi terpadu dan berkesinambungan, pengembangan institusi dan sumberdaya manusia.
Sedangkan keluaran yang dikehendaki berupa industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata dan citra Indonesia, kelembagaan pariwisata, dan SDM pariwisata. Dari faktor keluaran tersebut capaian yang diinginkan, yaitu devisa dari wisatawan mancanegara, citra Indonesia, pengeluaran wisatawan Nusantara, investasi industri pariwisata, kontribusi pariwisata kepada Produk Domestik Bruto Nasional, dan penyerapan tenaga kerja.
Tujuannya menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Ditinjau dari permasalahan pariwisata Indonesia, di satu sisi, permasalahan yang muncul ke permukaan, yakni rendahnya kualitas pelayanan pariwisata, rendahnya jumlah dan nilai investasi, ketidaksiapan sarana dan prasarana destinasi, perusakan lingkungan, keamanan, kebersihan dan ketertiban destinasi, masyarakat tidak siap menjadi destinasi wisata, lemahnya koordinasi, peran serta pelaku usaha tidak optimal, kebijakan tidak sinkron dan tidak harmonis, citra destinasi yang negatif, aksesibilitas, iklim usaha tidak kondusif, dan konektivitas.
Di sisi lain, sumber permasalahan utama pariwisata Indonesia terdiri dari sarana dan prasarana, SDM pariwisata, komunikasi dan publikasi, kebijakan dan peraturan, teknologi informasi, masyarakat, dan investasi.
()