Meraup omzet ratusan juta dari bisnis batu onyx

Rabu, 14 Maret 2012 - 09:18 WIB
Meraup omzet ratusan...
Meraup omzet ratusan juta dari bisnis batu onyx
A A A
Sindonews.com - Keunikan produk kerajinan dari batu onyx dan marmer telah membawa Komsatun berpromosi hingga Timur Tengah. Produk kreatif dari batu alam ini dikagumi lantaran unik dan jenisnya variatif. Wirausaha telah menjadi pilihan Komsatun selama puluhan tahun.

Semula, wanita yang berdomisili di Tulungagung, Jawa Timur, ini menjalankan bisnis angkutan umum bersama suaminya, Nurudin. Namun, krisis moneter pada 1990-an melambungkan harga-harga komoditas, termasuk ban mobil dan suku cadang kendaraan lainnya.

“Sejak itu, kami memutuskan banting setir ke wirausaha kerajinan batu alam. Kami memulai dari nol,” ujar Komsatun saat mengikuti pameran Adikriya Indonesia 2012 yang digelar Bank Rakyat Indonesia (BANK BRI) di Jakarta Convention Center (JCC),7–11 Maret 2012 lalu.

Saat itu sebagai pemain baru dalam bisnis kerajinan batu alam, Komsatun dan suami tidak serta-merta memproduksi kerajinan batu alam. Mereka terlebih dahulu mengamati dan mempelajari proses pembuatannya di desa tetangga yang merupakan lokasi produksi kerajinan batu alam dengan bahan baku utama batu onyx dan marmer.

Sembari belajar, Komsatun membeli beberapa produk kerajinan dari batu onyx dan marmer untuk dijual kembali di toko kecil-kecilan di rumahnya. “Ternyata peminatnya banyak. Akhirnya terpikir ingin memproduksi sendiri,” ucap wanita berjilbab itu.

Setahun berbisnis jual-beli kerajinan batu onyx dan marmer, Komsatun mulai mencoba memproduksi sendiri produk sejenis di bawah bendera usaha “Duta Usaha Onyx” yang berlokasi di Desa Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur.

Bahan baku batu onyx didatangkan dari Bawean, sedangkan marmer didapat dari wilayah terdekat seperti Bojonegoro, Pacitan, dan Trenggalek. Untuk membantu proses produksi, Komsatun mempekerjakan puluhan karyawan dan pekerja terampil di bidang memahat dan mematung. Satu per satu produk kerajinan dari batu onyx dan marmer pun tercipta. “Produk perdana kami jenisnya meja-meja batu onyx dan vas,” sebutnya.

Proses pembuatan produk kerajinan batu onyx cukup lama. Awalnya,bongkahan besar batu onyx dengan berat sekitar 5 ton dipotong-potong sesuai pesanan. Selanjutnya, potongan batu dibubut, lalu dibentuk. Setelah berbentuk, misalnya bentuk meja, dilakukan pemolesan atau pengampelasan sampai lima kali hingga tekstur batu menjadi halus dan berkilap. Hasil akhirnya adalah meja batu onyx yang artistik.

“Selain meja dan vas, kami terus menambah variasi jenis dan model produk kerajinan batu onyx dan marmer hingga mencapai seratusan,” bebernya.

Untuk batu onyx, produknya antara lain meja, vas bunga, aneka patung, pilar, gentong, toples, gelas, tempat abu, dan telur imitasi. Keunikan lain dari batu onyx adalah tembus cahaya sehingga bisa dipakai untuk lampu. Warna cahaya yang keluar menyesuaikan dengan warna bola lampu yang dipasang di dalamnya, tapi mampu membangun nuansa lebih artistik. Modelnya pun macam-macam, di antaranya lampu jamur, lampu monalisa, lampu bokor, lampu tiang baskom, lampu telur, lampu model guci.

