Angkutan umum belum jadi pilihan utama
A
A
A
Sindonews.com – Moda transportasi massal yang dikembangkan di Jakarta belum berhasil menekan angka kemacetan. Masih banyak kendala agar transportasi massal itu menjadi pilihan utama warga. Angkutan massal yang dikembangkan berupa bus rapid transit (BRT) dengan bus Transjakarta, kereta api (KA) Jabodetabek dengan KA Commuter Line, dan menyusul nanti mass rapid transit (MRT).
Untuk bus Transjakarta, saat ini belum dapat menjaga waktu kedatangan bus di setiap halte. Terganggunya ketepatan kedatangan bus karena busway kerap diserobot kendaraan lain. Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta Muhammad Akbar mengatakan, pihaknya tidak dapat berbuat banyak dalam menjaga kesterilan busway dari kendaraan lain.
”Kami berusaha untuk menjaga jalur kami tidak dilewati kendaraan lain dengan meletakkan portal di beberapa jalur.Portal ini dijaga oleh petugas untuk mengawasi jalur,” kata Akbar kemarin.
Akbar menilai masih banyaknya kendaraan masuk busway karena sanksi yang dikenakan belum memberikan efek jera. ”Kami tidak tahu kenapa masyarakat ini masih berani masuk ke dalam busway, padahal aparat kepolisian telah menilang mereka,”sambungnya. Hingga saat ini, angkutan itu telah melayani 11 koridor dengan jumlah armada 567 unit.
Akbar melanjutkan, armadanya juga kesulitan menjaga headway karena harus keluar jalur ketika mengisi stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Keberadaan SPBG yang terbatas membuat armada harus meninggalkan jalur selama dua jam.Waktu selama ini juga mengganggu kelancaran layanan. Kereta Api commuter line pun tidak luput dari sejumlah persoalan.
Kepala Humas KA Daop I Mateta Rizalulhaq menuturkan, pihaknya sampai saat ini belum bisa memastikan kereta bebas dari penumpang berada di atas atap. Sejumlah langkah penertiban dilakukan, seperti membuat bola bandul, pintu koboi, penyemprotan penumpang.
Namun, cara-cara tersebut terbukti belum efektif membebaskan atap kereta dari penumpang. ”Perilaku masyarakat kita masih saja ingin berada di atas atap kereta api, padahal ancaman risiko keselamatan nyawa mereka sangat tinggi,”kata Mateta.
Gangguan lainnya, headway kedatangan terganggu akibat dirusaknya alat pengantar sinyal KA. Rusaknya sinyal ini membuat kedatangan KA terlambat satu jam. Keterlambatan satu jam ini akan berantai terhadap keberangkatan kereta selanjutnya.
”Gangguan lingkungan dihadapi layanan KA dipicu perilaku iseng masyarakat. Bahkan, ada juga berani mencuri alat penangkal petir kereta. Kehilangan alat penangkal petir ini membuat keselamatan kereta dan penumpangnya terancam, terutama saat hujan disertai petir. Kereta bisa terbakar dan penumpang tersetrum. Mujur belum ada kereta terbakar akibat kehilangan alat penangkal petir ini,” tandas Mateta.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menuturkan,kondisi transportasi Jabodetabek belum sebagus transportasi metropolitan di negara lain.
Hal disebabkan jarak tempuh di beberapa ruas jauh menurun dibandingkan beberapa tahun lalu. Seperti jarak tempuh Pasar Minggu–Manggarai pada 2010 hanya dapat ditempuh 7 km/ jam.
Dibandingkan dengan 1985, jarak tempuh untuk rute ini bisa 25 km/jam. Sementara pada 2002, kecepatan mengalami penurunan menjadi 16 km/jam. Di jurusan lain, Cilandak– Monas, pada 1985 bisa ditempuh dengan 24 km/jam, 2002 berkurang lagi menjadi 18 km/jam, dan 2010 kembali menurun menjadi 9 km/jam.
Dibandingkan dengan Bangkok, jarak tempuh kendaraan sudah bisa di atas 15 km/jam. Jarak tempuh ini berubah setelah pemerintah di negara itu melakukan perubahan kebijakan transportasi sejak 10 tahun silam. Kala itu, jarak tempuh kendaraannya hanya 10 km/ jam. Untuk meningkatkan pelayanan transportasi publik di Ibu Kota, Danang mengusulkan jumlah moda transportasi umum harus 40–50 persen dari kendaraan pribadi.Saat di Jakarta, rasio perbandingan angkutan umum dua persen dengan kendaraan pribadi 98 persen.
”Upaya peningkatan itu harus menambah armada angkutan umum, bukan menghentikan penjualan atau produksi angkutan pribadi,” tuturnya. Pembatasan kendaraan pribadi setiap perjalanan itu dengan mengurangi penggunaannya. Langkahnya, pemerintah menyediakan transportasi massal yang representatif. Masyarakat cukup menggunakan kendaraan pribadi dari rumah menuju stasiun kereta api atau halte busway.
Kendaraan itu kemudian diparkirkan di park and ride dan masyarakat naik transportasi umum untuk mencapai tujuan. Diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membentuk Otorita Transportasi Jabodetabek.
