Februari, manufaktur China alami kontraksi

Kamis, 23 Februari 2012 - 09:23 WIB
Februari, manufaktur...
Februari, manufaktur China alami kontraksi
A A A
Sindonews.com – Hong Kong and Shanghai Bank Corporation (HSBC) menyatakan, aktivitas manufaktur China kembali mengalami kontraksi pada Februari.

Hal tersebut disebabkan lemahnya permintaan ekspor karena krisis utang zona euro dan lambatnya ekonomi Amerika Serikat (AS). Indeks belanja manajer yang dirilis HSBC kemarin berada di level 49,7 di mana merupakan level tertinggi dalam empat bulan.

Namun angka tersebut tetap berada di bawah 50 yang menandakan terjadinya penurunan aktivitas manufaktur. Namun, indeks bulan lalu lebih baik dibanding Januari yang hanya 48,8. HSBC akan merilis pembacaan terakhir pada awal bulan depan.

“Dengan rebound yang tidak terlihat di permintaan domestik, kelemahan eksternal mulai dirasakan, hal tersebut menambah risiko penurunan lebih terhadap pertumbuhan,” ujar Kepala Ekonom HSBC Qu Hongbin seperti dilansir AFP, kemarin.

Qu mendesak Pemerintah China meningkatkan upaya guna mengurangi pembatasan kredit dengan menaikkan pinjaman serta memacu kegiatan ekspor yang akan mendorong perekonomian Negeri Panda tersebut. Sebelumnya, Bank Sentral China (People’s Bank of China/ PBOC) telah memangkas rasio persyaratan cadangan sebesar 0,50 persen bagi perbankan Beijing yang secara efektif akan meningkatkan jumlah uang yang dapat dipinjamkan.

Hal tersebut dilakukan PBOC untuk kedua kalinya dalam tiga bulan. Ekonomi tahunan negara terbesar kedua di dunia tersebut hanya mengalamiekspansisebesar 9,2 persen pada 2011, dibandingkan 2010 sebesar 10,4 persen.

Analis memprediksikan, Beijing akan kembali mengalami penurunan ekonomi pada tahun ini. Sementara itu, Pemerintah China telah berjanji menyesuaikan dan menyempurnakan kebijakan ekonomi untuk mencegah penurunan tajam yang dapat memicu kehilangan lapangan pekerjaan di sektor manufaktur sehingga menimbulkan kerusuhan sosial.

Akan tetapi, para pembuat kebijakan negara tersebut kemungkinan akan bergerak perlahan karena khawatir kembali mengalami inflasi seperti Juli tahun lalu sebesar 6,5 persen yang disertai tingginya harga properti.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7572 seconds (0.1#10.140)