BLT alat peredam kemarahan rakyat
A
A
A
Sindonews.com - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjadi alat peredam kemarahan masyarakat yang menolak rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Peneliti LSI, Adjie Alfaraby, mengatakan 69,64 persen masyarakat menyetujui apabila pemerintah mengeluarkan program BLT saat menaikkan harga BBM.
"Bagi Demokrat dan SBY, kekecewaan publik atas naiknya BBM hanya bisa dinetralkan oleh BLT," kata Adjie dalam siarap pers BBM, BLT, dan Efek Elektoralnya di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Utara, Minggu (11/3/2012).
Menurut Adjie, mengeluarkan program BLT setelah harga BBM naik akan menjadi berkah politik badi Prediden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat. Dia memperkirakan dukungan terhadap mereka bisa menjulang seperti yang dialami pada Pemilu 2009. "Apalagi jika harga BBM sempat turun lagi sebelum 2014," kata Adjie.
Adjie menyebut ada political game (permainan politik) yang seru dibalik program BBM dan BLT. Dia mengatakan kebijakan BBM dan BLT berkaitan sangat erat dengan politik pencitraan. "Naik turunnya harga BBM serta BLT berhungungan dengan dukungan atau penolakan mayoritas pemilih," terang Adjie.
LSI sendiri sudah tiga kali membuat survei opini masyarakat mensikapi kenaikan BBM, menjelang kebijakan tersebut diberlakukan. Survei tersebut diadakan pada 2005, 2008 dan 2008.
Dari tiga survei tersebut, penolakan terhadap kebijakan menaikkan BBM selalu di atas 70 persen. Pada 2005, ada 82.3 persen masyarakat menolak, 2008, ada 75,1 persen, sedangkan 2012 melonjak hingga 86,60 persen.
"Bagi Demokrat dan SBY, kekecewaan publik atas naiknya BBM hanya bisa dinetralkan oleh BLT," kata Adjie dalam siarap pers BBM, BLT, dan Efek Elektoralnya di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Utara, Minggu (11/3/2012).
Menurut Adjie, mengeluarkan program BLT setelah harga BBM naik akan menjadi berkah politik badi Prediden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat. Dia memperkirakan dukungan terhadap mereka bisa menjulang seperti yang dialami pada Pemilu 2009. "Apalagi jika harga BBM sempat turun lagi sebelum 2014," kata Adjie.
Adjie menyebut ada political game (permainan politik) yang seru dibalik program BBM dan BLT. Dia mengatakan kebijakan BBM dan BLT berkaitan sangat erat dengan politik pencitraan. "Naik turunnya harga BBM serta BLT berhungungan dengan dukungan atau penolakan mayoritas pemilih," terang Adjie.
LSI sendiri sudah tiga kali membuat survei opini masyarakat mensikapi kenaikan BBM, menjelang kebijakan tersebut diberlakukan. Survei tersebut diadakan pada 2005, 2008 dan 2008.
Dari tiga survei tersebut, penolakan terhadap kebijakan menaikkan BBM selalu di atas 70 persen. Pada 2005, ada 82.3 persen masyarakat menolak, 2008, ada 75,1 persen, sedangkan 2012 melonjak hingga 86,60 persen.
()