Pajak restoran di objek wisata Boyolali terlalu tinggi
A
A
A
Sindonews.com – Besaran pajak restoran dikeluhkan pengusaha restoran dan pancingan di objek wisata Tlatar, Boyolali. Pajak yang mencapai 10 persen dari setiap makanan yang dijual, membuat harga menu yang disediakan menjadi mahal.
Menurut salah satu pengelola rumah makan Tlatar, Baidi, besaran pajak 10 persen dinilai terlalu tinggi. Akibatnya, jumlah pengunjung yang datang semakin menurun karena harga makanan menjadi tinggi. Jika terus dibiarkan, para pengusaha kuliner di objek wisata yang terletak di Desa Kebon Bimo, Kecamatan Boyolali Kota ini menjadi kembang kempis.
”Untuk bertahan, kami hanya mengandalkan lonjakan pengunjung di hari libur,” ujar Baidi kemarin. Agar pembeli tidak lari, pihaknya terpaksa banting harga. Untuk hari biasa, rumah makan yang dikelolanya menghabiskan ikan segar sekitar 30 kilogram per hari.
Saat musim liburan,ikan segar yang dibutuhkan mencapai 100 kilogram per hari. Hasil penjualan itu untuk menutup honor 13 karyawan di hari biasa dan 50 karyawan saat libur. Jenis ikan segar yang disediakan sebagai sajian menu antara lain kakap, nila, lele, bawal, dan gurame. ”Untuk itu, kami berharap pemkab meninjau kembali besaran pajak yang dibebankan.
Sebab,Tlatar merupakan objek wisata yang baru berkembang,”ucapnya. Sariyono, 40, warga setempat menilai daya tarik Tlatar masih sangat kurang. Para pengunjung hanya disuguhi makanan dan kolam renang. ”Dinas terkait hanya menarik retribusi. Belum ada upaya lain yang dapat menarik pengunjung,” tandasnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Boyolali Sugiyanto menilai kondisi objek wisata Tlatar semakin ramai. ”Buktinya, target yang dibebankan dapat terlampaui,” ujarnya. Dengan terpenuhinya target, DPRD menyetujui usulan kenaikan pajak retribusi dari Rp2.000 menjadi Rp2.200. Guna meningkatkan daya tarik, pihaknya akan menggandeng pihak ketiga guna mendatangkan ikan lumbalumba atau permainan air lainnya.
Menurut salah satu pengelola rumah makan Tlatar, Baidi, besaran pajak 10 persen dinilai terlalu tinggi. Akibatnya, jumlah pengunjung yang datang semakin menurun karena harga makanan menjadi tinggi. Jika terus dibiarkan, para pengusaha kuliner di objek wisata yang terletak di Desa Kebon Bimo, Kecamatan Boyolali Kota ini menjadi kembang kempis.
”Untuk bertahan, kami hanya mengandalkan lonjakan pengunjung di hari libur,” ujar Baidi kemarin. Agar pembeli tidak lari, pihaknya terpaksa banting harga. Untuk hari biasa, rumah makan yang dikelolanya menghabiskan ikan segar sekitar 30 kilogram per hari.
Saat musim liburan,ikan segar yang dibutuhkan mencapai 100 kilogram per hari. Hasil penjualan itu untuk menutup honor 13 karyawan di hari biasa dan 50 karyawan saat libur. Jenis ikan segar yang disediakan sebagai sajian menu antara lain kakap, nila, lele, bawal, dan gurame. ”Untuk itu, kami berharap pemkab meninjau kembali besaran pajak yang dibebankan.
Sebab,Tlatar merupakan objek wisata yang baru berkembang,”ucapnya. Sariyono, 40, warga setempat menilai daya tarik Tlatar masih sangat kurang. Para pengunjung hanya disuguhi makanan dan kolam renang. ”Dinas terkait hanya menarik retribusi. Belum ada upaya lain yang dapat menarik pengunjung,” tandasnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Boyolali Sugiyanto menilai kondisi objek wisata Tlatar semakin ramai. ”Buktinya, target yang dibebankan dapat terlampaui,” ujarnya. Dengan terpenuhinya target, DPRD menyetujui usulan kenaikan pajak retribusi dari Rp2.000 menjadi Rp2.200. Guna meningkatkan daya tarik, pihaknya akan menggandeng pihak ketiga guna mendatangkan ikan lumbalumba atau permainan air lainnya.
()