Perdagangan kawasan perbatasan harus dievaluasi

Selasa, 20 Maret 2012 - 14:03 WIB
Perdagangan kawasan...
Perdagangan kawasan perbatasan harus dievaluasi
A A A
Sindonew.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi regulasi perdagangan di kawasan perbatasan seperti antara Indonesia dengan Malaysia. Hal ini dikarenakan regulasi yang selama ini bertumpu pada pusat dinilai tidak sesuai untuk diterapkan di kawasan perbatasan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Koordinator Wilayah Tengah Endang Kesumayadi, dalam siaran persnya mengatakan untuk itu Kadin Indonesia tengah mendorong evaluasi regulasi di daerah perbatasan, di mana daerah perbatasan merupakan pintu masuk beberapa komoditi khususnya komoditi gula konsumsi beserta dengan bahan makanan lainnya yang berasal dari luar.

“Segala bentuk regulasi perlu dibenahi agar tidak disalahgunakan. Jika pembangunannya belum mendukung, maka perlu dipertimbangkan terkait kemungkinan aturan untuk impor. Hanya saja, harus jelas adanya ketentuan jumlah berapa yang bisa masuk. Asalkan ketentuan impor itu jelas, maka akan dapat dipatuhi dan dipergunakan sesuai kebutuhan yang disertai dengan pengawasan,” jelasnya dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (20/3/2012).

Sebagai informasi, Indonesia dan Malaysia telah menandatangani perjanjian lintas batas kedua negara dan telah menyepakati Border Trade Agreement pada tahun 1970. Tidak hanya untuk keperluan konsumsi, berdasarkan peraturan tersebut, masyarakat di wilayah perbatasan mendapat perlakuan khusus untuk memperdagangkan barang yang diproduksi dengan nilai perdagangan lintas batas di darat sebesar 600 RM (Rp1,7 juta)/bulan/PLB atau di laut sebesar 600 RM/sekali pelayaran/PLB.

“Ketentuan itu memang banyak dimanfaatkan oleh warga negara Indonesia. Tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga diperdagangkan kembali. Hanya saja, tidak ada kontrol yang tegas di perbatasan, sehingga banyak terjadi penyelundupan,” ungkap Bupati Sanggau (Kalimantan Barat) Setiman H. Sudin.

Setiman menambahkan, hal ini dikarenakan kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok produk nasional terkendala oleh biaya tinggi karena hambatan infrastruktur dan kendala lainnya sehingga barang dari negara tetangga harganya lebih murah jika dibandingkan dengan barang dari dalam negeri. Tak terkecuali kebutuhan bahan pokok seperti gula dan lainnya.

“Kebutuhan gula untuk Kalimantan mencapai 6.000 ton, dan daerah perbatasan bisa menerima 30 persen. Peredaran produk makanan dan minuman ilegal hasil penyelundupan berkisar Rp60 triliun per tahun, sekitar 10 persen dari total omzet industri makanan dan minuman,” tandasnya. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7107 seconds (0.1#10.140)