Migrasi penyiaran ke digital butuh persiapan matang
A
A
A
Sindonews.com – Proses perpindahan dari sistem penyiaran analog menuju sistem digital dinilai masih butuh persiapan yang matang.
”Proses mutasi dari analog ke digital ini harus benar-benar disiapkan dan dapat memberi kepastian. Misalnya dari sisi aturan,belum ada jaminan apaapa, khususnya pada pemain TV lama maupun bagi masyarakat,” ujar Head of Corporate Secretary MNC Media Arya M Sinulingga dalam talk show ICT for Indonesia di MNC News, Jakarta, tadi malam.
Selain Arya, acara itu juga dihadiri narasumber Board of Director Mastel Lily Rustandi, Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Agnes Widiyanti, dan VP Corporate Affair Sindo TV Wijaya Kusuma. Arya menjelaskan, kepastian yang perlu dipertegas dalam migrasi sistem analog ke digital di antaranya kesediaan jaringan bagi stasiun TV. Juga harus ada kejelasan berapa biaya yang harus dikeluarkan. ”Kepastian semacam ini juga harus didapat bagi pemain baru sehingga tidak ada kesimpangsiuran dalam penerapannya,” tutur dia.
Menurut Arya, migrasi dari sistem analog ke digital tidak boleh mengabaikan kondisi masyarakat, apakah mereka sudah siap atau belum.Sebab,dengan adanya migrasi ini,publik harus membeli peralatan set top box sebagai penunjang siaran digital. ”Dan ini tentu perlu biaya. Apakah publik harus membeli alat set top box itu atau ada solusi lain,” terangnya.
Oleh karena itu,lanjut Arya, proses migrasi dari sistem analog ke digital ini harus melibatkan semua stakeholder. Sebab, pengelola media dan publik masih ragu dengan proses migrasi analog ke digital.
”Tetap akan ada pertanyaan. Misalnya dari pemain lama apakah bisa tayang dan kalau bisa,berapa harus bayar.Itu butuh kepastian. Harus ada jaminan seperti itu dalam regulasi. Di samping itu,jangan ada anggapan terjadi monopoli tayangan, padahal yang diberi hak tayang itu memang memenuhi kualifikasi. Selama ini sebenarnya nggak pernah ada monopoli,”ungkapnya.
VP Corporate Affair Sindo TV Wijaya Kusuma mengatakan, proses mutasi dari sistem analog ke digital memang perlu memikirkan sisi ekonominya. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan kepastian, baik menyangkut syarat penayangan maupun berapa biaya yang harus dikeluarkan.
Selain itu, dari sisi masyarakat, perubahan itu tidak boleh memberatkan. ”Pemerintah perlu mempercepat rumusan ini dengan baik. Juga harus didalami secara sungguh-sungguh soal kesiapan publik dengan kondisi geografis Indonesia yang luas,”terangnya.
Mengenai semangat memperkuat eksistensi TV lokal, Wijaya mengingatkan bahwa pemerintah perlu melihat Amerika Serikat yang ketika menerapkan migrasi sistem analog ke digital memberikan subsidi bagi TV lokal. Hal ini berbeda dengan di negara-negara Eropa yang tidak memberikan subsidi tersebut.
”Tapi di sisi lain, kalau di luar negeri juga ada pembatasan jumlah stasiun TV lokal, misalnya maksimal tujuh. Nah kalau di Indonesia kan banyak sekali dan semua asal dikeluarkan. Hal-hal semacam ini perlu diperjelas dalam aturan,” terangnya.
Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo Agnes Widiyanti mengatakan, semangat untuk menyukseskan proses migrasi dari penyiaran analog ke digital sebenarnya sangat kuat. Migrasi dari TV analog ke digital rencananya akan diterapkan mulai 17 Juni 2015. Namun, ujar Agnes, dari Komisi I DPR ada informasi bahwa penerapannya akan diundur hingga 2020.
”Dari aspek regulasi, akan terdapat izin penyelenggara jaringan dan izin penyelenggara jasa sehingga dapat menampung sekian banyak perusahaan baru yang akan bergerak di bidang penyelenggaraan televisi digital,”terangnya.
