Pengusaha kargo lokal terancam gulung tikar

Jum'at, 17 Februari 2012 - 13:44 WIB
Pengusaha kargo lokal terancam gulung tikar
Pengusaha kargo lokal terancam gulung tikar
A A A
Sindonews.com - Regulasi baru tentang pendirian perusahaan logistik, Peraturan Pemerintah (PP) No 8/2011 tentang angkutan multimoda, sangat memberatkan. Hal tersebut mengancam banyak pengusaha kargo di Sulsel gulung tikar.

Dalam PP No 8/2011 tentang angkutan multimoda itu disebutkan, perusahaan logistik lokal wajib bermodal minimal 80 ribu special drawing rights atau SDR. Jika dikonversi dalam rupiah, 80 ribu dolar Singapura setara dengan Rp1,2 miliar.

Sekretaris Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Sulsel Andi Maruddani Pangerang mengatakan, aturan tersebut mengancam pengusaha kargo lokal yang memiliki modal minim. “Akibat aturan ini, para pengusaha kargo lokal bermodal kecil terancam gulung tikar,” kata dia.

Dia mencontohkan, saat ini anggota Gafeksi Sulsel sebanyak 150 perusahaan. Jumlah tersebut terdiri atas jasa pengurusan transportasi (JPP) dan perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).

“Dalam aturan itu dijelaskan bahwa pengusaha JPP dan EMKL harus naik kelas menjadi perusahaan multimoda,” ujar dia.

Menurut dia, untuk naik kelas, modal yang harus disiapkan Rp1,2 miliar. Padahal berdasarkan data Gafeksi, 80 persen perusahaan kargo di Sulsel adalah JPP.

“Sisanya adalah EMKL. Untuk badan usaha ini bermodal rata-rata Rp200 juta, sedangkan untuk naik ke multimoda harus memiliki modal Rp1,2 miliar,” tutur Andi Maruddani. Selain itu, untuk menjadi perusahaan multimoda, persyaratannya sangat ketat. Selain modal besar, juga harus memiliki alat angkut dan bongkar muat minimal satu unit.

Dengan besarnya modal yang harus disiapkan, perusahaan kecil dan menengah dipastikan terancam gulung tikar. “Tentu yang akan masuk ke bisnis ini hanyalah perusahaan dengan modal besar,” ujar dia.

Selain itu, dengan terbukanya perdagangan bebas nanti, tidak menutup kemungkinan perusahaan logistik asing masuk ke Indonesia dan menguasai bisnis ini. “Perusahaan lokal akan tersingkir dan diganti perusahaan asing yang bermodal besar,” ungkap dia.

Berdasarkan hasil pertemuan pengurus Gafeksi dengan menteri terkait, pengusaha diberikan waktu lima tahun untuk menata perusahaannya agar layak naik kelas. “Jadi, aturan itu ditunda hingga lima tahun,”papar dia.

Sekretaris Indonesian National Shipowner Association (Insa) Sulsel Hamka juga mengakui aturan tersebut sangat menyulitkan. “Inilah liberalisasi ekonomi. Nanti, yang akan menguasai bisnis ini adalah pengusaha dalam negeri dan asing dengan modal besar,” kata Hamka.

Dia mengatakan, pemerintah seharusnya tidak membuat aturan tersebut karena rata-rata pengusaha kargo tidak memiliki modal sebesar itu. Namun dengan aturan tersebut, pengusaha baru yang akan masuk ke bisnis ini pasti akan mengurungkan niat mendirikan usaha.

“Sebelumnya untuk pendirian perusahaan kargo cukup Rp100 juta sampai Rp200 juta,” ujar dia. Padahal, prospek bisnis kargo dari tahun ke tahun makin menjanjikan seiring pertumbuhan ekonomi daerah ini.

Rata-rata 4.800 kontainer masuk ke Makassar per bulan. Jumlah tersebut terdiri atas kontainer ukuran 20 feet dan 40 feet. Tahun ini, arus kontainer diprediksi naik sekitar 15 persen.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha (Apindo) Sulsel La Tunreng mengatakan, jika aturan tersebut dipaksakan akan membunuh pengusaha kecil. Seharusnya sebelum aturan tersebut diberlakukan, pemerintah minta masukan dari dunia usaha. Dampaknya pasti akan terjadi perlambatan ekonomi karena banyak pengusaha baru yang membatalkan niat masuk ke bisnis ini. “Kalau sudah diberlakukan, tidak ada pilihan kecuali mengikuti aturan tersebut,” ujar dia.

Namun, konsekuensi yang harus ditanggung, pengusaha kecil akan tergulung dan bisnis ini akan dikuasai perusahaan besar. “Tentu saja risikonya akan dirasakan pemerintah dengan adanya aturan baru ini,” tandas dia. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6727 seconds (0.1#10.140)