Dari gunung kembali ke gunung
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia kehilangan sosok yang layak jadi anutan. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo meninggal saat mendaki Gunung Tambora di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, sekitar pukul 15.00 Wita kemarin.
Tokoh kelahiran Magelang, 16 September 1951, ini diduga meninggal karena kelelahan dan kekurangan oksigen. Meninggalnya guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini cukup mengejutkan karena sebelum berangkat mendaki kondisinya dipastikan sehat. Keluarganya juga tidak merasakan firasat apa pun. Pejabat berpenampilan nyentrik itu tiba-tiba saja jatuh pingsan ketika cuaca di atas gunung buruk.
“Tidak ada apa-apa, beliau sangat suka naik gunung.Naik gunung bagian dari hobi Bapak. Selagi Bapak senang tidak apa-apa,” tutur istri almarhum, Ninasapti Triaswati, saat memberikan keterangan persnya kepada wartawan di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Jenazah tadi malam langsung diterbangkan ke Halim Perdanakusumah Jakarta. Rencananya pagi ini akan dimakamkan di Pemakaman SanDiego Hills, Karawang,Jawa Barat.
Menteri ESDM Jero Wacik mengaku mendapat informasi tentang kondisi kesehatan wakilnya tersebut sejak pukul 09.WIB. Dia pun langsung meminta tim SAR naik gunung untuk melakukan evakuasi dari Pos 3 Gunung Tambora.
Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata itu juga langsung menyampaikan kabar tersebut kepada Presiden Susilo BambangYudhoyono. Jero mengaku terakhir bertemu dengan Widjajono pada Rabu lalu (18/4) di kantornya.
Siang itu, Jero memanggil Widjajono ke ruangan kerjanya untuk diberi tugas mewakili dirinya menghadiri rapat terbatas di Kantor Kepresidenan yang diteruskan dengan makan bersama di meja makan ruangannya. Pada kesempatan itulah teman satu angkatannya di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu meminta izin mendaki gunung pada Sabtu (21/4).
“Saya katakan sama beliau, oke-oke saja untuk mendaki. Tapi apa masih kuat dengan kondisi usia kita yang sudah sama-sama 60 tahunan ini. Beliau menjawab hanya dengan tertawa saja dan sepertinya tidak ada masalah apa pun, termasuk masalah kesehatan,” tambahnya.
Berdasar keterangan tim SAR, jenazah Widjajono dievakuasi dari ketinggian 2.500 meter dari permukaan laut di Pos 3 jalur pendakian Gunung Tambora, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Untuk diketahui, gunung yang tercatat dalam sejarah pernah mengeluarkan letusan terdahsyat itu memiliki tinggi 2.815 meter dari permukaan laut. Dengan demikian, almarhum hampir mencapai puncak gunung.
Widjajono sendiri bersama rekannya terbang dari Jakarta ke Dompu pada Jumat (20/4). Almarhum mulai berangkat mendaki pada Sabtu (21/4) subuh melalui jalur Doropeti yang melalui Pos 1, Pos 2, dan Pos 3. Dari Pos 3, rombongan yang sempat bermalam di tempat itu langsung melanjutkan perjalanan menuju puncak Tambora pada Sabtu pagi.
Menurut Kepala Kantor SAR Mataram Marsudi, Widjajono telah meninggal ketika tim evakuasi tiba di lokasi sekitar pukul 15.00 Wita. Selanjutnya, tim yang merupakan gabungan SAR, kepolisian, petugas medis itu langsung membawa jenazah ke lokasi pendaratan helikopter di kaki gunung.
Sebelumnya, tim SAR melakukan evakuasi setelah mendapat laporan Widjajono sedang kritis. Helikopter milik PT Newmont Nusa Tenggara yang membawa mereka sempat terkendala cuaca buruk berupa kabut tebal.
Setelah dicoba berkali- kali, akhirnya helikopter dapat mendarat di kaki Gunung Tambora,lalu tim evakuasi berjalan kaki ke posisi Widjajono berada.Selanjutnya,dari Dompu, dengan helikopter Travira jenazah diterbangkan ke Denpasar, Bali, dan kemudian pukul 18.00 Wita diberangkatkan ke Jakarta dengan Hercules.
Pencinta Gunung
Akhir perjalanan hidup Widjajono ibarat dari gunung kembali ke gunung. Jauh sebelum mendapat kepercayaan sebagai wakil menteri ESDM, dosen ITB ini dikenal sebagai pencinta gunung. Dia sering kali menghabiskan waktu luangnya untuk menaklukkan gunung, bukan hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Hobinya ini tidak berhenti walau dia sudah menjadi pejabat tinggi negara.
Dalam suatu kesempatan kepada wartawan dia menuturkan telah menggemari hobi mendaki gunung sejak duduk di bangku SMA. Gunung pertama yang didaki pria berambut gondrong tersebut adalah Gunung Gede, Pangrango, Jawa Barat.
