Bisnis sepatu mahasiswa teknik sipil beromzet ratusan juta
A
A
A
Sindonews.com - Apa jadinya jika filosofi struktur bangunan dan teori fisika modern diaplikasikan pada desain sepatu? Hasilnya adalah Brodo Footwear yang terlahir dari tangan dua mahasiswa teknik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sepatu keren ini dipakai oleh kalangan mahasiswa hingga penyanyi top seperti Glen Fredly dan Sandhy Sondhoro. Lulusan teknik sipil jualan sepatu? Sekilas mungkin terkesan tidak nyambung. Nyatanya, pengetahuan dan keahlian teknik yang dipelajari Yukka Harlanda selama kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB menjadi modal berharga dalam pengembangan desain sepatu merek Brodo Footwear yang dirintisnya sejak 2010.
“Desain Brodo banyak terinspirasi dari keindahan struktur bangunan yang dikombinasikan dengan sedikit teori dari fisika modern,” ujar Yukka saat ditemui SINDO dalam pameran UKM Pasar Indonesia Goes to Mall di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Pemuda yang meraih gelar sarjana teknik sipil dari ITB pada Oktober 2011 ini lantas menceritakan awal mula dirinya terjun di dunia bisnis sepatu. Saat itu pada 2010, Yukka yang tengah menggarap tugas akhir kuliah merasa punya banyak waktu luang.
Bersama Putera Dwi Karunia, mahasiswa Teknik Kelautan ITB yang dikenalnya semasa orientasi mahasiswa baru pada 2007, Yukka iseng-iseng mencari referensi desain sepatu dari internet dan mencoba menuangkannya dalam gambar-gambar. Gambar desain sepatu ini lantas dibawa ke perajin sepatu yang banyak tersebar di Kota Kembang. “Saya dan Putera punya ketertarikan yang sama soal sepatu. Kebetulan di Bandung banyak perajin yang ahli, ya sudah kami manfaatkan saja mereka untuk membuatkan sepatu yang sesuai selera zaman sekarang. Tapi, awalnya untuk dipakai sendiri saja,” tuturnya.
Senang memakai sepatu hasil desain sendiri, pada Juni 2010 kedua karib ini mencoba memasarkan sampel produknya lewat internet, jejaring sosial, dan forum-forum diskusi online. Nama “Brodo” pun dipilih sebagai merek dengan alasan enak didengar. Padahal, arti brodo dalam bahasa Italia adalah air kaldu yang tentunya tidak ada hubungannya dengan sepatu. “Dalam branding kami tidak ingin mengesankan terlalu serius. Bahasa yang dipakai dalam pemasaran juga disesuaikan dengan target utama pasar kami, yaitu usia 19–28 tahun,” sebut Yukka.
Usaha pengenalan sepatu Brodo lewat internet berbuah manis. Selain pemesan perseorangan, beberapa pemilik distro di Bandung tertarik memajang Brodo di distro mereka. Melihat respons dan permintaan pasar yang kian positif, duo Yukka dan Putera mulai serius menginvestasikan uang untuk pengembangan bisnis Brodo Footwear. Permintaan pun meluas dari distro-distro di luar Bandung seperti Jakarta dan Surabaya. Awal 2011, Brodo juga mulai merambah department store sekelas Plaza Indonesia di Jakarta. Dengan permintaan yang terus meningkat, Yukka menyadari perlunya tambahan permodalan guna menambah volume produksi dan stok barang.
Sekitar Juli 2011, ia menjalin kemitraan dengan Bank Mandiri yang memberinya bantuan dana Program Kemitraan untuk usahanya. Dana tersebut dimanfaatkannya untuk membeli bahan baku kulit serta menambah volume produksi dan stok barang. “Bantuan dana seperti ini sangat membantu bagi start up seperti kami. Waktu itu, dana tersebut kami alokasikan terutama untuk membeli bahan baku dalam jumlah lebih banyak sehingga harganya lebih murah,” tuturnya. Yukka menegaskan, kemitraan dengan Bank Mandiri memberikan keuntungan besar bagi pengembangan usahanya.
