SNI tuntut jaminan hak & akses nelayan tradisional

Jum'at, 06 April 2012 - 15:47 WIB
SNI tuntut jaminan hak & akses nelayan tradisional
SNI tuntut jaminan hak & akses nelayan tradisional
A A A
Sindonews.com - Serikat Nelayan Indonesia (SNI) menyatakan perlunya peraturan dari Pemerintah dan DPR RI untuk mengakui dan menjamin hak atau akses bagi nelayan tradisional.

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Serikat Neayan Indonesia (DPP SNI) Budi Laksana menyampaikan, perlunya nelayan tradisional diberikan jaminan payung hukum dan keamanan untuk melakukan aktivitas penangkapan di wilayah tangkapnya.

"Hak nelayan tradisional dalam wilayah hukum adalah wilayah tangkap nelayan tradisional yang sebagaimana diatur dalam Keppres No. 80 tahun 1980 Tentang Larangan Beroperasinya Kapal Pukat Trawl dan SK Mentan No. 392 Tahun 1999 dengan tegas diatur soal jalur-jalur penangkapan kapal ikan," ujar Budi dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews di Jakarta, Jumat (6/4/2012).

Kemudian dia juga menyebutkan ada ketidakberpihakan pemerintah dalam melindungi tataniaga perdagangan ikan dari nelayan yang semakin memperparah keadaan. Bagi nelayan tradisonal rata-rata penjualan ikan tidak bisa langsung ke pasar karena mata rantai penjualan yang begitu panjang.

"Seorang nelayan berangkat ke laut harus meminjam modal kepada tengkulak karena terbatasnya akses modal. Karena jaminan permodalan yang ada lebih kepada para nelayan besar, termasuk jaminan ansuransi," tambahnya.

Budi juga mengungkapkan, Solar Pack Dealer untuk nelayan (SPBDN) pada tahun 2010 berjumlah 250 unit, sampai sekarang banyak nelayan tradisional tidak bisa mengaksesnya. Dikatakannya, sejak tahun 2005 nelayan tradisonal juga sudah membeli solar Rp5.000 di pengecer.

Bahkan seorang nelayan di Lampung, menurutnya, selalu mengeluhkan gonjang-ganjing sebelum kenaikan harga BBM. Ternyata nelayan harga beli solar mencapai Rp7.500 tetapi penjualan rajungan biasa dijual Rp33 ribu per kilo malah turun Rp30 ribu.

Kenaikan BBM tentu akan akan diikuti oleh kenaikan perbekalan seperti beras, minyak goreng, es balok, onderdil kapal setiap nelayan berangkat. Apalagi nelayan 70 persen tergantung dari bahan bakar minyak.

"Jika rencana pemerintah kembali menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), maka kalimat yang tepat adalah sudah jatuh ketimpa tangga pula," tuturnya.

Selain itu , Budi mengungkit program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan sebesar Rp1,5 triliun pada bulan September 2011 untuk nelayan. Tetapi ternyata masih belum bisa memberikan jawaban atas persoalan kemiskinan nelayan yang terjadi.

"Selain terkait hak agunan, juga informasi dan sosialisasi yang lebih berpihak kepada nelayan besar (pengusaha perikanan)," tandas Budi.

Kedepannya, Budi mengakui Pemerintah akan memberikan bantuan 1.000 kapal guna mendorong nelayan tradisional atau nelayan pantai (artisanal) menjadi nelayan lepas pantai dengan mematok pertumbuhan 365 persen pada tahun 2015. Akan tetapi program ini perlu waktu yang panjang karena terkait dengan pengusahaan teknlogi, permodalan, dan tradisi (turun temurun).
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6695 seconds (0.1#10.140)