Converter kit butuh Rp400 M

Senin, 02 April 2012 - 09:07 WIB
Converter kit butuh...
Converter kit butuh Rp400 M
A A A
Sindonews.com - Kementerian Perindustrian menyatakan dana awal untuk memenuhi kebutuhan converter kit (alat konversi) di dalam negeri sekitar Rp400 miliar. Dana itu antara lain akan digunakan untuk mengimpor converter kit dari negara-negara produsen.

Pemerintah telah menjajaki kerja sama transfer teknologi dengan produsen converter kit asal Italia dan Korea Selatan. Indonesia kemungkinan nantinya akan mengimpor converter kit untuk tahap awal sekitar 25.000 unit atau 10 persen dari total kebutuhan.

Kebutuhan awal converter kit untuk memuluskan program konversi bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor ke bahan bakar gas (BBG) mencapai 250.000 unit

”Saya sedang minta anggaran dari Kementerian Keuangan supaya dapat pembiayaan sehingga bisa impor converter kit.Pertama kali tidak sampai Rp400 miliar dari total anggaran Rp1 triliun,” kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta akhir pekan lalu.

Dia menambahkan, dana untuk mengimpor converter kit hanya bersifat sementara. Dana itu akan digunakan sambil menunggu badan usaha milik negara (BUMN) bisa memproduksi converter kit sendiri. Seperti diketahui, tiga BUMN ditunjuk untuk memproduksi converter kit, yakni PT Wijaya Karya (Wika), PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia (DI). ”Jadi, Rp400 miliar itu hanya untuk impor sementara sampai tiga BUMN yang ditunjuk bisa memproduksi sendiri,” tegasnya.

Selain BUMN, kata dia, produsen lainnya yang mampu memproduksi converter kit di dalam negeri juga akan didukung oleh pemerintah. Seperti diberitakan sebelumnya, Koperasi Industri Komponen Otomotif (KIKO) pernah menyatakan sanggup memproduksi sekitar 2.000 unit converter kit. ”Semua yang punya potensi akan dibantu oleh Kementerian Perindustrian,” tandas Hidayat.

Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi Darmadi menuturkan, yang mengetahui rincian biaya pengadaan converter kit di dalam negeri adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

”Anggaran yang tahu ESDM.Tapi biayanya termasuk memang untuk impor converter, bengkel, stasiun pompa gas, dan infrastruktur,” kata Budi.

Dia menambahkan, kalau hanya untuk kebutuhan impor converter kit, dana yang diperlukan tidak akan mencapai Rp400 miliar. ”Kalau ada yang mau investasi di dalam negeri, kita langsung usahakan. Kalau impor saja tidak sampai segitu (Rp400 miliar),” ungkapnya.

Budi menjelaskan, hingga akhir tahun ini jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) yang akan dibangun di DKI Jakarta bisa mencapai 32 unit. Berdasarkan kapasitas, satu SPBG bisa melayani 1.000-1.200 mobil. Dengan begitu, tegas dia,impor nantinya akan dicocokkan dengan ketentuan itu. ”Sekarang baru ada delapan pompa gas punya swasta dan Pertamina,” paparnya.

Terkait impor, dia menambahkan bahwa produsen asal Korea Selatan dan Italia menyatakan sanggup memenuhi berapa pun jumlah pesanan converter kit dari Indonesia. Di Italia, kata dia, ada tiga perusahaan yang memproduksi converter kit, sedangkan di Korea ada lebih banyak lagi.

Hal senada sebelumnya dikatakan Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongki D Sugiarto. Menurut dia, sejumlah perusahaan asal Korea telah menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan BUMN dalam pengadaan converter kit.

Mengenai kesiapan BUMN, hal tersebut menurut dia masih membutuhkan proses yang cukup panjang. ”Tidak mungkin BUMN bisa memproduksi converter kit dalam waktu sebulan. Perusahaan-perusahaan Korea itu juga mengimpor komponen converter kit dari negara lain,” jelas Jongki. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0471 seconds (0.1#10.140)