Jika dijumlahkan, total gunung yang telah didakinya hampir mencapai 50 gunung. Di antara pendakian gunung tersebut, pengalaman yang paling berkesan menurut dia adalah ketika Widjajono mendaki Gunung Himalaya di Kala Patthar. Pasalnya dia sempat merasakan pengalaman spiritual ketika mendaki gunung hitam tersebut.
Adapun pengalaman yang menurut dia paling menantang adalah ketika menjelajahi Gunung Aconcagua, Mesir, karena saat mendaki dirinya sempat merasakan petir besar dan hujan badai. Rektor ITB Akhmaloka membenarkan hobi teman sealmamater tersebut.
Menurut dia, sejak awal masuk kampus Widjajono sudah bergabung dengan mahasiswa pencinta alam untuk menaklukkan gunung di berbagai pelosok Tanah Air. Bahkan saat menjadi guru besar pun Widjajono masih terus menyalurkan hobinya menaklukkan gunung-gunung di dunia, termasuk pegunungan Amerika Selatan. “Di usia yang saat itu sudah 60 tahun itu saya tidak menyangka kondisinya sangat fit dan luar biasa,” ujar Akhmaloka tadi malam.
Menurutnya, setiap pendakian ke luar negeri, Widjajono selalu meminta izin kepada dirinya selaku rektor. Adapun untuk mendaki gunung di negeri ini, almarhum selalu menggunakan waktunya setiap akhir pekan. “Kalau mendaki gunung di mancanegara selalu dilakukannya saat break semester,” ujar Rektor ITB periode 2010–2014 itu.
Sejumlah data dan foto menyebutkan, lelaki yang meraih gelar master serta doktor ekonomi dan perminyakan di Amerika Serikat ini bukan hanya pernah menaklukkan gunung di Tanah Air, tapi juga gunung-gunung yang menjadi idola pendaki profesional seperti Himalaya di Nepal, Gunung Fuji di Jepang, dan Kilimanjaro di Afrika.
Foto-fotonya saat berada di puncak gunung bahkan dipajang di buku karyanya, semisal fotonya saat di Kitap Taman, Kalapattar, Himyalaya yang berada di ketinggian 5.545 m (15/04/2007). Foto ini ditampilkan dalam biodata bukunya yang berjudul Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan. Adapun dibuku Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan, dia memasang fotonya saat berada di Kilimanjaro, Afrika(22/02/2009).
Dia juga mewarnai setting blognya dengan gambar pegunungan. Saking cintanya dengan anugerah Tuhan tersebut, anggota Dewan Energi Nasional ini menamai putrinya berdasarkan gunung-gunung yang pernah ia taklukkan. Nama putri tunggalnya, Kristal Amalia, konon berasal dari nama Gunung Kerinci, Rinjani, Semeru, Tujuh, dan Latimojong. (ank)
Tokoh kelahiran Magelang, 16 September 1951, ini diduga meninggal karena kelelahan dan kekurangan oksigen. Meninggalnya guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini cukup mengejutkan karena sebelum berangkat mendaki kondisinya dipastikan sehat. Keluarganya juga tidak merasakan firasat apa pun. Pejabat berpenampilan nyentrik itu tiba-tiba saja jatuh pingsan ketika cuaca di atas gunung buruk.
“Tidak ada apa-apa, beliau sangat suka naik gunung.Naik gunung bagian dari hobi Bapak. Selagi Bapak senang tidak apa-apa,” tutur istri almarhum, Ninasapti Triaswati, saat memberikan keterangan persnya kepada wartawan di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Jenazah tadi malam langsung diterbangkan ke Halim Perdanakusumah Jakarta. Rencananya pagi ini akan dimakamkan di Pemakaman SanDiego Hills, Karawang,Jawa Barat.
Menteri ESDM Jero Wacik mengaku mendapat informasi tentang kondisi kesehatan wakilnya tersebut sejak pukul 09.WIB. Dia pun langsung meminta tim SAR naik gunung untuk melakukan evakuasi dari Pos 3 Gunung Tambora.
Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata itu juga langsung menyampaikan kabar tersebut kepada Presiden Susilo BambangYudhoyono. Jero mengaku terakhir bertemu dengan Widjajono pada Rabu lalu (18/4) di kantornya.
Siang itu, Jero memanggil Widjajono ke ruangan kerjanya untuk diberi tugas mewakili dirinya menghadiri rapat terbatas di Kantor Kepresidenan yang diteruskan dengan makan bersama di meja makan ruangannya. Pada kesempatan itulah teman satu angkatannya di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu meminta izin mendaki gunung pada Sabtu (21/4).
“Saya katakan sama beliau, oke-oke saja untuk mendaki. Tapi apa masih kuat dengan kondisi usia kita yang sudah sama-sama 60 tahunan ini. Beliau menjawab hanya dengan tertawa saja dan sepertinya tidak ada masalah apa pun, termasuk masalah kesehatan,” tambahnya.
Berdasar keterangan tim SAR, jenazah Widjajono dievakuasi dari ketinggian 2.500 meter dari permukaan laut di Pos 3 jalur pendakian Gunung Tambora, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Untuk diketahui, gunung yang tercatat dalam sejarah pernah mengeluarkan letusan terdahsyat itu memiliki tinggi 2.815 meter dari permukaan laut. Dengan demikian, almarhum hampir mencapai puncak gunung.
