Banjir buah impor, bukti perlindungan konsumen rendah
A
A
A
Sindonews.com - Membanjirnya buah impor yang tidak sesuai standar yang ada di pasaran membuat pemerintah harus melakukan perlindungan maksimal terhadap konsumen dalam negeri. Apalagi mengingat permintaan buah-buahan secara nasional dalam lima tahun terakhir diperkirakan mengalami pertumbuhan berkisar 12-15 persen per tahun.
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar mengungkapkan kekhawatirannya jika hal ini tidak dicegah maka akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan memukul produksi buah petani lokal.
“Perlu pengetatan tata niaga dan standardisasi buah impor agar tidak mudah merambah ke sentra produksi dan konsumen. Disamping itu, pemerintah tidak boleh menyerahkan tata niaga impor pada mekanisme pasar karena memberikan peluang membanjirnya buah impor berkualitas rendah, meskipun berpenampilan menarik,” ucapnya dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (27/3/2012).
Hal senada juga dikatakan Kepala Pusat Karantina Badan Karantina Kementerian Pertanian Arifin Tasrin yang mengungkapkan sekitar 800 ribu ton buah yang dikirim ke Indonesia adalah buah yang tak laku alias kualitasnya buruk di negara asal.
Sementara itu belum lama ini, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menegaskan sudah terjadi 19 pelanggaran mikro organisme dalam produk hortikultura yang masuk ke Indonesia dalam 1,5 tahun terakhir. Kemudian dilanjutkan temuan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon, Banten, menemukan buah jeruk asal Cina di salah satu pusat perbelanjaan terbukti mengandung formalin. Buah itu masuk lewat jalur resmi dan seludupan.
Legislator dari Fraksi PKS ini menegaskan, pemerintah harus melindungi masyarakat dari serbuan buah impor, mengingat konsumen sangat awam terkait kualitas dan mutunya. "Selama ini konsumen membeli berdasarkan selera bukan nilai gizi, karena pada realitasnya berbagai temuan dan penelitian telah menunjukan bahwa buah impor sangat membahayakan bagi kesehatan,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, selama ini buah impor lebih diminati oleh konsumen karena harga yang relatif murah dan tampilan lebih menarik dibandingkan buah lokal. Padahal, manfaat dan nilai gizi buah lokal lebih besar daripada buah impor. Oleh karenanya perlu usaha yang serius dari pemerintah dan pelaku usaha untuk memberikan proteksi yang maksimal kepada konsumen secara kualitas maupun mekanisme pemasaran.
“Importir jangan hanya mengejar keuntungan semata dari buah impor karena adanya disparitas harga, namun juga harus memperhatikan perlindungan terhadap konsumen,” tegas Rofi. (ank)
Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar mengungkapkan kekhawatirannya jika hal ini tidak dicegah maka akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan memukul produksi buah petani lokal.
“Perlu pengetatan tata niaga dan standardisasi buah impor agar tidak mudah merambah ke sentra produksi dan konsumen. Disamping itu, pemerintah tidak boleh menyerahkan tata niaga impor pada mekanisme pasar karena memberikan peluang membanjirnya buah impor berkualitas rendah, meskipun berpenampilan menarik,” ucapnya dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (27/3/2012).
Hal senada juga dikatakan Kepala Pusat Karantina Badan Karantina Kementerian Pertanian Arifin Tasrin yang mengungkapkan sekitar 800 ribu ton buah yang dikirim ke Indonesia adalah buah yang tak laku alias kualitasnya buruk di negara asal.
Sementara itu belum lama ini, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menegaskan sudah terjadi 19 pelanggaran mikro organisme dalam produk hortikultura yang masuk ke Indonesia dalam 1,5 tahun terakhir. Kemudian dilanjutkan temuan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon, Banten, menemukan buah jeruk asal Cina di salah satu pusat perbelanjaan terbukti mengandung formalin. Buah itu masuk lewat jalur resmi dan seludupan.
Legislator dari Fraksi PKS ini menegaskan, pemerintah harus melindungi masyarakat dari serbuan buah impor, mengingat konsumen sangat awam terkait kualitas dan mutunya. "Selama ini konsumen membeli berdasarkan selera bukan nilai gizi, karena pada realitasnya berbagai temuan dan penelitian telah menunjukan bahwa buah impor sangat membahayakan bagi kesehatan,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, selama ini buah impor lebih diminati oleh konsumen karena harga yang relatif murah dan tampilan lebih menarik dibandingkan buah lokal. Padahal, manfaat dan nilai gizi buah lokal lebih besar daripada buah impor. Oleh karenanya perlu usaha yang serius dari pemerintah dan pelaku usaha untuk memberikan proteksi yang maksimal kepada konsumen secara kualitas maupun mekanisme pemasaran.
“Importir jangan hanya mengejar keuntungan semata dari buah impor karena adanya disparitas harga, namun juga harus memperhatikan perlindungan terhadap konsumen,” tegas Rofi. (ank)
()