Kereta api jadi tumpuan transportasi masa depan
A
A
A
Sindonews.com – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membentuk Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ). Otorita ini nantinya mengembangkan konsep moda transportasi massal berbasis rel.
Kebijakan ini sebagai langkah mengatasi kemacetan di Jabodetabek yang semakin parah dengan mengurangi penggunaan jalan sebagai media transportasi. Deputi Bidang Koordinator Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Luky Eko Wiryanto mengatakan, langkah penanganan transportasi Jabodetabek ini nantinya dituangkan dalam Rencana Induk Transportasi Perkotaan Jabodetabek (RITPJ) yang dijalankan OTJ.
Langkah penanganan transportasi Jabodetabek ini dilatarbelakangi oleh kondisi kemacetan di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat semakin parah. Nyaris tidak ada sisi ruas jalan bebas dari macet. Hal itu membuat pelayanan transportasi DKI Jakarta semakin buruk, karena ibu kota negara ini menjadi sasaran aktivitas masyarakat Jabodetabek.
”Sebelumnya pemprov ketiga provinsi ini telah membuat langkah-langkah penanganan transportasinya, tapi tidak membuahkan hasil maksimal,” kata Luky di sela-sela focus group discussion (FGD) Jabodetabek Urban Transportation Project Policy Integration (JUTPI) di Jakarta kemarin.
Maka itu, proyek ini tidak diserahkan kepada pemerintah daerah, tapi dipegang langsung oleh menteri. Di dalam OTJ ini terdapat unsur dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan pemda. Keterlibatan pemda sebagai pelaksana di masing-masing daerah.
Dia melanjutkan, pembentukan OTJ merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden dan rekomendasi rapat di Kantor Wakil Presiden. Kebijakan ini juga dilakukan oleh negara-negara maju lainnya. OTJ tengah menunggu peraturan presiden (perpres) untuk dapat segera bekerja tahun ini, sedangkan untuk masterplan telah diserahkan kepada Sekretaris Kabinet.
”Kami berharap OTJ ini dapat dilaksanakan tahun ini,” kata Luky. Dalam masterplan JUTPI ini terdapat 20 langkah penanganan transportasi di Jabodetabek. Semuanya dengan sistem transportasi terintegrasi dan tidak terpecah-pecah. Mengingat masyarakat yang beraktivitas di Jakarta ini lebih banyak bermukim di daerah penyangga. Pelaksanaannya dilakukan sampai pada 2030.Semua itu lebih berbasiskan pada bus rapid transit(BRT), mass rapid transit (MRT), kereta api commuter line.
”Pada 2014, perubahan signifikan transportasi massal ini sudah dapat dirasakan dan ditargetkan 2030 pelayanan transportasi publik di Jabodetabek dapat diatasi dengan baik,” sambungnya.
Pembangunan moda transportasi publik yang representatif ini untuk sebagai upaya memindahkan kebiasaan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi. ”Jika transportasi umum sudah nyaman dan murah, dengan sendirinya masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya,”sambungnya.
Korps Lalu Lintas Mabes Polri Kombes Pol Royke Lumowa menuturkan, selama ini polisi telah melakukan rekayasa lalu lintas untuk mengurai kemacetan ini, namun belum efektif.
”Di OTJ ini nanti terdapat unsur kepolisian. Tentu saja akan lebih memudahkan pekerjaan polisi melakukan penguraian kemacetan. Sebab, kemacetan di Jabodetabek ini tidak hanya ditangani Polda Metro Jaya, termasuk juga Polda Jawa Barat,” ungkap Royke.
Head of Communications Bureau PT MRT Jakarta Manpalagupta Sitorus menuturkan, pengembangan MRT di Jakarta nantinya dibangun di dua koridor lagi. Koridor itu menghubungkan selatan-utara (Lebak Bulus- Kampung Bandan) dan barat-timur (Balaraja– Cikarang). Sedangkan saat ini proyek pengerjaan untuk MRT tahap I (Lebak Bulus–Bundaran HI) memiliki panjang 15,7 km dengan 13 stasiun.
Di antaranya tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah. Proyek MRT tahap I ditargetkan mulai ground breaking pada April atau Mei mendatang. Diharapkan MRT dapat beroperasi dan melayani masyarakat pada akhir tahun 2016.
”Dan untuk memaksimalkan manfaatnya MRT Jakarta, rencananya akan disinergikan dan diintegrasikan dengan moda transportasi lain baik yang berbasis rel (commuter line dan loopline) serta yang berbasis jalan seperti busway,” jelasnya.
