Wajar OJK didominasi bankir
A
A
A
Sindonews.com – Sejumlah pengamat menilai wajar jika nantinya Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didominasi oleh kalangan perbankan. Hal ini karena perbankan masih mendominasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto berpendapat, sah-sah saja jika calon DK OJK berlatar belakang profesional bankir karena pengalaman empiris yang dimilikinya akan sangat bermanfaat dalam menjalankan tugas-tugas sebagai komisioner. Menurut dia, kehadiran para bankir dapat melengkapi calon-calon yang berasal dari otoritas baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), maupun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Menurut Ryan, konfigurasi DK OJK yang cukup heterogen dan sinergis akan baik untuk memenuhi harapan banyak pihak terutama pemangku kepentingan (stakeholder). ”Kebetulan saja peminat DK OJK banyak yang dari perbankan, jadi wajar kalau yang terjaring hingga 14 nama itu pun (banyak) dari perbankan. Namun, dari otoritas juga cukup banyak,” ujarnya kepada SINDO, kemarin.
Namun, dia berharap masyarakat dan stakeholder mengawal proses lebih lanjut di DPR agar transparan. Pendapat senada dikatakan pengamat perbankan Paul Sutaryono. Dia mengatakan, dominasi pendaftar maupun calon DK OJK dari kalangan perbankan terjadi karena potensi risiko sistemik sangat besar terjadi dari sektor perbankan tanpa mengurangi keberadaan lembaga keuangan nonbank. Hal ini yang membuat otoritas maupun kalangan perbankan merasa perlu untuk mengawal kehadiran OJK.
Paul berharap, ke depan akan semakin banyak praktisi perbankan yang menduduki kursi DK OJK dibandingkan hanya diwakili dari regulator terkait. Dia menegaskan, tugas dan wewenang OJK amat besar sehingga harus ditangani orang-orang yang berintegritas dan memiliki kredibilitas tinggi. Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono pernah mengatakan agar DK OJK nantinya diisi oleh profesional yang memiliki latar belakang, keahlian, dan pengalaman di bidang perbankan.
Dia menilai, dalam lima tahun ke depan sektor perbankan masih akan mendominasi sektor jasa keuangan di Indonesia. Dominasi itu terlihat dari segi aset perbankan yang mencapai sekitar 80 persen dari industri jasa keuangan, jumlah tenaga kerja, jumlah cabang, maupun jumlah nasabah. Melihat kondisi tersebut, Sigit mengatakan, dalam lima tahun pertama DK OJK harus dipimpin dan diisi oleh profesional yang berasal dari perbankan.
Seperti diketahui,Presiden telah memilih 14 nama calon DK OJK.Ke-14 nama tersebut telah diajukan ke DPR pada 5 April lalu untuk selanjutnya dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Dari 14 nama calon DK OJK yang beredar ke publik,kalangan perbankan mendominasi. Mereka yaitu mantan Deputi Gubernur BI Achjar Iljas, Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad, mantan Direktur SDM BI Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, dan mantan Direktur Direktorat Internasional BI Nelson Tampubolon.
Dari kalangan perbankan, Wakil Dirut Bank Mandiri Riswinandi, mantan Wakil Dirut Bank Mandiri I Wayan Agus Mertayasa,Executive Vice President Coordinator Internal Audit Bank Mandiri Rijani Tirtoso, Direktur Compliance Human and Capital Bank Mandiri Ogi Prastomiyono,dan Komisaris Utama BNI Peter Benyamin Stok. Ogi Prastomiyono yang dikonfirmasi, mengaku belum mendapat informasi resmi. “Saya pikir yang diserahkan Pansel OJK ke Presiden sebanyak 21 orang adalah yang terbaik,” ujarnya.
Di sisi lain, beredar kabar yang menyebutkan rencana pergantian di tubuh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).Jabatan Direktur Eksekutif LPS yang dijabat Firdaus Djaelani akan diserahkan kepada Mirza Adityaswara. Pergantian jabatan ini terkait lolosnya Firdaus Djaelani dalam 14 calon DK OJK. Mirza yang dikonfirmasi tak membantah maupun membenarkan. “Tunggu pengumuman resmi LPS ya, karena belum serah terima,” ujar Mirza singkat.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, menteri-menteri yang membantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mengerucutkan 21 nama DK OJK menjadi 14 nama hanya memberi pertimbangan dan tidak mengusulkan siapa-siapa saja yang masuk.Presiden juga mendengarkan masukan sejumlah pihak seperti Pusat Pelaporan danAnalisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Intelijen Negara (BIN).
Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto berpendapat, sah-sah saja jika calon DK OJK berlatar belakang profesional bankir karena pengalaman empiris yang dimilikinya akan sangat bermanfaat dalam menjalankan tugas-tugas sebagai komisioner. Menurut dia, kehadiran para bankir dapat melengkapi calon-calon yang berasal dari otoritas baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), maupun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Menurut Ryan, konfigurasi DK OJK yang cukup heterogen dan sinergis akan baik untuk memenuhi harapan banyak pihak terutama pemangku kepentingan (stakeholder). ”Kebetulan saja peminat DK OJK banyak yang dari perbankan, jadi wajar kalau yang terjaring hingga 14 nama itu pun (banyak) dari perbankan. Namun, dari otoritas juga cukup banyak,” ujarnya kepada SINDO, kemarin.
Namun, dia berharap masyarakat dan stakeholder mengawal proses lebih lanjut di DPR agar transparan. Pendapat senada dikatakan pengamat perbankan Paul Sutaryono. Dia mengatakan, dominasi pendaftar maupun calon DK OJK dari kalangan perbankan terjadi karena potensi risiko sistemik sangat besar terjadi dari sektor perbankan tanpa mengurangi keberadaan lembaga keuangan nonbank. Hal ini yang membuat otoritas maupun kalangan perbankan merasa perlu untuk mengawal kehadiran OJK.
Paul berharap, ke depan akan semakin banyak praktisi perbankan yang menduduki kursi DK OJK dibandingkan hanya diwakili dari regulator terkait. Dia menegaskan, tugas dan wewenang OJK amat besar sehingga harus ditangani orang-orang yang berintegritas dan memiliki kredibilitas tinggi. Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono pernah mengatakan agar DK OJK nantinya diisi oleh profesional yang memiliki latar belakang, keahlian, dan pengalaman di bidang perbankan.
Dia menilai, dalam lima tahun ke depan sektor perbankan masih akan mendominasi sektor jasa keuangan di Indonesia. Dominasi itu terlihat dari segi aset perbankan yang mencapai sekitar 80 persen dari industri jasa keuangan, jumlah tenaga kerja, jumlah cabang, maupun jumlah nasabah. Melihat kondisi tersebut, Sigit mengatakan, dalam lima tahun pertama DK OJK harus dipimpin dan diisi oleh profesional yang berasal dari perbankan.
Seperti diketahui,Presiden telah memilih 14 nama calon DK OJK.Ke-14 nama tersebut telah diajukan ke DPR pada 5 April lalu untuk selanjutnya dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Dari 14 nama calon DK OJK yang beredar ke publik,kalangan perbankan mendominasi. Mereka yaitu mantan Deputi Gubernur BI Achjar Iljas, Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad, mantan Direktur SDM BI Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, dan mantan Direktur Direktorat Internasional BI Nelson Tampubolon.
Dari kalangan perbankan, Wakil Dirut Bank Mandiri Riswinandi, mantan Wakil Dirut Bank Mandiri I Wayan Agus Mertayasa,Executive Vice President Coordinator Internal Audit Bank Mandiri Rijani Tirtoso, Direktur Compliance Human and Capital Bank Mandiri Ogi Prastomiyono,dan Komisaris Utama BNI Peter Benyamin Stok. Ogi Prastomiyono yang dikonfirmasi, mengaku belum mendapat informasi resmi. “Saya pikir yang diserahkan Pansel OJK ke Presiden sebanyak 21 orang adalah yang terbaik,” ujarnya.
Di sisi lain, beredar kabar yang menyebutkan rencana pergantian di tubuh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).Jabatan Direktur Eksekutif LPS yang dijabat Firdaus Djaelani akan diserahkan kepada Mirza Adityaswara. Pergantian jabatan ini terkait lolosnya Firdaus Djaelani dalam 14 calon DK OJK. Mirza yang dikonfirmasi tak membantah maupun membenarkan. “Tunggu pengumuman resmi LPS ya, karena belum serah terima,” ujar Mirza singkat.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, menteri-menteri yang membantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mengerucutkan 21 nama DK OJK menjadi 14 nama hanya memberi pertimbangan dan tidak mengusulkan siapa-siapa saja yang masuk.Presiden juga mendengarkan masukan sejumlah pihak seperti Pusat Pelaporan danAnalisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Intelijen Negara (BIN).
()