Sebelum pembatasan BBM, SPBU Pertamax harus diperbanyak

Kamis, 26 April 2012 - 09:45 WIB
Sebelum pembatasan BBM,...
Sebelum pembatasan BBM, SPBU Pertamax harus diperbanyak
A A A
Sindonews.com – Sebelum menetapkan kebijakan pembatasan penggunaan premium, pemerintah perlu memperbanyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.

Hal tersebut berkaitan dengan belum diputuskannya kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang selama ini membebani APBN. Bahkan pemerintah juga belum dapat menetapkan waktu yang tepat untuk menerapkan pembatasan BBM bersubsidi. ”Perbanyak infrastruktur SPBU pertamax yang bisa mendukung kebijakan,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Dia menilai saat ini jumlah SPBU yang menjual pertamax masih terbatas. Menurut dia, Pertamina baru akan menyiapkan infrastruktur SPBU-SPBU pertamax pada 2017 sehingga perlu ada perhatian khusus dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan. ”Jangan nanti diputuskan, pelaksanaannya tidak jalan,”tuturnya.

Sementara itu, pemerintah akhir bulan ini akan menerbitkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG). Aturan ini akan menjadi pedoman instansi pemerintah dalam menjalankan tugas konversi BBM ke BBG di lapangan. ”Perpres diumumkan bersamaan dengan peraturan hemat energi akhir bulan,”kata Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Legowo.

Menurut dia, perpres ini akan memperjelas tugas dan tanggung jawab tiap kementerian sehingga konversi BBM ke BBG bisa berjalan dengan efektif. Kementerian ESDM, kata Evita, bertugas menyediakan pasokan gas untuk BBG beserta infrastrukturnya. Kementerian Perindustrian bertugas membangun bengkel kendaraan dan menyediakan converter kit. Adapun Kementerian Perhubungan bertanggung jawab menyusun persyaratan teknis kendaraan yang memakai BBG dan dinyatakan layak jalan. Evita menyatakan, konversi BBG tetap berjalan walaupun ada kenaikan harga atau pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.

Program konversi ini sempat muncul pada 1980-an, tetapi terhenti karena tidak ada penanggung jawabnya. Melalui perpres baru ini, pemerintah menunjuk PT Pertamina (persero) untuk memimpin program konversi.”Pemerintah sudah teken nota kesepahaman dengan pemasok gas untuk BBG. Setelah perpres terbit, Pertamina bisa menandatangani perjanjian jual beli gas (PJBG) dengan pemasok itu,” ucapnya. Dengan berjalannya program tersebut, pemerintah mengklaim dapat mengurangi pemakaian BBM sebanyak 300 ribu kiloliter atau senilai Rp1,5 triliun.

Sebelumnya Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, untuk mencapai target tersebut pemerintah akan terus membangun infrastruktur pendukung kebijakan itu.Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan dana Rp2,1 triliun untuk membangun 54 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) jenis gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG) dan 108 SPBG jenisliquid gas for vehicles (LGV). SPBG tersebut akan dibangun di sejumlah daerah seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang Selatan, dan Bogor.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan meyakini rencana pembatasan BBM bersubsidi tidak akan berpengaruh banyak terhadap harga komoditas pangan.Mantan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut juga optimistis rencana pembatasan tidak akan memberi dampak inflasi yang besar dibandingkan dengan rencana kenaikan harga BBM.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7182 seconds (0.1#10.140)