Infrastruktur kacau, daya beli masyarakat terhambat

Kamis, 03 Mei 2012 - 16:51 WIB
Infrastruktur kacau,...
Infrastruktur kacau, daya beli masyarakat terhambat
A A A
Sindonews.com - Daya beli masyarakat Indonesia akan terhambat apabila kondisi infrastruktur tidak segera diperbaiki oleh pemerintah. Pengamat Bisnis dan Pemasaran Yuswohady mengatakan, daya beli masyarakat Indonesia masih kalah apabila dibandingkan dengan China.

“Keyakinan dan daya beli konsumen kita akan terus bertumbuh cepat. Tapi tidak akan secepat China, karena ada bottleneck infrastruktur. Sementara di China, infrastrukturnya memadai. Ekonomi kita tetap akan bertumbuh di atas 5 persen, tapi pertumbuhannya tidak akan seperti China,” kata Yuswohady ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (3/5/2012).

Apabila melihat hasil survei Nielsen, menurutnya, pertumbuhan ekonomi didorong oleh optimisme para pelaku ekonomi. Optimisme tersebut akan berpengaruh untuk berinvestasi lalu menyerap banyak tenaga kerja.

“Misalnya, mereka bangun pabrik lalu menggaji karyawan, lalu pendapatan masyarakat naik, membeli produk dari pabrik tadi. Itu jadi akan terjadi perputaran. Ketika pendapatan per kapita melewati USD3.000, maka perputaran itu akan makin cepat,” jelasnya.

Seperti diketahui, Nielsen mencatat, konsumen Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam tingkat optimismenya, dengan jumlah indeks 118. Jumlah indeks ini naik tipis satu poin dibandingkan kuartal IV-2011 yang sebesar 117. Kepercayaan konsumen pada kuartal I ini mencapai indeks tertinggi sejak 2010.

Dia menyebutkan, pascakrisis ekonomi pada 1997-1998 lalu, pendapat per kapita Indonesia sudah melewati level USD3.000, sedangkan China sudah mencapai USD8.000.

“Indonesia disebut-sebut gadis molek. Jumlah konsumen kelas menengah di Indonesia saat ini 134 juta dari total penduduk. Spending kita per hari sekitar USD2 hingga USD20. Sedangkan kelas menengah di China 1,1 miliar terhadap total penduduk,” ungkapnya.

Namun, lanjutnya, karena pertumbuhan yang terlalu cepat tersebut, konsumen di China sudah mulai khawatir, sehingga menurunkan keyakinan serta daya belinya. “Maka dari itu, hasil survei menunjukkan keoptimisan China lebih rendah dibandingkan Indonesia,” ucapnya.

Sementara itu, dia menjelaskan, sejumlah faktor lain, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan suhu politik memang akan berdampak terhadap keyakinan konsumen Indonesia, namun hanya bersifat sementara. “In the long run, keyakinan konsumen akan terus naik meski ada kerikil-kerikil yang menghambat sementara,” jelasnya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0338 seconds (0.1#10.140)