Pemberlakuan sertifikasi ISPO diikuti sanksi berat

Kamis, 01 Maret 2012 - 09:45 WIB
Pemberlakuan sertifikasi...
Pemberlakuan sertifikasi ISPO diikuti sanksi berat
A A A
Sindonews.com - Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menegaskan, pemberlakuan sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) terhadap perusahaan perkebunan sawit akan diikuti dengan pemberian penghargaan dan sanksi.

Hukuman terberat bagi mereka yang tidak memenuhi aturan ISPO adalah menutup perusahaan yang bersangkutan. “Kita tegaskan ada reward and punishment (penghargaan dan sanksi).Reward bisa insentif dan punishment-nya kita akan tutup perusahaan yang tidak memenuhi aturan ISPO,” tutur Rusman dalam konferensi pers setelah bertemu delegasi Uni Eropa, United Kingdom Department of International Development, dan WWF di Jakarta kemarin.

Rusman memastikan sertifikasi ISPO ini wajib bagi seluruh perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Indonesia. Penilaian untuk sertifikasi juga akan dilakukan secara menyeluruh, baik aspek lingkungan,ekonomi, maupun sosial. Aspek sosial harus dinilai untuk melihat sejauh mana perusahaan yang bersangkutan berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitarnya.

Mantan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut juga memastikan bahwa sertifikasi ISPO akan dilakukan oleh komite khusus yang diisi orangorang independen dan kompeten di bidangnya. Seperti diketahui, awal bulan ini, Menteri Pertanian Suswono mengatakan bahwa sertifikasi ISPO akan dimulai Maret mendatang. Dengan demikian, diharapkan pada Desember nanti seluruh perusahaan sawit telah memiliki sertifikasi tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.7 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, perusahaan sawit yang dapat mengajukan permohonan sertifikat ISPO harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah mereka yang sudah mendapat penilaian sebagai kebun kelas 1,kelas 2,dan kelas 3.“Ini bukan merupakan penawaran bahwa perusahaan mau masuk enggak. Ini adalah kewajiban. Kita tidak akan menunggu untuk menawarkan tetapi sifatnya wajib, setiap perusahaan akan dievaluasi,” papar Rusman.

Lebih lanjut,Rusman mengungkapkan pemerintah akan melakukan sosialisasi sertifikasi ISPO di seluruh wilayah Indonesia maupun di luar negeri, terutama di negara-negara yang menjadi pasar terbesar minyak sawit Indonesia seperti China dan India. “Kami berencana ke Uni Eropa seperti ke Jerman, juga ke Bangladesh, China, dan India, ”imbuhnya.

Sertifikasi ini dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk pembenahan diri pemerintah setelah adanya pemboikotan Amerika Serikat (AS) serta tekanan dari Uni Eropa terhadap produk minyak sawit Indonesia. Sebagai catatan, AS memboikot CPO Indonesia dan turunannya per 28 Januari. Total ekspor Indonesia ke AS memang kecil, tapi status AS sebagai negara adidaya dikhawatirkan bakal memengaruhi negara lain.

Sebagai catatan, total ekspor CPO Indonesia ke AS pada tahun 2010 hanya 172.200 ton.Pasar terbesar bagi CPO Indonesia saat ini adalah India, China, dan Uni Eropa.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Julian Wilson mengungkapkan, Uni Eropa tidak melarang ekspor minyak sawit Indonesia. Julian menegaskan, Eropa menyukai produk sawit Indonesia tapi dia berharap Indonesia mampu mengendalikan dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat industri kelapa sawitnya.

“Kami adalah salah satu pasar terbesar minyak sawit Indonesia. Jika kami melarang sawit Indonesia lalu mengapa angka ekspor sawit Indonesia terus menunjukkan kenaikan. Dalam satu tahun bahkan naik 20 persen,” papar Julian.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0512 seconds (0.1#10.140)