PLN harus lebih mandiri
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah berharap PT PLN (Persero) segera mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini masih digunakan untuk mengoperasikan sejumlah pembangkit listriknya.
Hal itu terkait dengan keputusan pemerintah dan DPR yang hanya mematok subsidi listrik sebesar Rp24,52 triliun, atau turun dari subsidi yang diajukan pemerintah sebesar Rp49,1 triliun.
“Sekarang PLN harus bisa lebih mandiri agar tarif tenaga listrik (TTL) lebih murah dan negara tidak terus menyubsidi,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo saat ditemui di ruang kerjanya di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, sebagian operasional pembangkit yang digunakan oleh PLN memang masih menggunakan BBM. Karena itu, opsi kenaikan TTL muncul saat harga minyak terus merangkak naik hingga mencapai USD105 per barel. Namun, dengan keterbatasan subsidi yang disediakan, mau tak mau PLN harus melakukan efisiensi penggunaan BBM agar kebutuhan dana operasionalnya bisa diminimalkan.
Kesepakatan penundaan kenaikan TTL antara pemerintah dan DPR tahun ini, lanjut dia, juga harus membuat PLN segera melakukan langkah-langkah percepatan peningkatan penggunaan sumber energi lain seperti batu bara, panas bumi, maupun gas alam untuk menggantikan pembangkit berbahan bakar minyak. Karena itu, imbuh dia,perlu ada segera evaluasi program pembangunan pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu megawatt (MW). “Banyak yang harus diperbaiki lagi,”cetusnya.
Salah satunya, kata dia, pada kinerja kontraktor-kontraktor China yang ditetapkan melalui tender terdahulu yang terlalu mementingkan faktor penawaran harga yang murah tanpa mempertimbangkan kualitas serta kemampuan peserta tender. Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan,program percepatan pembangkit 10 ribu MW tahap II tidak akan lagi menggunakan kontraktor asal China.
Alasannya, pada tahap II ini sebagian besar yang dibangun adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).Faktor lainnya,kinerja kontraktor asal China terbukti kurang maksimal. “Program terus molor dari jadwal yang ditentukan,”tegasnya.
Hal itu terkait dengan keputusan pemerintah dan DPR yang hanya mematok subsidi listrik sebesar Rp24,52 triliun, atau turun dari subsidi yang diajukan pemerintah sebesar Rp49,1 triliun.
“Sekarang PLN harus bisa lebih mandiri agar tarif tenaga listrik (TTL) lebih murah dan negara tidak terus menyubsidi,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo saat ditemui di ruang kerjanya di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, sebagian operasional pembangkit yang digunakan oleh PLN memang masih menggunakan BBM. Karena itu, opsi kenaikan TTL muncul saat harga minyak terus merangkak naik hingga mencapai USD105 per barel. Namun, dengan keterbatasan subsidi yang disediakan, mau tak mau PLN harus melakukan efisiensi penggunaan BBM agar kebutuhan dana operasionalnya bisa diminimalkan.
Kesepakatan penundaan kenaikan TTL antara pemerintah dan DPR tahun ini, lanjut dia, juga harus membuat PLN segera melakukan langkah-langkah percepatan peningkatan penggunaan sumber energi lain seperti batu bara, panas bumi, maupun gas alam untuk menggantikan pembangkit berbahan bakar minyak. Karena itu, imbuh dia,perlu ada segera evaluasi program pembangunan pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu megawatt (MW). “Banyak yang harus diperbaiki lagi,”cetusnya.
Salah satunya, kata dia, pada kinerja kontraktor-kontraktor China yang ditetapkan melalui tender terdahulu yang terlalu mementingkan faktor penawaran harga yang murah tanpa mempertimbangkan kualitas serta kemampuan peserta tender. Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan,program percepatan pembangkit 10 ribu MW tahap II tidak akan lagi menggunakan kontraktor asal China.
Alasannya, pada tahap II ini sebagian besar yang dibangun adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).Faktor lainnya,kinerja kontraktor asal China terbukti kurang maksimal. “Program terus molor dari jadwal yang ditentukan,”tegasnya.
()