Kebijakan BBM, Pemerintah tunggu petunjuk teknis
A
A
A
Sindonews.com - PT Pertamina (Persero) mengaku masih menunggu keputusan resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait aturan pengaturan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi.
"Loh perpresnya itu boleh naik boleh konversi tetapi kapannya belum ada," ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Djaelani Sutomo yang ditemui dalam acara Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta Selasa (14/2/2012).
Dirinya mengatakan pihaknya saat ini menunggu keputusan resmi dari Kementerian ESDM terkait petunjuk teknis pelaksanaan, apakah itu pembatasan BBM bersubsidi ataupun menaikkan harga BBM bersubsidi. "Kita nunggu resmi petunjuk teknisnya," singkatnya.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun mengatakan Pertamina siap melaksanakan apapun yang akan diputuskan oleh Menteri ESDM. Menurutnya, opsi-opsi pengendalian BBM bersubsidi sedang dibahas antara Pemerintah dan Komisi VII.
"Terkait insentif pemerintah untuk pengusaha SPBU proses pergantian (switching) dari premium menjadi pertamax hanya membutuhkan waktu sebentar. Insentif untuk investasi baru bisa sambil jalan," pungkasnya.
Sebagai informasi, kebijakan pemerintah untuk menjalankan kebijakan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap sekaligus dengan konversi ke Bahan Bakar Gas (BBG) serta kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran negara.
Kombinasi dua kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, yang terbit dan efektif berlaku pada 7 Februari lalu. Jenis BBM tertentu yang dimaksud adalah minyak tanah, bensin RON 88, dan solar.
"Harga jual per liter dari ketiga jenis BBM bersubsidi tersebut tetap atau belum berubah, yakni minyak tanah Rp2.500, bensin RON 88 Rp4.500, dan solar Rp4.500. Harga eceran tersebut sudah memperhitungkan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) lima persen," tulis Perpres tersebut.
"Loh perpresnya itu boleh naik boleh konversi tetapi kapannya belum ada," ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Djaelani Sutomo yang ditemui dalam acara Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta Selasa (14/2/2012).
Dirinya mengatakan pihaknya saat ini menunggu keputusan resmi dari Kementerian ESDM terkait petunjuk teknis pelaksanaan, apakah itu pembatasan BBM bersubsidi ataupun menaikkan harga BBM bersubsidi. "Kita nunggu resmi petunjuk teknisnya," singkatnya.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun mengatakan Pertamina siap melaksanakan apapun yang akan diputuskan oleh Menteri ESDM. Menurutnya, opsi-opsi pengendalian BBM bersubsidi sedang dibahas antara Pemerintah dan Komisi VII.
"Terkait insentif pemerintah untuk pengusaha SPBU proses pergantian (switching) dari premium menjadi pertamax hanya membutuhkan waktu sebentar. Insentif untuk investasi baru bisa sambil jalan," pungkasnya.
Sebagai informasi, kebijakan pemerintah untuk menjalankan kebijakan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap sekaligus dengan konversi ke Bahan Bakar Gas (BBG) serta kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran negara.
Kombinasi dua kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No 15/2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, yang terbit dan efektif berlaku pada 7 Februari lalu. Jenis BBM tertentu yang dimaksud adalah minyak tanah, bensin RON 88, dan solar.
"Harga jual per liter dari ketiga jenis BBM bersubsidi tersebut tetap atau belum berubah, yakni minyak tanah Rp2.500, bensin RON 88 Rp4.500, dan solar Rp4.500. Harga eceran tersebut sudah memperhitungkan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) lima persen," tulis Perpres tersebut.
()