Pengetatan KKB-KPR tekan pertumbuhan kredit konsumtif

Sabtu, 17 Maret 2012 - 09:42 WIB
Pengetatan KKB-KPR tekan pertumbuhan kredit konsumtif
Pengetatan KKB-KPR tekan pertumbuhan kredit konsumtif
A A A
Sindonews.com – Bank Indonesia (BI) memperketat pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) oleh perbankan. Aturan ini dirilis demi meningkatkan kehati-hatian bank dalam pemberian KPR dan KKB.

Langkah serupa dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memperketat pembiayaan kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan (leasing). Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI Dody Budi Waluyo menuturkan, upaya pengetatan KPR dan KKB dilakukan dengan mengatur besaran loan to value (LTV) KPR dan uang muka (down payment/ DP) KKB.

“Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012. BI memberikan masa transisi ketentuan selama tiga bulan,”ujar Dody Budi Waluyo di Jakarta kemarin.

Gubernur BI Darmin Nasution mengungkapkan,kebijakan ini sebetulnya sudah dipersiapkan sejak lama. Dia mengakui, aturan ini akan memperlambat pertumbuhan kredit konsumtif. Bank sentral melihat pertumbuhan kredit konsumtif, yaitu KPR maupun KKB, pada 2011 sekitar 33 persen, lebih besar dibandingkan pertumbuhan kredit keseluruhan yang hanya 24–25 persen.

”Dampak pengaturan ini kami lihat memang tidak besar, tapi dapat memperlambat. Kami sudah memiliki perhitungan, misalnya bila DP untuk KPR bertambah sekian persen akan berkurang sekian,” papar mantan Dirjen Pajak itu. Dia optimistis pengetatan KPR dan KKB tidak akan berdampak besar pada perhitungan konsumsi rumah tangga yang dijadikan pemerintah sebagai motor pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012.”Impor mobil dan motor memang besar jumlahnya, tapi bila dimasukkan dalam perhitungan konsumsi, angkanya tidak cukup besar,” ujarnya.

Dalam surat edaran itu, rasio LTV KPR, yakni angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit, ditetapkan maksimal 70 persen. Sebagai konsekuensinya, konsumen yang berniat mengajukan KPR mesti bersiap dengan uang muka 30 persen. Ruang lingkup KPR meliputi kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen, tetapi tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko,dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2.

Pengaturan LTV dikecualikan terhadap KPR untuk program perumahan pemerintah.Adapun uang muka (DP) KKB roda dua ditetapkan minimal 25 persen, roda empat 30 persen, dan roda empat atau lebih untuk keperluan produktif 20 persen. ”Sanksi diberikan kepada bank yang melanggar ketentuan tersebut berupa pengenaan sanksi administratif sebagaimana tertuang dalam PBI No 11/25/PBI/2009 mengenai Penerapan Manajemen Risiko,” tambah Dody Budi Waluyo.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo berpandangan, penerapan aturan LTV KPR dan uang muka KKB sebagai langkah tepat untuk menjaga kesehatan industri keuangan. “LTV ini kita sambut baik karena bentuk-bentuk pinjaman untuk pembelian mobil dan motor,tentu harus dijaga dengan prinsip yang sehat,”ujarnya. Kemenkeu juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 43/PMK. 010/2012 tertanggal 15 Maret 2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan.

Bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 20 persen dari harga jual kendaraan yang bersangkutan kepada konsumen kendaraan bermotor roda dua. DP minimal 20 persen juga diberlakukan bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif. Adapun bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan nonproduktif, konsumen wajib memberikan uang muka paling rendah 25 persen.

“Bentuk-bentuk pinjaman pembelian kendaraan bermotor baik mobil atau sepeda motor harus dijaga dengan prinsip yang sehat. Itu adalah satu kebijakan untuk jaga industri yang sehat,”paparnya. Seperti diketahui, pertumbuhan sepeda motor di Indonesia yang begitu cepat, salah satunya didorong rendahnya uang muka. Beberapa perusahaan pembiayaan bahkan ada yang memberlakukan DP tak kurang dari 10 persen, bahkan ada yang hanya Rp500 ribu. Rendahnya DP ini dikhawatirkan memicu persaingan yang tidak sehat.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongky D Sugiarto mengatakan, kenaikan uang muka akan memengaruhi penjualan mobil, terutama pada segmen kelas menengah ke bawah. Padahal, segmen ini adalah pasar terbesar di Indonesia. ”Orang yang membeli mobil segmen menengah ke bawah itu sangat melakukan perhitungan,” kata Jongky. Selain penjualan, kata dia, kenaikan DP akan me-mengaruhi produksi dan investasi, bahkan berpengaruh terhadap aktivitas karyawan.

”Kalau penjualan menurun, produksi juga akan turun.Kalau produksi turun, siapa yang mau investasi,” katanya. Dia menambahkan,kenaikan DP sebelumnya tidak berdampak terhadap penjualan mobil lantaran saat itu tidak ditentukan batas minimum kenaikannya. ”Leasing company kan sudah ada. Mereka sudah punya kriteria sendiri.Mereka sudah tahu soal itu,tapi kenapa sekarang harus ditentukan batas minimumnya,”ujar Jongky.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3056 seconds (0.1#10.140)