Pengusaha pertanyakan legalitas kafe
A
A
A
Sindonews.com – Asosiasi Kafe dan Restoran (Akar) Kota Bandung menyesalkan hingga saat ini belum ada perkembangan legalitas kafe-kafe di Kota Bandung. Padahal, beberapa waktu lalu sering dilakukan pemeriksaan mengenai perizinan oleh Satpol PP.
”Seharusnya ada perubahan setelah beberapa waktu lalu ramai diberitakan dan banyaknya pemeriksaan kafe-kafe.Tapi sekarang kelihatannya tidak banyak berubah. Ada dua cara untuk mengatasi masalah itu, pertama memutihkan semuanya dalam artian dilegalkan melalui prosedur yang berlaku dan pengusaha pun akan mampu mengurusnya bila memang begitu. Kedua, membereskan semuanya dan tertibkan seluruhnya,” ungkap Ketua Akar Dedie Soekartin, kemarin.
Menurut dia, jika langkah kedua yang diambil, berarti tinggal 10 persen saja kafe yang ada di Kota Bandung dan itu legal seluruhnya. ”Tapi kan bila langkah itu dilakukan, maka banyak kafe yang mati serta berapa banyak pegawai diberhentikan,” sesal Dedie.
Bila aspek legalnya jelas, akan ada keuntungan besar bagi Pemkot Bandung. ”Bila sudah legal,bisa ditarik pajaknya dan itu akan menjadi pendapatan asli daerah tersendiri bagi Pemkot Bandung,”ujarnya.
Dedie menganggap Pemkot Bandung tidak tegas dan seolah- olah ada pembiaran terhadap legalitas kafe-kafe tersebut. ”Ini sangat ironis, di saat pengusaha ada kepedulian dalam memajukan wisata kuliner di Kota Bandung, tapi dari pemerintahnya seperti sulit dalam mengurus perizinannya,” tandas Dedie.
Sementara itu, Dimas, General Manager Kafe Qahwa, mengakui bahwa pihaknya ingin menjalankan usaha dengan tenang disertai perizinan yang lengkap. ”Awalnya, kami memang mematuhi sesuai prosedur hingga SIUP (surat izin usaha perdagangan) dan TDP (tanda daftar perusahaan) sudah kami miliki. Tapi hingga sekarang mentok di SIUK (surat izin usaha kepariwisataan),” ungkap Dimas.
Bahkan, pihaknya sudah mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah besar untuk mempermudah dalam mengurus perizinan. ”Kalau dihitung- hitung kami sudah keluarkan sekitar Rp27 juta untuk izin-izin itu melalui oknum salah satu SKPD (satuan kerja perangkat daerah) di Pemkot Bandung,” akunya.
Dimas pun merasa terganggu dengan banyaknya oknum yang datang hampir setiap hari. ”Mereka datang hampir setiap hari dengan iming-iming akan beres segala aspek legalitasnya, tapi hingga kini masih tetap menggantung,” ujarnya.
”Seharusnya ada perubahan setelah beberapa waktu lalu ramai diberitakan dan banyaknya pemeriksaan kafe-kafe.Tapi sekarang kelihatannya tidak banyak berubah. Ada dua cara untuk mengatasi masalah itu, pertama memutihkan semuanya dalam artian dilegalkan melalui prosedur yang berlaku dan pengusaha pun akan mampu mengurusnya bila memang begitu. Kedua, membereskan semuanya dan tertibkan seluruhnya,” ungkap Ketua Akar Dedie Soekartin, kemarin.
Menurut dia, jika langkah kedua yang diambil, berarti tinggal 10 persen saja kafe yang ada di Kota Bandung dan itu legal seluruhnya. ”Tapi kan bila langkah itu dilakukan, maka banyak kafe yang mati serta berapa banyak pegawai diberhentikan,” sesal Dedie.
Bila aspek legalnya jelas, akan ada keuntungan besar bagi Pemkot Bandung. ”Bila sudah legal,bisa ditarik pajaknya dan itu akan menjadi pendapatan asli daerah tersendiri bagi Pemkot Bandung,”ujarnya.
Dedie menganggap Pemkot Bandung tidak tegas dan seolah- olah ada pembiaran terhadap legalitas kafe-kafe tersebut. ”Ini sangat ironis, di saat pengusaha ada kepedulian dalam memajukan wisata kuliner di Kota Bandung, tapi dari pemerintahnya seperti sulit dalam mengurus perizinannya,” tandas Dedie.
Sementara itu, Dimas, General Manager Kafe Qahwa, mengakui bahwa pihaknya ingin menjalankan usaha dengan tenang disertai perizinan yang lengkap. ”Awalnya, kami memang mematuhi sesuai prosedur hingga SIUP (surat izin usaha perdagangan) dan TDP (tanda daftar perusahaan) sudah kami miliki. Tapi hingga sekarang mentok di SIUK (surat izin usaha kepariwisataan),” ungkap Dimas.
Bahkan, pihaknya sudah mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah besar untuk mempermudah dalam mengurus perizinan. ”Kalau dihitung- hitung kami sudah keluarkan sekitar Rp27 juta untuk izin-izin itu melalui oknum salah satu SKPD (satuan kerja perangkat daerah) di Pemkot Bandung,” akunya.
Dimas pun merasa terganggu dengan banyaknya oknum yang datang hampir setiap hari. ”Mereka datang hampir setiap hari dengan iming-iming akan beres segala aspek legalitasnya, tapi hingga kini masih tetap menggantung,” ujarnya.
()