Subsidi tetap lebih aman
A
A
A
Sindonews.com – Opsi pemberian subsidi tetap Rp2.000 per liter untuk bahan bakar minyak (BBM) dinilai lebih aman bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pemerintah dinilai lebih baik menetapkan besaran subsidi BBM secara tetap dibanding menaikkan harga Rp1.500 menjadi Rp6.000 per liter. ”Waktu jadi Ketua Badan Anggaran dulu, saya usulkan begitu juga. Subsidi tetap saja 30 persen dari harga keekonomian, tetapi waktu itu pemerintah tidak setuju,” ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, kemarin.
Dia menilai, dengan memberikan subsidi tetap, harga BBM di pasar akan berfluktuasi setiap waktu sehingga masyarakat akan terbiasa.Jika harga minyak mentah Indonesia naik, maka BBM juga naik. Jika ICP turun,harga BBM ikut turun. Dengan aturan permanen tersebut, tingkat kemiskinan dan inflasi lebih terjaga.
Dengan menerapkan pola subsidi BBM tetap sebesar Rp2.000 per liter di tingkat harga berapa pun, pemerintah juga tidak akan terlalu sering membongkar pasang APBN seperti saat ini. ”APBN tidak akan terganggu, begitu kuota habis, maka tidak boleh ada lagi penambahan. Tinggal mengikuti besaran subsidi saja,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Seperti diketahui, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa 28 Februari 2012, pemerintah mengusulkan dua opsi kenaikan harga BBM. Opsi pertama, pemerintah akan menaikkan harga jual BBM bersubsidi sebesar Rp1.500 per liter. Dengan demikian, harga premium dan solar akan naik dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter. Adapun, opsi kedua, pemerintah memberikan subsidi tetap sebesar Rp2.000 per liter untuk premium dan solar.
Pada opsi ini, lantaran besaran subsidi dipatok, harga BBM bisa berfluktuasi sesuai kenaikan harga minyak dunia. Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa 28 Februari 2012, cenderung memilih penetapan subsidi tetap sebesar Rp2.000 dibandingkan kenaikan harga Rp1.500 per liter untuk premium dan solar.
”Subsidi tetap Rp2.000 akan menambah kemiskinan 1,15 persen. Kalau BBM naik, pertambahannya 1,4 persen,” ujar Evita. Sementara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan, saat ini pemerintah sedang membahas agar kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan harga BBM tidak mengerucut bersamaan sehingga tidak membebani masyarakat.“Meski, undang-undang sudah mengharuskan TDL naik,” katanya di Jakarta, kemarin.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto juga mendukung kedua kebijakan itu tidak dilakukan secara bersamaan. Dia menyarankan agar kenaikan harga BBM dilakukan terlebih dahulu karena pendistribusian subsidi listrik lebih tepat sasaran dibandingkan subsidi BBM. Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, Dewan lebih mendukung jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi terlebih dahulu dibandingkan tarif listrik.
Alasannya, BBM menyangkut aspek masyarakat luas dan subsidi yang paling besar pun saat ini diserap untuk subsidi bahan bakar minyak. Jika harga BBM dinaikkan, potensi penghematan subsidi akan lebih besar. Di sisi lain, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) saat ini sedang menyiapkan tim antisipasi kenaikan BBM bersubsidi agar tidak terjadi penyelewengan.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan pilihan lebih rasional ketimbang melakukan pembatasan.
Pemerintah dinilai lebih baik menetapkan besaran subsidi BBM secara tetap dibanding menaikkan harga Rp1.500 menjadi Rp6.000 per liter. ”Waktu jadi Ketua Badan Anggaran dulu, saya usulkan begitu juga. Subsidi tetap saja 30 persen dari harga keekonomian, tetapi waktu itu pemerintah tidak setuju,” ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, kemarin.
Dia menilai, dengan memberikan subsidi tetap, harga BBM di pasar akan berfluktuasi setiap waktu sehingga masyarakat akan terbiasa.Jika harga minyak mentah Indonesia naik, maka BBM juga naik. Jika ICP turun,harga BBM ikut turun. Dengan aturan permanen tersebut, tingkat kemiskinan dan inflasi lebih terjaga.
Dengan menerapkan pola subsidi BBM tetap sebesar Rp2.000 per liter di tingkat harga berapa pun, pemerintah juga tidak akan terlalu sering membongkar pasang APBN seperti saat ini. ”APBN tidak akan terganggu, begitu kuota habis, maka tidak boleh ada lagi penambahan. Tinggal mengikuti besaran subsidi saja,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Seperti diketahui, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa 28 Februari 2012, pemerintah mengusulkan dua opsi kenaikan harga BBM. Opsi pertama, pemerintah akan menaikkan harga jual BBM bersubsidi sebesar Rp1.500 per liter. Dengan demikian, harga premium dan solar akan naik dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter. Adapun, opsi kedua, pemerintah memberikan subsidi tetap sebesar Rp2.000 per liter untuk premium dan solar.
Pada opsi ini, lantaran besaran subsidi dipatok, harga BBM bisa berfluktuasi sesuai kenaikan harga minyak dunia. Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa 28 Februari 2012, cenderung memilih penetapan subsidi tetap sebesar Rp2.000 dibandingkan kenaikan harga Rp1.500 per liter untuk premium dan solar.
”Subsidi tetap Rp2.000 akan menambah kemiskinan 1,15 persen. Kalau BBM naik, pertambahannya 1,4 persen,” ujar Evita. Sementara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan, saat ini pemerintah sedang membahas agar kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan harga BBM tidak mengerucut bersamaan sehingga tidak membebani masyarakat.“Meski, undang-undang sudah mengharuskan TDL naik,” katanya di Jakarta, kemarin.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto juga mendukung kedua kebijakan itu tidak dilakukan secara bersamaan. Dia menyarankan agar kenaikan harga BBM dilakukan terlebih dahulu karena pendistribusian subsidi listrik lebih tepat sasaran dibandingkan subsidi BBM. Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, Dewan lebih mendukung jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi terlebih dahulu dibandingkan tarif listrik.
Alasannya, BBM menyangkut aspek masyarakat luas dan subsidi yang paling besar pun saat ini diserap untuk subsidi bahan bakar minyak. Jika harga BBM dinaikkan, potensi penghematan subsidi akan lebih besar. Di sisi lain, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) saat ini sedang menyiapkan tim antisipasi kenaikan BBM bersubsidi agar tidak terjadi penyelewengan.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan pilihan lebih rasional ketimbang melakukan pembatasan.
()