Lunasi ganti rugi, Lapindo tunggu kucuran dana Bank Jatim
A
A
A
Sindonews.com - Gubernur Jatim Soekarwo harusnya segera merespon pengajuan kredit dari PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak) ke Bank Jatim Rp 600 miliar. Pasalnya, pengajuan dana itu untuk melunasi ganti rugi korban lumpur.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan, mengatakan Lapindo melalui Minarak tidak punya dana untuk melunasi ganti rugi korban lumpur Juni 2012 seperti yang ditargetkan pemerintah. Sehingga, managemen Minarak mengajukan kredit ke Bank Jatim untuk pelunasan ganti rugi.
"Pengajuan kredit itu kan bisnis to bisnis antara Minarak dan Bank Jatim. Tapi jika tidak ada persetujuan dari gubernur Bank Jatim tidak akan berani untuk mencairkan dana itu," papar pria yang akrab disapa Wawan tersebut, Jumat (16/1/2012).
Dia menambahkan, jika kredit itu cair pelunasan ganti rugi korban lumpur bisa segera dibayar sesuai target. Sehingga, permasalahan ganti rugi lumpur tidak berlarut-larut seperti saat ini.
Ketika ditanya apakah Bank Jatim mampu memberikan kredit dengan nominal sejumlah itu!, politisi asal PKB tersebut mengatakan Bank Jatim mempunyai cukup dana. Bila tidak punya, bank milik Pemprov Jatim itu bisa sharing dana dengan bank lainnya. Apalagi, hitungan kredit dengan Minarak itu jelas bukan dana talangan.
Kondisi serupa pernah dilakukan pemerintah, kala itu ketika Lapindo akan membayar ganti rugi 20 persen untuk korban lumpur juga mengajukan kredit ke Bank BRI yang nilainya diatas 1 triliun. Dan, lanjut dia, hal itu diperbolehkan karena hitung-hitungannya jelas. Kali ini, ketika Lapindo mengajukan kredit ke Bank Jatim yang nilainya Rp 600 miliar hausnya segera direalisasikan agar ganti rugi bisa segera dilunasi.
"Kita berharal segera ada solusi terkait pembayaran ganti rugi. Kalau aturannya ada kenapa tidak Bank Jatim mengucurkan kredit untuk Minarak. Gubernur harus segera merespon, karena ini untuk kepentingan korban lumpur. Yang penting kredit Minarak dengan Bank Jatim jelas sesuai aturan yang ada," papar Wawan.
Bukan hanya itu, Wawan juga melihat ada unsur politis dalam pembayaran ganti rugi korban lumpur. Dalam hal ini, sesuai Perpres 48 untuk pelunasan ganti rugi korban lumpur yang ditanggung pemerintah akan dikakukan setelah ganti rugi yang ditanggung Lapindo selesai.
Kenyataannya, pemerintah akan melunasi ganti rugi di tiga desa, Besuki, Kedungcangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon. Padahal, ganti rugi untuk korban lumpur yang ditanggung Lapindo sampai saat ini belum kelar.
Untuk itulah, dia minta agar dalam kasus lumpur ini jangan sampai ada unsur politis. "Yang penting bagaiman ganti rugi lumpur segera diselesaikan. Ini tergantung kemauan pemerintah, bagaimana memnuat kebijakan yang secepat mungkin menyelesaikan ganti rugi," pungkas Wawan.
Sebelumnya, Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala mengatakan sebenarnya Lapindo baru bisa menyelesaikan pelunasan pembayaran jual beli aset lumpur rugi akhir tahun 2012. Namun, pemerintah meminta agar pelunasan dilakukan paling ahir pertengahan tahun 2012.
Sedangkan kemampuan keuangan Minarak jika dipaksa melunasi pertengahan Juni hanya Rp 500 miliar. Padahal untuk memuntaskan pelunasan jual beli aset korban lumpur dibutuhkan dana sebesar Rp 1,1 triliun.
Karena tidak mau diberi dana talangan dari pemerintah, Minarak sebagai anak perusahaan Lapindo yang bertugas menyelesaikan pembayaran ganti rugi kemudian mengajukan kredit ke Bank Jatim tahun 2011 lalu. Namun, sampai sekarang belum ada kejelasan apakah pengajuan kredit sebesar Rp 600 miliar itu diterima atau tidak.