Selain bantuan permodalan, dia juga mendapat kesempatan mengikuti berbagai pelatihan dan seminar kewirausahaan yang difasilitasi Bank Mandiri, antara lain ASEAN Regional Entrepreneurship Summit di Bali pada Juli 2011 yang dihadiri Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton. Selain itu sering diikutkan dalam pameran yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri. Selanjutnya, bekerja sama dengan dua vendor perajin sepatu, Brodo Footwear mampu memproduksi hingga 500 pasang sepatu per bulan. Adapun harga jualnya rata-rata Rp475 ribu per pasang. Harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim untuk area Bandung dan Jabodetabek.
“Sebanyak 80 persen penjualan Brodo itu di kawasan Jabodetabek, sisanya Bandung dan Surabaya. Tapi, untuk pemesanan online datang dari hampir semua provinsi, termasuk yang terjauh dari Papua,” bebernya. Apa sesungguhnya yang membuat Brodo diminati dan berkembang pesat? Salah satu kuncinya terletak pada keunikan konsep dan desain sepatu yang original dan tidak pasaran. Dengan latar belakang teknik sipil, Yukka kerap mengaplikasikan ilmu teknik dan struktur bangunan terhadap sepatu yang diproduksi.
Sebagai contoh, salah satu koleksi produk Brodo yang dinamai Ponte terinspirasi dari jembatan Steel Truss Forth di Skotlandia yang dibangun menggunakan sistem tegangan tarik. Signore, item produk Brodo lainnya, juga diilhami keindahan struktur di Jepang. Sang inspirator adalah Tadao Ando, salah seorang arsitek dan ahli beton di Jepang, yang mampu menciptakan konstruksi kuat dan indah melalui konsep struktur sederhana. Bahkan, item produk pertama Brodo, yakni Il Cervo, juga memiliki pola jahitan yang terinspirasi dari piramida Suku Aztec di Meksiko.
Sampai saat ini, Brodo sudah menelurkan sekitar delapan item model yang punya kekhasan tersendiri. “Untuk mendapat kepercayaan konsumen, kami fokus di layanan 24 jam. Konsumen yang tidak puas dengan barang yang sudah dipesan juga bisa menukarnya,”tandasnya. Dengan keunikan desain dan kenyamanan layanan, Yukka dan Putera percaya diri menawarkan produk mereka kepada berbagai kalangan konsumen, termasuk publik figur. Antara lain penyanyi Sandhy Sondhoro yang sejak awal 2011 sudah mengenakan produk Brodo dan Glen Fredly yang belum lama ini juga meminati sepatu karya dua wirausaha muda ini.
“Sampai sekarang kami masih bermitra dengan Sandhy maupun Glen. Setiap kali ada produk baru, kami kontak dan tawari mereka untuk mencoba. Kedua musisi ini kami nilai sangat tepat dalam merepresentasikan imej produk kami karena mereka keren, berkualitas, dan direspek di dunianya. Apalagi kami juga suka lagu dan musiknya,” bebernya.
Bermula dari iseng, bisnis yang dirintis Yukka dan Putera kini bisa meraup omzet sekitar Rp200 juta–300 juta per bulan dan bisa meningkat tiga kali lipat saat menjelang Lebaran atau Natal.
Peningkatan omzet dan kapasitas produksi disadari Yukka harus diimbangi dengan kemampuan mempertahankan kualitas.Sebab itu, dalam kontrak kerja dengan vendor perajin, setiap sepatu yang dinilai tidak lolos standar kualifikasi Brodoakan dikembalikan ke perajin.
“Tujuannya supaya perajin berdisiplin dan berkomitmen membuat produk berkualitas. Imbal baliknya dari kami juga memastikan pembayaran tidak telat,” tegasnya.
Menurut Yukka, kualitas yang baik juga menjadi syarat penting agar produk sepatu Brodo bisa diterima di pasar internasional. Rencananya, tahun depan Brodo akan memulai ekspor perdana ke kawasan Asia Tenggara.
Sejumlah distributor dari Jepang dan Eropa juga sudah menghubunginya dan meminta sampel produk. Dari segi permodalan, belum lama ini investor asal Singapura juga telah menyatakan komitmen investasi dan menjadi salah seorang pemegang saham di Brodo Footwear. “Kami sudah diberi mentoring dan dibuatkan badan usaha dengan nama PT Harlanda Putera Indonesia,” pungkasnya.
