Industri makanan & minuman ditarget tumbuh 8%

Minggu, 18 Maret 2012 - 19:13 WIB
Industri makanan & minuman...
Industri makanan & minuman ditarget tumbuh 8%
A A A
Sindonews.com - Industri makanan dan minuman nasional ditargetkan akan bertumbuh sebesar 8,15 persen tahun ini. Target itu menurun tipis dibandingkan realisasi pertumbuhan tahun lalu sebesar 9,19 persen yang melampaui rencana strategis (renstra) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sekira 7,12 persen.

Dirjen Industri Agro Kemenperin Benny Wachyudi optimistis, pertumbuhan tahun ini akan melebihi target 8,15 persen. "Target pertumbuhan 8,15 persen ini adalah berdasarkan rencana strategis. Pada dasarnya, kami tetap yakin pertumbuhan bisa melebihi target itu. Realisasinya akan bagus," kata Benny dalam workshop Kemenperin bertema "Pendalaman Kebijakan Industri" di Bandung, Jawa Barat akhir pekan ini.

Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini didorong oleh peningkatan utilisasi industri. Dia menambahkan, utilisasi industri makanan dan minuman pada saat ini belum mencapai 100 persen.

"Jadi, masih ada peluang untuk pertumbuhan. Untuk mendorong target pertumbuhan itu, utilisasi produksi setidaknya harus dipacu dari saat ini, berkisar 87 persen," ujarnya.

Selain utilisasi, realisasi investasi yang merupakan hasil konstruksi sejak 1,5-2 tahun lalu juga mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman. "Penopang lainnya, pengamanan pasar dalam negeri agar termanfaatkan maksimal," jelasnya.

Untuk itu, menurutnya, Kemenperin sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan BPOM untuk membenahi dan menyederhanakan aturan dan sistem pemeriksaan dan registrasi produk. BPOM mencatat, sebesar 55 persen produk yang teregistrasi adalah produk makanan dan minuman buatan lokal. Kemudian sisanya sebesar 45 persen adalah produk impor.

"Melihat tren saat ini, produk impor akan menyusul. Karena itu, untuk produk low risk, akan difasilitasi dengan e-registration," terangnya.

Dia menambahkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak akan berdampak secara signifikan terhadap industri makanan dan minuman. Namun, hal itu lebih berdampak terhadap konsumen. "Akan berdampak pada frekuensi belanja konsumen. Misalnya, karena ongkos angkutan mahal, dia mengurangi belanja makanan snack," pungkasnya. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3825 seconds (0.1#10.140)