Kebijakan ini sebagai langkah mengatasi kemacetan di Jabodetabek yang semakin parah dengan mengurangi penggunaan jalan sebagai media transportasi. Deputi Bidang Koordinator Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Luky Eko Wiryanto mengatakan, langkah penanganan transportasi Jabodetabek ini nantinya dituangkan dalam Rencana Induk Transportasi Perkotaan Jabodetabek (RITPJ) yang dijalankan OTJ.
Langkah penanganan transportasi Jabodetabek ini dilatarbelakangi oleh kondisi kemacetan di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat semakin parah. Nyaris tidak ada sisi ruas jalan bebas dari macet. Hal itu membuat pelayanan transportasi DKI Jakarta semakin buruk, karena ibu kota negara ini menjadi sasaran aktivitas masyarakat Jabodetabek.
”Sebelumnya pemprov ketiga provinsi ini telah membuat langkah-langkah penanganan transportasinya, tapi tidak membuahkan hasil maksimal,” kata Luky di sela-sela focus group discussion (FGD) Jabodetabek Urban Transportation Project Policy Integration (JUTPI) di Jakarta kemarin.
Maka itu, proyek ini tidak diserahkan kepada pemerintah daerah, tapi dipegang langsung oleh menteri. Di dalam OTJ ini terdapat unsur dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan pemda. Keterlibatan pemda sebagai pelaksana di masing-masing daerah.
Dia melanjutkan, pembentukan OTJ merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden dan rekomendasi rapat di Kantor Wakil Presiden. Kebijakan ini juga dilakukan oleh negara-negara maju lainnya. OTJ tengah menunggu peraturan presiden (perpres) untuk dapat segera bekerja tahun ini, sedangkan untuk masterplan telah diserahkan kepada Sekretaris Kabinet.
”Kami berharap OTJ ini dapat dilaksanakan tahun ini,” kata Luky. Dalam masterplan JUTPI ini terdapat 20 langkah penanganan transportasi di Jabodetabek. Semuanya dengan sistem transportasi terintegrasi dan tidak terpecah-pecah. Mengingat masyarakat yang beraktivitas di Jakarta ini lebih banyak bermukim di daerah penyangga. Pelaksanaannya dilakukan sampai pada 2030.Semua itu lebih berbasiskan pada bus rapid transit(BRT), mass rapid transit (MRT), kereta api commuter line.
”Pada 2014, perubahan signifikan transportasi massal ini sudah dapat dirasakan dan ditargetkan 2030 pelayanan transportasi publik di Jabodetabek dapat diatasi dengan baik,” sambungnya.
Pembangunan moda transportasi publik yang representatif ini untuk sebagai upaya memindahkan kebiasaan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi. ”Jika transportasi umum sudah nyaman dan murah, dengan sendirinya masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya,”sambungnya.
Korps Lalu Lintas Mabes Polri Kombes Pol Royke Lumowa menuturkan, selama ini polisi telah melakukan rekayasa lalu lintas untuk mengurai kemacetan ini, namun belum efektif.
”Di OTJ ini nanti terdapat unsur kepolisian. Tentu saja akan lebih memudahkan pekerjaan polisi melakukan penguraian kemacetan. Sebab, kemacetan di Jabodetabek ini tidak hanya ditangani Polda Metro Jaya, termasuk juga Polda Jawa Barat,” ungkap Royke.
Head of Communications Bureau PT MRT Jakarta Manpalagupta Sitorus menuturkan, pengembangan MRT di Jakarta nantinya dibangun di dua koridor lagi. Koridor itu menghubungkan selatan-utara (Lebak Bulus- Kampung Bandan) dan barat-timur (Balaraja– Cikarang). Sedangkan saat ini proyek pengerjaan untuk MRT tahap I (Lebak Bulus–Bundaran HI) memiliki panjang 15,7 km dengan 13 stasiun.
Di antaranya tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah. Proyek MRT tahap I ditargetkan mulai ground breaking pada April atau Mei mendatang. Diharapkan MRT dapat beroperasi dan melayani masyarakat pada akhir tahun 2016.
”Dan untuk memaksimalkan manfaatnya MRT Jakarta, rencananya akan disinergikan dan diintegrasikan dengan moda transportasi lain baik yang berbasis rel (commuter line dan loopline) serta yang berbasis jalan seperti busway,” jelasnya.
()