Sepatu keren ini dipakai oleh kalangan mahasiswa hingga penyanyi top seperti Glen Fredly dan Sandhy Sondhoro. Lulusan teknik sipil jualan sepatu? Sekilas mungkin terkesan tidak nyambung. Nyatanya, pengetahuan dan keahlian teknik yang dipelajari Yukka Harlanda selama kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB menjadi modal berharga dalam pengembangan desain sepatu merek Brodo Footwear yang dirintisnya sejak 2010.
“Desain Brodo banyak terinspirasi dari keindahan struktur bangunan yang dikombinasikan dengan sedikit teori dari fisika modern,” ujar Yukka saat ditemui SINDO dalam pameran UKM Pasar Indonesia Goes to Mall di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Pemuda yang meraih gelar sarjana teknik sipil dari ITB pada Oktober 2011 ini lantas menceritakan awal mula dirinya terjun di dunia bisnis sepatu. Saat itu pada 2010, Yukka yang tengah menggarap tugas akhir kuliah merasa punya banyak waktu luang.
Bersama Putera Dwi Karunia, mahasiswa Teknik Kelautan ITB yang dikenalnya semasa orientasi mahasiswa baru pada 2007, Yukka iseng-iseng mencari referensi desain sepatu dari internet dan mencoba menuangkannya dalam gambar-gambar. Gambar desain sepatu ini lantas dibawa ke perajin sepatu yang banyak tersebar di Kota Kembang. “Saya dan Putera punya ketertarikan yang sama soal sepatu. Kebetulan di Bandung banyak perajin yang ahli, ya sudah kami manfaatkan saja mereka untuk membuatkan sepatu yang sesuai selera zaman sekarang. Tapi, awalnya untuk dipakai sendiri saja,” tuturnya.
Senang memakai sepatu hasil desain sendiri, pada Juni 2010 kedua karib ini mencoba memasarkan sampel produknya lewat internet, jejaring sosial, dan forum-forum diskusi online. Nama “Brodo” pun dipilih sebagai merek dengan alasan enak didengar. Padahal, arti brodo dalam bahasa Italia adalah air kaldu yang tentunya tidak ada hubungannya dengan sepatu. “Dalam branding kami tidak ingin mengesankan terlalu serius. Bahasa yang dipakai dalam pemasaran juga disesuaikan dengan target utama pasar kami, yaitu usia 19–28 tahun,” sebut Yukka.
Usaha pengenalan sepatu Brodo lewat internet berbuah manis. Selain pemesan perseorangan, beberapa pemilik distro di Bandung tertarik memajang Brodo di distro mereka. Melihat respons dan permintaan pasar yang kian positif, duo Yukka dan Putera mulai serius menginvestasikan uang untuk pengembangan bisnis Brodo Footwear. Permintaan pun meluas dari distro-distro di luar Bandung seperti Jakarta dan Surabaya. Awal 2011, Brodo juga mulai merambah department store sekelas Plaza Indonesia di Jakarta. Dengan permintaan yang terus meningkat, Yukka menyadari perlunya tambahan permodalan guna menambah volume produksi dan stok barang.
Sekitar Juli 2011, ia menjalin kemitraan dengan Bank Mandiri yang memberinya bantuan dana Program Kemitraan untuk usahanya. Dana tersebut dimanfaatkannya untuk membeli bahan baku kulit serta menambah volume produksi dan stok barang. “Bantuan dana seperti ini sangat membantu bagi start up seperti kami. Waktu itu, dana tersebut kami alokasikan terutama untuk membeli bahan baku dalam jumlah lebih banyak sehingga harganya lebih murah,” tuturnya. Yukka menegaskan, kemitraan dengan Bank Mandiri memberikan keuntungan besar bagi pengembangan usahanya.