Jika kredit itu tidak disetujui, bisa dipastikan Lapindo tidak akan bisa melunasi ganti rugi sesuai target yang ditetapkan pemerintah. Padahal, kini sudah memasuki triwulan pertama di tahun 2012 dan Lapindo harus melunasi ganti rugi akhir triwulan kedua (Juni).
Anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan, mengatakan Lapindo melalui Minarak tidak punya dana untuk melunasi ganti rugi korban lumpur Juni 2012 seperti yang ditargetkan pemerintah. Sehingga, managemen Minarak mengajukan kredit ke Bank Jatim untuk pelunasan ganti rugi.
"Pengajuan kredit itu kan bisnis to bisnis antara Minarak dan Bank Jatim. Tapi jika tidak ada persetujuan dari gubernur Bank Jatim tidak akan berani untuk mencairkan dana itu," papar pria yang akrab disapa Wawan tersebut, Jumat (16/1/2012).
Dia menambahkan, jika kredit itu cair pelunasan ganti rugi korban lumpur bisa segera dibayar sesuai target. Sehingga, permasalahan ganti rugi lumpur tidak berlarut-larut seperti saat ini.
Ketika ditanya apakah Bank Jatim mampu memberikan kredit dengan nominal sejumlah itu!, politisi asal PKB tersebut mengatakan Bank Jatim mempunyai cukup dana. Bila tidak punya, bank milik Pemprov Jatim itu bisa sharing dana dengan bank lainnya. Apalagi, hitungan kredit dengan Minarak itu jelas bukan dana talangan.
Kondisi serupa pernah dilakukan pemerintah, kala itu ketika Lapindo akan membayar ganti rugi 20 persen untuk korban lumpur juga mengajukan kredit ke Bank BRI yang nilainya diatas 1 triliun. Dan, lanjut dia, hal itu diperbolehkan karena hitung-hitungannya jelas. Kali ini, ketika Lapindo mengajukan kredit ke Bank Jatim yang nilainya Rp 600 miliar hausnya segera direalisasikan agar ganti rugi bisa segera dilunasi.
"Kita berharal segera ada solusi terkait pembayaran ganti rugi. Kalau aturannya ada kenapa tidak Bank Jatim mengucurkan kredit untuk Minarak. Gubernur harus segera merespon, karena ini untuk kepentingan korban lumpur. Yang penting kredit Minarak dengan Bank Jatim jelas sesuai aturan yang ada," papar Wawan.
Bukan hanya itu, Wawan juga melihat ada unsur politis dalam pembayaran ganti rugi korban lumpur. Dalam hal ini, sesuai Perpres 48 untuk pelunasan ganti rugi korban lumpur yang ditanggung pemerintah akan dikakukan setelah ganti rugi yang ditanggung Lapindo selesai.
Kenyataannya, pemerintah akan melunasi ganti rugi di tiga desa, Besuki, Kedungcangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon. Padahal, ganti rugi untuk korban lumpur yang ditanggung Lapindo sampai saat ini belum kelar.
Untuk itulah, dia minta agar dalam kasus lumpur ini jangan sampai ada unsur politis. "Yang penting bagaiman ganti rugi lumpur segera diselesaikan. Ini tergantung kemauan pemerintah, bagaimana memnuat kebijakan yang secepat mungkin menyelesaikan ganti rugi," pungkas Wawan.
Sebelumnya, Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala mengatakan sebenarnya Lapindo baru bisa menyelesaikan pelunasan pembayaran jual beli aset lumpur rugi akhir tahun 2012. Namun, pemerintah meminta agar pelunasan dilakukan paling ahir pertengahan tahun 2012.
Sedangkan kemampuan keuangan Minarak jika dipaksa melunasi pertengahan Juni hanya Rp 500 miliar. Padahal untuk memuntaskan pelunasan jual beli aset korban lumpur dibutuhkan dana sebesar Rp 1,1 triliun.
Karena tidak mau diberi dana talangan dari pemerintah, Minarak sebagai anak perusahaan Lapindo yang bertugas menyelesaikan pembayaran ganti rugi kemudian mengajukan kredit ke Bank Jatim tahun 2011 lalu. Namun, sampai sekarang belum ada kejelasan apakah pengajuan kredit sebesar Rp 600 miliar itu diterima atau tidak.
Jika kredit itu tidak disetujui, bisa dipastikan Lapindo tidak akan bisa melunasi ganti rugi sesuai target yang ditetapkan pemerintah. Padahal, kini sudah memasuki triwulan pertama di tahun 2012 dan Lapindo harus melunasi ganti rugi akhir triwulan kedua (Juni).
()