”Proses mutasi dari analog ke digital ini harus benar-benar disiapkan dan dapat memberi kepastian. Misalnya dari sisi aturan,belum ada jaminan apaapa, khususnya pada pemain TV lama maupun bagi masyarakat,” ujar Head of Corporate Secretary MNC Media Arya M Sinulingga dalam talk show ICT for Indonesia di MNC News, Jakarta, tadi malam.
Selain Arya, acara itu juga dihadiri narasumber Board of Director Mastel Lily Rustandi, Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Agnes Widiyanti, dan VP Corporate Affair Sindo TV Wijaya Kusuma. Arya menjelaskan, kepastian yang perlu dipertegas dalam migrasi sistem analog ke digital di antaranya kesediaan jaringan bagi stasiun TV. Juga harus ada kejelasan berapa biaya yang harus dikeluarkan. ”Kepastian semacam ini juga harus didapat bagi pemain baru sehingga tidak ada kesimpangsiuran dalam penerapannya,” tutur dia.
Menurut Arya, migrasi dari sistem analog ke digital tidak boleh mengabaikan kondisi masyarakat, apakah mereka sudah siap atau belum.Sebab,dengan adanya migrasi ini,publik harus membeli peralatan set top box sebagai penunjang siaran digital. ”Dan ini tentu perlu biaya. Apakah publik harus membeli alat set top box itu atau ada solusi lain,” terangnya.
Oleh karena itu,lanjut Arya, proses migrasi dari sistem analog ke digital ini harus melibatkan semua stakeholder. Sebab, pengelola media dan publik masih ragu dengan proses migrasi analog ke digital.
”Tetap akan ada pertanyaan. Misalnya dari pemain lama apakah bisa tayang dan kalau bisa,berapa harus bayar.Itu butuh kepastian. Harus ada jaminan seperti itu dalam regulasi. Di samping itu,jangan ada anggapan terjadi monopoli tayangan, padahal yang diberi hak tayang itu memang memenuhi kualifikasi. Selama ini sebenarnya nggak pernah ada monopoli,”ungkapnya.
VP Corporate Affair Sindo TV Wijaya Kusuma mengatakan, proses mutasi dari sistem analog ke digital memang perlu memikirkan sisi ekonominya. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan kepastian, baik menyangkut syarat penayangan maupun berapa biaya yang harus dikeluarkan.
Selain itu, dari sisi masyarakat, perubahan itu tidak boleh memberatkan. ”Pemerintah perlu mempercepat rumusan ini dengan baik. Juga harus didalami secara sungguh-sungguh soal kesiapan publik dengan kondisi geografis Indonesia yang luas,”terangnya.
Mengenai semangat memperkuat eksistensi TV lokal, Wijaya mengingatkan bahwa pemerintah perlu melihat Amerika Serikat yang ketika menerapkan migrasi sistem analog ke digital memberikan subsidi bagi TV lokal. Hal ini berbeda dengan di negara-negara Eropa yang tidak memberikan subsidi tersebut.
”Tapi di sisi lain, kalau di luar negeri juga ada pembatasan jumlah stasiun TV lokal, misalnya maksimal tujuh. Nah kalau di Indonesia kan banyak sekali dan semua asal dikeluarkan. Hal-hal semacam ini perlu diperjelas dalam aturan,” terangnya.
Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo Agnes Widiyanti mengatakan, semangat untuk menyukseskan proses migrasi dari penyiaran analog ke digital sebenarnya sangat kuat. Migrasi dari TV analog ke digital rencananya akan diterapkan mulai 17 Juni 2015. Namun, ujar Agnes, dari Komisi I DPR ada informasi bahwa penerapannya akan diundur hingga 2020.
”Dari aspek regulasi, akan terdapat izin penyelenggara jaringan dan izin penyelenggara jasa sehingga dapat menampung sekian banyak perusahaan baru yang akan bergerak di bidang penyelenggaraan televisi digital,”terangnya.
()