Adapun batu marmer lazim dipakai untuk produk wastafel dan lantai. Namun, variasi produknya tak kalah dari batu onyx. Mulai yang berukuran besar seperti pilar dan air mancur hingga yang kecil seperti piring, piala, catur, book holder, patung wisuda, piring, tempat tumbuk obat, tempat lilin.

Marmer warna krem paling sering digunakan, kecuali untuk air mancur dekoratif memakai marmer hitam. Lainnya adalah marmer merah dan marmer abu-abu. Harga produk kerajinan batu onyx dan marmer tersebut bervariasi, mulai Rp6.000 untuk telur imitasi hingga yang termahal meja seharga Rp6 juta.

Dengan produk yang beragam itu, Komsatun dan suaminya mulai aktif berpromosi dan mengikuti berbagai pameran. Selain di Jakarta dan Bali, Komsatun juga berkesempatan mengikuti pameran di Dubai dan Malaysia pada awal 2000. “Pengunjung pameran banyak yang berminat, sampai-sampai vas dan meja yang sedikit retak saja dibeli saking senangnya,” tuturnya.

Dalam memasarkan produk, Komsatun memberi keleluasaan kepada konsumen atau calon pembeli. Konsumen bisa membeli langsung secara eceran maupun grosir atau melakukan pemesanan lewat telepon dan e-mail dengan bentuk dan ukuran produk yang dikehendaki. Sejak 2006 Komsatun memasang foto-foto produk dan deskripsinya di website.

Menurut Komsatun, pelanggan yang paling sering memesan produk umumnya berasal dari Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta. Sesekali ia juga menerima pesanan dari luar Pulau Jawa seperti Palembang, Pekanbaru, Bali. Tak hanya berkisar secara lokal, kesempatan ekspor pun pernah dicicipinya pada periode 2005–2008. Saat itu, ia mengirim sejumlah produk ke Australia dan Jerman atas pesanan warga setempat yang tengah bekerja di Indonesia.

“Sayangnya setelah krisis 2008, pesanan dari luar negeri ikut terhenti. Sekarang saya ingin untuk ekspor lagi,” ucapnya.
Krisis juga diakui Komsatun menyebabkan menyusutnya pemesanan produk. Dulu sebelum krisis 2008, showroom “Duta Usaha Onyx” bisa didatangi 3–4 turis asing per minggu. Mereka biasanya diantar pemandu lokal dan terkadang langsung memborong beberapa produk untuk minta dikirim ke kota tertentu seperti Semarang dan Bali.

Namun, pasca krisis 2008, nyaris tak ada lagi turis yang datang. Praktis Komsatun pun mengandalkan pembeli dan pemesan lokal. “Satu-satunya jalan untuk menjangkau lebih banyak konsumen lagi ya dengan mengikuti pameran seperti Adikriya Indonesia 2012 ini. Istilahnya jemput bola. Kalau enggak diajak pameran, ya sudah paling-paling kami di rumah saja menunggu bola datang,” tuturnya.

Komsatun merasa beruntung telah difasilitasi BANK BRI untuk mengikuti pameran yang berlangsung selama lima hari tersebut. Fasilitas pameran seperti stan dan akomodasi diberikan secara cuma-cuma bagi para pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang menjadi nasabah dan mitra binaan BANK BRI.

“Suami saya kebetulan sudah menjadi nasabah BANK BRI sejak 1980,sebelum kami menikah,” bebernya. Menurut Komsatun, ajang pameran sangat bermanfaat untuk menjaring calon-calon pelanggan dan menggenjot omzet.

Sebelum krisis 2008, ungkapnya, omzet rata-rata mencapai Rp350 juta per bulan. Saat ini, omzet cenderung fluktuatif, tergantung pada ada atau tidaknya pemesanan. “Kadang-kadang dalam seminggu ada order Rp35 juta, tapi kadang tidak ada sama sekali. Jadi omzet tidak tentu, antara Rp20 juta hingga 350 juta per bulan,” sebutnya. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0468 seconds (0.1#10.140)