Otorita ini nantinya mengembangkan konsep moda transportasi massal berbasis rel.Kebijakan ini sebagai langkah mengatasi kemacetan di Jabodetabek yang semakin parah dengan mengurangi penggunaan jalan sebagai media transportasi.
Untuk bus Transjakarta, saat ini belum dapat menjaga waktu kedatangan bus di setiap halte. Terganggunya ketepatan kedatangan bus karena busway kerap diserobot kendaraan lain. Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta Muhammad Akbar mengatakan, pihaknya tidak dapat berbuat banyak dalam menjaga kesterilan busway dari kendaraan lain.
”Kami berusaha untuk menjaga jalur kami tidak dilewati kendaraan lain dengan meletakkan portal di beberapa jalur.Portal ini dijaga oleh petugas untuk mengawasi jalur,” kata Akbar kemarin.
Akbar menilai masih banyaknya kendaraan masuk busway karena sanksi yang dikenakan belum memberikan efek jera. ”Kami tidak tahu kenapa masyarakat ini masih berani masuk ke dalam busway, padahal aparat kepolisian telah menilang mereka,”sambungnya. Hingga saat ini, angkutan itu telah melayani 11 koridor dengan jumlah armada 567 unit.
Akbar melanjutkan, armadanya juga kesulitan menjaga headway karena harus keluar jalur ketika mengisi stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Keberadaan SPBG yang terbatas membuat armada harus meninggalkan jalur selama dua jam.Waktu selama ini juga mengganggu kelancaran layanan. Kereta Api commuter line pun tidak luput dari sejumlah persoalan.
Kepala Humas KA Daop I Mateta Rizalulhaq menuturkan, pihaknya sampai saat ini belum bisa memastikan kereta bebas dari penumpang berada di atas atap. Sejumlah langkah penertiban dilakukan, seperti membuat bola bandul, pintu koboi, penyemprotan penumpang.
Namun, cara-cara tersebut terbukti belum efektif membebaskan atap kereta dari penumpang. ”Perilaku masyarakat kita masih saja ingin berada di atas atap kereta api, padahal ancaman risiko keselamatan nyawa mereka sangat tinggi,”kata Mateta.
Gangguan lainnya, headway kedatangan terganggu akibat dirusaknya alat pengantar sinyal KA. Rusaknya sinyal ini membuat kedatangan KA terlambat satu jam. Keterlambatan satu jam ini akan berantai terhadap keberangkatan kereta selanjutnya.
”Gangguan lingkungan dihadapi layanan KA dipicu perilaku iseng masyarakat. Bahkan, ada juga berani mencuri alat penangkal petir kereta. Kehilangan alat penangkal petir ini membuat keselamatan kereta dan penumpangnya terancam, terutama saat hujan disertai petir. Kereta bisa terbakar dan penumpang tersetrum. Mujur belum ada kereta terbakar akibat kehilangan alat penangkal petir ini,” tandas Mateta.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menuturkan,kondisi transportasi Jabodetabek belum sebagus transportasi metropolitan di negara lain.
Hal disebabkan jarak tempuh di beberapa ruas jauh menurun dibandingkan beberapa tahun lalu. Seperti jarak tempuh Pasar Minggu–Manggarai pada 2010 hanya dapat ditempuh 7 km/ jam.
Dibandingkan dengan 1985, jarak tempuh untuk rute ini bisa 25 km/jam. Sementara pada 2002, kecepatan mengalami penurunan menjadi 16 km/jam. Di jurusan lain, Cilandak– Monas, pada 1985 bisa ditempuh dengan 24 km/jam, 2002 berkurang lagi menjadi 18 km/jam, dan 2010 kembali menurun menjadi 9 km/jam.
Dibandingkan dengan Bangkok, jarak tempuh kendaraan sudah bisa di atas 15 km/jam. Jarak tempuh ini berubah setelah pemerintah di negara itu melakukan perubahan kebijakan transportasi sejak 10 tahun silam. Kala itu, jarak tempuh kendaraannya hanya 10 km/ jam. Untuk meningkatkan pelayanan transportasi publik di Ibu Kota, Danang mengusulkan jumlah moda transportasi umum harus 40–50 persen dari kendaraan pribadi.Saat di Jakarta, rasio perbandingan angkutan umum dua persen dengan kendaraan pribadi 98 persen.
”Upaya peningkatan itu harus menambah armada angkutan umum, bukan menghentikan penjualan atau produksi angkutan pribadi,” tuturnya. Pembatasan kendaraan pribadi setiap perjalanan itu dengan mengurangi penggunaannya. Langkahnya, pemerintah menyediakan transportasi massal yang representatif. Masyarakat cukup menggunakan kendaraan pribadi dari rumah menuju stasiun kereta api atau halte busway.
Kendaraan itu kemudian diparkirkan di park and ride dan masyarakat naik transportasi umum untuk mencapai tujuan. Diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membentuk Otorita Transportasi Jabodetabek.
Otorita ini nantinya mengembangkan konsep moda transportasi massal berbasis rel.Kebijakan ini sebagai langkah mengatasi kemacetan di Jabodetabek yang semakin parah dengan mengurangi penggunaan jalan sebagai media transportasi.
()