Status lahan sawit masih jadi kendala pengusaha
A
A
A
Sindonews.com - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menuturkan, saat ini pelaku usaha masih mengalami kendala terkait ketersediaan lahan, termasuk status lahan yang sering bermasalah.
"Terkait batas waktu dua tahun untuk bangun kebun plasma itu tidak masalah, asalkan status lahannya tidak bermasalah. Kita lebih menyoroti aturan soal penerapannya, jangan sampai berlaku surut atau retroaktif. Karena sebelum permentan tersebut diundangkan, banyak perusahaan yang sudah tidak memiliki lahan lagi untuk kebun plasma," ujar Sekjen Gapki Joko Supriyono di Jakarta, Rabu (18/4/2012).
Joko menyebutkan, pihaknya siap membangun kebun rakyat dengan harapan lahan 20 persen yang dibangun nanti statusnya tidak bermasalah. Adapun yang lebih penting, kata dia, peraturan ini tidak dimanfaatkan kepentingan tertentu oleh oknum-oknum pejabat daerah.
Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, jika pengusaha tidak memiliki lahan lagi untuk membangun kebun rakyat, maka pelaku usaha bisa menjalin kemitraan dengan petani pemilik lahan.
"Kan petani ada yang punya lahan yang bisa dimitrakan. Intinya itu pelaku usaha perkebunan membantu masyarakat sekitarnya. Dalam permentan yang kita revisi itu akan tegas. Kita siapkan sanksi. Kalau memang mereka tidak memenuhi aturan yang baru itu, maka kita rekomendasikan ke bupati, wali kota atau gubernur untuk mencabut IUP-nya," kata Gamal Nasir.
Namun, kata Gamal, apabila perusahaan tersebut tidak memiliki lahan lagi untuk membangun kebun plasma, maka perusahaan tersebut bisa menggantinya dengan program corporate social responsibility (CSR). ”Itu opsi lain apabila perusahaan tersebut tidak punya lagi lahan untuk kebun plasma. Itu bisa diganti dengan CSR. Intinya, kehadiran perusahaan tersebut bisa dirasakan manfaatnya pada masyarakat sekitar,” terang Gamal.
Gamal menyebutkan, pasal yang krusial dalam revisi permentan di antaranya mengenai batas waktu atau deadline mengenai pembangunan kebun rakyat tersebut.
"Terkait batas waktu dua tahun untuk bangun kebun plasma itu tidak masalah, asalkan status lahannya tidak bermasalah. Kita lebih menyoroti aturan soal penerapannya, jangan sampai berlaku surut atau retroaktif. Karena sebelum permentan tersebut diundangkan, banyak perusahaan yang sudah tidak memiliki lahan lagi untuk kebun plasma," ujar Sekjen Gapki Joko Supriyono di Jakarta, Rabu (18/4/2012).
Joko menyebutkan, pihaknya siap membangun kebun rakyat dengan harapan lahan 20 persen yang dibangun nanti statusnya tidak bermasalah. Adapun yang lebih penting, kata dia, peraturan ini tidak dimanfaatkan kepentingan tertentu oleh oknum-oknum pejabat daerah.
Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, jika pengusaha tidak memiliki lahan lagi untuk membangun kebun rakyat, maka pelaku usaha bisa menjalin kemitraan dengan petani pemilik lahan.
"Kan petani ada yang punya lahan yang bisa dimitrakan. Intinya itu pelaku usaha perkebunan membantu masyarakat sekitarnya. Dalam permentan yang kita revisi itu akan tegas. Kita siapkan sanksi. Kalau memang mereka tidak memenuhi aturan yang baru itu, maka kita rekomendasikan ke bupati, wali kota atau gubernur untuk mencabut IUP-nya," kata Gamal Nasir.
Namun, kata Gamal, apabila perusahaan tersebut tidak memiliki lahan lagi untuk membangun kebun plasma, maka perusahaan tersebut bisa menggantinya dengan program corporate social responsibility (CSR). ”Itu opsi lain apabila perusahaan tersebut tidak punya lagi lahan untuk kebun plasma. Itu bisa diganti dengan CSR. Intinya, kehadiran perusahaan tersebut bisa dirasakan manfaatnya pada masyarakat sekitar,” terang Gamal.
Gamal menyebutkan, pasal yang krusial dalam revisi permentan di antaranya mengenai batas waktu atau deadline mengenai pembangunan kebun rakyat tersebut.
()