Harga BBM berpeluang naik bulan Mei
A
A
A
Sindonews.com - Mempertimbangkan harga Indonesia Crude Price (ICP) pada Maret yang mencapai USD 128 per Barrel, jika pada April rata-rata ICP bertahan diposisi USD 135 per barrel, maka rata-rata ICP 6 bulan terakhir dapat mencapai USD 120,79 per barrel atau diatas threshold.
Menurut Peneliti Ekonomi Muda Bank Indonesia (BI) Sibolga, Elisabeth Silitonga, perkembangan ini sangat membuka peluang cukup besar terjadinya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Mei 2012.
Ia menambahkan dengan demikian, menjelang kenaikan harga BBM perlu dilakukan beberapa tindakan, di antaranya, memperketat pengawasan terhadap pendistribusian BBM yang berimbas terjadinya kenaikan ongkos angkutan, evaluasi kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan PDAM.
“Berdasarkan hasil rapat paripurna DPR pada 30 Maret lalu secara tegas memutuskan dilakukan penambahan pasal 7 ayat 6a pada RUU APBNP 2012. Dalam ayat ini, secara tegas pula memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM apabila harga minyak mentah mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 15 persen dalam kurun waktu 6 bulan berjalan dibandingkan asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) dalam APBNP 2012 yakni USD 105 per Barrel,” beber Elisabeth di acara High Level Meeting I 2012, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Sibolga, di Kantor Bank Indonesia (KBI) Sibolga, Kamis (5/4/2012).
Berkaitan dengan hal tersebut, Elisabeth mengungkapkan perlu pengkajian Perpres No. 15/2012 tentang harga jual eceran dan konsumen pengguna bahan bakar minyak tertentu.
Menyikapi bila kebijakan kenaikan harga BBM terjadi, Pemimpin Bank Indonesia (PBI) Sibolga Muhamad Nur mengaku TPID harus sedini mungkin mengantisipasi terjadinya gejolak yang timbul terhadap aspek ekonomi pasar daerah.
Ia menekankan, antisipasi difokuskan pada jalur distribusi barang dan jasa (supply stock) terhadap komoditas utama sesuai jadwal.
“Hal terpenting tentunya pengendalian pelayanan bahan (supply service), misalkan beras yang dikendalikan Bulog, kemudian sayur mayur, ikan dan kebutuhan lainnya, sehingga kondisi pasar tidak mengalami efek kejut yang begitu signifikan,” tukas Muhamad Nur.
Dia juga memaparkan, pada posisi Maret 2012, Sibolga mengalami deflasi senilai 0,44 persen. Hal itu terjadi, akibat terjadinya penurunan indeks harga konsumen (IHK) yang sangat mencolok pada kelompok bahan makanan senilai 1,53 persen disusul sandang 0,18 persen.
Bahkan, di periode yang sama perkembangan harga barang dan jasa di Kota Sibolga secara umum menunjukan adanya penurunan. Kendati pemerintah menganulir kenaikan harga BBM, namun pada April ini, Kota Sibolga diestimasi mengalami laju inflasi dengan nilai persentase kecil, diakibatkan naiknya harga sejumlah bahan makanan.
“Hal itu dapat terjadi, bila supply service sejumlah kebutuhan pokok di daerah setempat tidak terawasi dan tak terlaksana dengan baik,” ucap Muhamad Nur. (ank)
Menurut Peneliti Ekonomi Muda Bank Indonesia (BI) Sibolga, Elisabeth Silitonga, perkembangan ini sangat membuka peluang cukup besar terjadinya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Mei 2012.
Ia menambahkan dengan demikian, menjelang kenaikan harga BBM perlu dilakukan beberapa tindakan, di antaranya, memperketat pengawasan terhadap pendistribusian BBM yang berimbas terjadinya kenaikan ongkos angkutan, evaluasi kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan PDAM.
“Berdasarkan hasil rapat paripurna DPR pada 30 Maret lalu secara tegas memutuskan dilakukan penambahan pasal 7 ayat 6a pada RUU APBNP 2012. Dalam ayat ini, secara tegas pula memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM apabila harga minyak mentah mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 15 persen dalam kurun waktu 6 bulan berjalan dibandingkan asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) dalam APBNP 2012 yakni USD 105 per Barrel,” beber Elisabeth di acara High Level Meeting I 2012, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Sibolga, di Kantor Bank Indonesia (KBI) Sibolga, Kamis (5/4/2012).
Berkaitan dengan hal tersebut, Elisabeth mengungkapkan perlu pengkajian Perpres No. 15/2012 tentang harga jual eceran dan konsumen pengguna bahan bakar minyak tertentu.
Menyikapi bila kebijakan kenaikan harga BBM terjadi, Pemimpin Bank Indonesia (PBI) Sibolga Muhamad Nur mengaku TPID harus sedini mungkin mengantisipasi terjadinya gejolak yang timbul terhadap aspek ekonomi pasar daerah.
Ia menekankan, antisipasi difokuskan pada jalur distribusi barang dan jasa (supply stock) terhadap komoditas utama sesuai jadwal.
“Hal terpenting tentunya pengendalian pelayanan bahan (supply service), misalkan beras yang dikendalikan Bulog, kemudian sayur mayur, ikan dan kebutuhan lainnya, sehingga kondisi pasar tidak mengalami efek kejut yang begitu signifikan,” tukas Muhamad Nur.
Dia juga memaparkan, pada posisi Maret 2012, Sibolga mengalami deflasi senilai 0,44 persen. Hal itu terjadi, akibat terjadinya penurunan indeks harga konsumen (IHK) yang sangat mencolok pada kelompok bahan makanan senilai 1,53 persen disusul sandang 0,18 persen.
Bahkan, di periode yang sama perkembangan harga barang dan jasa di Kota Sibolga secara umum menunjukan adanya penurunan. Kendati pemerintah menganulir kenaikan harga BBM, namun pada April ini, Kota Sibolga diestimasi mengalami laju inflasi dengan nilai persentase kecil, diakibatkan naiknya harga sejumlah bahan makanan.
“Hal itu dapat terjadi, bila supply service sejumlah kebutuhan pokok di daerah setempat tidak terawasi dan tak terlaksana dengan baik,” ucap Muhamad Nur. (ank)
()