Widjajono sendiri bersama rekannya terbang dari Jakarta ke Dompu pada Jumat (20/4). Almarhum mulai berangkat mendaki pada Sabtu (21/4) subuh melalui jalur Doropeti yang melalui Pos 1, Pos 2, dan Pos 3. Dari Pos 3, rombongan yang sempat bermalam di tempat itu langsung melanjutkan perjalanan menuju puncak Tambora pada Sabtu pagi.
Menurut Kepala Kantor SAR Mataram Marsudi, Widjajono telah meninggal ketika tim evakuasi tiba di lokasi sekitar pukul 15.00 Wita. Selanjutnya, tim yang merupakan gabungan SAR, kepolisian, petugas medis itu langsung membawa jenazah ke lokasi pendaratan helikopter di kaki gunung.
Sebelumnya, tim SAR melakukan evakuasi setelah mendapat laporan Widjajono sedang kritis. Helikopter milik PT Newmont Nusa Tenggara yang membawa mereka sempat terkendala cuaca buruk berupa kabut tebal.
Setelah dicoba berkali- kali, akhirnya helikopter dapat mendarat di kaki Gunung Tambora,lalu tim evakuasi berjalan kaki ke posisi Widjajono berada.Selanjutnya,dari Dompu, dengan helikopter Travira jenazah diterbangkan ke Denpasar, Bali, dan kemudian pukul 18.00 Wita diberangkatkan ke Jakarta dengan Hercules.
Pencinta Gunung
Akhir perjalanan hidup Widjajono ibarat dari gunung kembali ke gunung. Jauh sebelum mendapat kepercayaan sebagai wakil menteri ESDM, dosen ITB ini dikenal sebagai pencinta gunung. Dia sering kali menghabiskan waktu luangnya untuk menaklukkan gunung, bukan hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Hobinya ini tidak berhenti walau dia sudah menjadi pejabat tinggi negara.
Dalam suatu kesempatan kepada wartawan dia menuturkan telah menggemari hobi mendaki gunung sejak duduk di bangku SMA. Gunung pertama yang didaki pria berambut gondrong tersebut adalah Gunung Gede, Pangrango, Jawa Barat.
Jika dijumlahkan, total gunung yang telah didakinya hampir mencapai 50 gunung. Di antara pendakian gunung tersebut, pengalaman yang paling berkesan menurut dia adalah ketika Widjajono mendaki Gunung Himalaya di Kala Patthar. Pasalnya dia sempat merasakan pengalaman spiritual ketika mendaki gunung hitam tersebut.
Adapun pengalaman yang menurut dia paling menantang adalah ketika menjelajahi Gunung Aconcagua, Mesir, karena saat mendaki dirinya sempat merasakan petir besar dan hujan badai. Rektor ITB Akhmaloka membenarkan hobi teman sealmamater tersebut.
Menurut dia, sejak awal masuk kampus Widjajono sudah bergabung dengan mahasiswa pencinta alam untuk menaklukkan gunung di berbagai pelosok Tanah Air. Bahkan saat menjadi guru besar pun Widjajono masih terus menyalurkan hobinya menaklukkan gunung-gunung di dunia, termasuk pegunungan Amerika Selatan. “Di usia yang saat itu sudah 60 tahun itu saya tidak menyangka kondisinya sangat fit dan luar biasa,” ujar Akhmaloka tadi malam.
Menurutnya, setiap pendakian ke luar negeri, Widjajono selalu meminta izin kepada dirinya selaku rektor. Adapun untuk mendaki gunung di negeri ini, almarhum selalu menggunakan waktunya setiap akhir pekan. “Kalau mendaki gunung di mancanegara selalu dilakukannya saat break semester,” ujar Rektor ITB periode 2010–2014 itu.
Sejumlah data dan foto menyebutkan, lelaki yang meraih gelar master serta doktor ekonomi dan perminyakan di Amerika Serikat ini bukan hanya pernah menaklukkan gunung di Tanah Air, tapi juga gunung-gunung yang menjadi idola pendaki profesional seperti Himalaya di Nepal, Gunung Fuji di Jepang, dan Kilimanjaro di Afrika.
Foto-fotonya saat berada di puncak gunung bahkan dipajang di buku karyanya, semisal fotonya saat di Kitap Taman, Kalapattar, Himyalaya yang berada di ketinggian 5.545 m (15/04/2007). Foto ini ditampilkan dalam biodata bukunya yang berjudul Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan. Adapun dibuku Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan, dia memasang fotonya saat berada di Kilimanjaro, Afrika(22/02/2009).
Dia juga mewarnai setting blognya dengan gambar pegunungan. Saking cintanya dengan anugerah Tuhan tersebut, anggota Dewan Energi Nasional ini menamai putrinya berdasarkan gunung-gunung yang pernah ia taklukkan. Nama putri tunggalnya, Kristal Amalia, konon berasal dari nama Gunung Kerinci, Rinjani, Semeru, Tujuh, dan Latimojong. (ank)
()