Selain bantuan permodalan, dia juga mendapat kesempatan mengikuti berbagai pelatihan dan seminar kewirausahaan yang difasilitasi Bank Mandiri, antara lain ASEAN Regional Entrepreneurship Summit di Bali pada Juli 2011 yang dihadiri Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton. Selain itu sering diikutkan dalam pameran yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri. Selanjutnya, bekerja sama dengan dua vendor perajin sepatu, Brodo Footwear mampu memproduksi hingga 500 pasang sepatu per bulan. Adapun harga jualnya rata-rata Rp475 ribu per pasang. Harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim untuk area Bandung dan Jabodetabek.
“Sebanyak 80 persen penjualan Brodo itu di kawasan Jabodetabek, sisanya Bandung dan Surabaya. Tapi, untuk pemesanan online datang dari hampir semua provinsi, termasuk yang terjauh dari Papua,” bebernya. Apa sesungguhnya yang membuat Brodo diminati dan berkembang pesat? Salah satu kuncinya terletak pada keunikan konsep dan desain sepatu yang original dan tidak pasaran. Dengan latar belakang teknik sipil, Yukka kerap mengaplikasikan ilmu teknik dan struktur bangunan terhadap sepatu yang diproduksi.
Sebagai contoh, salah satu koleksi produk Brodo yang dinamai Ponte terinspirasi dari jembatan Steel Truss Forth di Skotlandia yang dibangun menggunakan sistem tegangan tarik. Signore, item produk Brodo lainnya, juga diilhami keindahan struktur di Jepang. Sang inspirator adalah Tadao Ando, salah seorang arsitek dan ahli beton di Jepang, yang mampu menciptakan konstruksi kuat dan indah melalui konsep struktur sederhana. Bahkan, item produk pertama Brodo, yakni Il Cervo, juga memiliki pola jahitan yang terinspirasi dari piramida Suku Aztec di Meksiko.
Sampai saat ini, Brodo sudah menelurkan sekitar delapan item model yang punya kekhasan tersendiri. “Untuk mendapat kepercayaan konsumen, kami fokus di layanan 24 jam. Konsumen yang tidak puas dengan barang yang sudah dipesan juga bisa menukarnya,”tandasnya. Dengan keunikan desain dan kenyamanan layanan, Yukka dan Putera percaya diri menawarkan produk mereka kepada berbagai kalangan konsumen, termasuk publik figur. Antara lain penyanyi Sandhy Sondhoro yang sejak awal 2011 sudah mengenakan produk Brodo dan Glen Fredly yang belum lama ini juga meminati sepatu karya dua wirausaha muda ini.
“Sampai sekarang kami masih bermitra dengan Sandhy maupun Glen. Setiap kali ada produk baru, kami kontak dan tawari mereka untuk mencoba. Kedua musisi ini kami nilai sangat tepat dalam merepresentasikan imej produk kami karena mereka keren, berkualitas, dan direspek di dunianya. Apalagi kami juga suka lagu dan musiknya,” bebernya.
Bermula dari iseng, bisnis yang dirintis Yukka dan Putera kini bisa meraup omzet sekitar Rp200 juta–300 juta per bulan dan bisa meningkat tiga kali lipat saat menjelang Lebaran atau Natal.
Peningkatan omzet dan kapasitas produksi disadari Yukka harus diimbangi dengan kemampuan mempertahankan kualitas.Sebab itu, dalam kontrak kerja dengan vendor perajin, setiap sepatu yang dinilai tidak lolos standar kualifikasi Brodoakan dikembalikan ke perajin.
“Tujuannya supaya perajin berdisiplin dan berkomitmen membuat produk berkualitas. Imbal baliknya dari kami juga memastikan pembayaran tidak telat,” tegasnya.
Menurut Yukka, kualitas yang baik juga menjadi syarat penting agar produk sepatu Brodo bisa diterima di pasar internasional. Rencananya, tahun depan Brodo akan memulai ekspor perdana ke kawasan Asia Tenggara.
Sejumlah distributor dari Jepang dan Eropa juga sudah menghubunginya dan meminta sampel produk. Dari segi permodalan, belum lama ini investor asal Singapura juga telah menyatakan komitmen investasi dan menjadi salah seorang pemegang saham di Brodo Footwear. “Kami sudah diberi mentoring dan dibuatkan badan usaha dengan nama PT Harlanda Putera Indonesia,” pungkasnya.
()