Denda pajak restoran di Medan mencapai Rp1,8 M
A
A
A
Sindonews.com - Perhitungan pajak yang ditentukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan masih banyak membingungkan wajib pajak, khususnya dari kalangan pemilik restoran.
Akibatnya, pemilik restoran tetap saja memiliki tunggakan meski secara persentase 95 persen restoran di kota Medan telah memiliki surat pembuktian pajak tahunan (SPPT) dan membayar pajak ke pemerintah, termasuk melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Kepala Seksi Penetapan, Dispenda Kota Medan Indra membenarkan adanya selisih pajak yang cukup besar yang belum dibayarkan pemilik restoran di Kota Medan pada 2011. “Jumlah pajak yang kurang bayar itu dimasukkan sebagai denda dan jumlahnya mencapai Rp1.883.283.000. Yang sudah terbayar hingga kini baru berkisar Rp290 juta,” kata Indra di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi C DPRD Kota Medan kemarin.
Menurut dia, angka itu muncul dikarenakan ada perbedaan perhitungan kewajiban pajak dari pihak pengelola restoran dengan perhitungan pihak Dispenda. “Ada perbedaan persepsi, jadi terjadi salah perhitungan,” kata Indra.
Ia menambahkan, dalam pelaksanaan di lapangan pihak pengelola restoran diberi kebebasan mengisi formulir pajak mereka dan memasukkan hitungan pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah. Namun setelah diteliti, banyak ditemukan yang tidak sesuai dengan perhitungan Dispenda.
Awalnya, kata dia, pemilik restoran terkejut ketika Dispenda menyodorkan selisih angka pajak yang wajib dibayarkan tersebut. ”Setelah kami komunikasikan dengan baik mengapa hitungan pajak dari kami berbeda dengan hitungan mereka, akhirnya pihak pengusaha restoran bersedia membayar, namun minta pembayaran secara dicicil,” jelasnya.
Selain denda pajak restoran, dari data yang disampaikan Indra dalam RDP tersebut juga terungkap adanya kekurangan bayar pajak dari sektor perhotelan mencapai Rp1.22.357.537, pajak hiburan Rp234.597.900 dan denda pajak parkir Rp26.711.563 atau total secara keseluruhan mencapai Rp951.548.058.000.
Besarnya jumlah pajak yang kurang bayar itu dikarenakan penagihannya dilakukan setahun sekali. Padahal idealnya penagihan dilakukan sekali tiga bulan. Penagihan terpaksa dilakukan karena pegawai yang tersedia tidak memadai. ”Kami kekurangan SDM, tenaga pengutip pajak kami sangat minim. Sementara tenaga outsourcing tidak diperkenankan oleh aturan untuk mengutip pajak, mereka hanya menyampaikan penagihan,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Kota Medan Herri Zulkaranen mempersoalkan metode pengutipan pajak yang dilakukan Dispenda sehingga menyebabkan pajak kurang bayar tinggi. Menurut dia, jika Dispenda melakukan pengutipan pajak sekali setahun, jelas jumlahnya akan membengkak dan terkesan besar.
Akibatnya wajib pajak dari kalangan pengusaha cukup kelimpungan untuk membayarnya. Anggota Komisi C lainnya CP Nainggolan meminta Dispenda serius mengatasi masalah. Sebab ia khawatir situasi ini dijadikan ajang kongkalikong antara petugas pajak dengan pengusaha yang ingin denda pajaknya dikurangi. ”Kalau begini bisa jadi muncul Gayus-Gayus baru,” ucapnya. (ank)
Akibatnya, pemilik restoran tetap saja memiliki tunggakan meski secara persentase 95 persen restoran di kota Medan telah memiliki surat pembuktian pajak tahunan (SPPT) dan membayar pajak ke pemerintah, termasuk melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Kepala Seksi Penetapan, Dispenda Kota Medan Indra membenarkan adanya selisih pajak yang cukup besar yang belum dibayarkan pemilik restoran di Kota Medan pada 2011. “Jumlah pajak yang kurang bayar itu dimasukkan sebagai denda dan jumlahnya mencapai Rp1.883.283.000. Yang sudah terbayar hingga kini baru berkisar Rp290 juta,” kata Indra di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi C DPRD Kota Medan kemarin.
Menurut dia, angka itu muncul dikarenakan ada perbedaan perhitungan kewajiban pajak dari pihak pengelola restoran dengan perhitungan pihak Dispenda. “Ada perbedaan persepsi, jadi terjadi salah perhitungan,” kata Indra.
Ia menambahkan, dalam pelaksanaan di lapangan pihak pengelola restoran diberi kebebasan mengisi formulir pajak mereka dan memasukkan hitungan pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah. Namun setelah diteliti, banyak ditemukan yang tidak sesuai dengan perhitungan Dispenda.
Awalnya, kata dia, pemilik restoran terkejut ketika Dispenda menyodorkan selisih angka pajak yang wajib dibayarkan tersebut. ”Setelah kami komunikasikan dengan baik mengapa hitungan pajak dari kami berbeda dengan hitungan mereka, akhirnya pihak pengusaha restoran bersedia membayar, namun minta pembayaran secara dicicil,” jelasnya.
Selain denda pajak restoran, dari data yang disampaikan Indra dalam RDP tersebut juga terungkap adanya kekurangan bayar pajak dari sektor perhotelan mencapai Rp1.22.357.537, pajak hiburan Rp234.597.900 dan denda pajak parkir Rp26.711.563 atau total secara keseluruhan mencapai Rp951.548.058.000.
Besarnya jumlah pajak yang kurang bayar itu dikarenakan penagihannya dilakukan setahun sekali. Padahal idealnya penagihan dilakukan sekali tiga bulan. Penagihan terpaksa dilakukan karena pegawai yang tersedia tidak memadai. ”Kami kekurangan SDM, tenaga pengutip pajak kami sangat minim. Sementara tenaga outsourcing tidak diperkenankan oleh aturan untuk mengutip pajak, mereka hanya menyampaikan penagihan,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Kota Medan Herri Zulkaranen mempersoalkan metode pengutipan pajak yang dilakukan Dispenda sehingga menyebabkan pajak kurang bayar tinggi. Menurut dia, jika Dispenda melakukan pengutipan pajak sekali setahun, jelas jumlahnya akan membengkak dan terkesan besar.
Akibatnya wajib pajak dari kalangan pengusaha cukup kelimpungan untuk membayarnya. Anggota Komisi C lainnya CP Nainggolan meminta Dispenda serius mengatasi masalah. Sebab ia khawatir situasi ini dijadikan ajang kongkalikong antara petugas pajak dengan pengusaha yang ingin denda pajaknya dikurangi. ”Kalau begini bisa jadi muncul Gayus-Gayus baru,” ucapnya. (ank)
()