Implementasi bea keluar harus tegas

Senin, 21 Mei 2012 - 09:30 WIB
Implementasi bea keluar...
Implementasi bea keluar harus tegas
A A A
Sindonews.com – Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia Syahrir AB mengingatkan, aturan bea keluar (BK) atas ekspor 65 produk tambang mineral dan nonmineral harus dibarengi penegakan hukum yang tegas.

Penegakan hukum itu diterapkan pada ketentuan ekspor ataupun proses pembangunan smelter (pengolahan dan pemurnian) di dalam negeri.“IUP (izin usaha pertambangan)-nya harus benar-benar clear dan clean,tidak boleh tumpang tindih. Telah disetujui pemerintah untuk membangun pengolahan dan pemurnian dalam negeri,” tutur Syahrir dalam surat elektroniknya kepada SINDO kemarin.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 29 Tahun 2012 tentang ekspor produk pertambangan, 65 produk pertambangan tersebut harus berasal dari pemegang IUP operasi produksi,IPR (izin pertambangan rakyat), IUPK (izin usaha pertambangan khusus operasi produksi dan/atau kontrak karya.Sementara, eksportir yang akan menjual 65 produk tambang harus sudah masuk dalam ET (eksportir terdaftar) pertambangan.

Syahrir berharap ada pakta integritas tertulis dari eksportir atau pemegang IUP dalam menjaga lingkungan. Dia menambahkan, eksportir yang akanmenjual produk tambangnya ke luar juga harus dipastikan telah memenuhi kewajiban fiskal ke pemerintah.Sesuai peraturan menteri keuangan, eksportir tambang harus membayar tarif bea keluar sebesar 20 persen per 16 Mei. “(Mereka juga) mempunyai rencana produksi yang disetujui pemerintah untuk menghindari eksploitasi besar-besaran tanpa memerhatikan keberlanjutan,” imbuhnya.

Syahrir mendukung aturan BK karena bisa menjadi sarana dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam tambang, kepentingan lingkungan,serta adanya nilai tambah melalui pembangunan smelter.Namun, dia juga mengingatkan bahwa “paksaan” pemerintah untuk membangun smelter di dalam negeri tidak akan maksimal jika pemerintah tidak mampu memenuhi keinginan pengusaha tambang yang berniat membangunnya.

Selain itu, Syahrir mengingatkan pemerintah untuk mampu menyediakan ongkos murah bagi pengusaha smelter tambang karena harus dipikirkan adanya perbandingan ongkos produksi di dalam dan luar negeri. Seperti diketahui,per 16 Mei 2012 pemerintah telah memberlakukan tarif BK sebesar 20 persen bagi 65 produk tambang mineral dan nonmineral. Barang tambang logam dan mineral yang akan dikenai BK terdiri dari 21 mineral logam,10 mineral bukan logam,serta 34 batuan.

Produk barang tambang mineraldanlogamyangdikenaiBK merupakan penjabaran dari 14 jenis barang tambang. Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha mendukung langkah pemerintah yang menerapkan BK bagi 65 produk tambang. Satya berharap, aturan tersebut bisa membantu transisi dalam penerapan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral Batu Bara.Melalui UU tersebut, perusahaan tambang akan dilarang mengekspor komoditas tambang mulai 2014.

“Kebijakan itu (BK) dapat mengarahkan agar perusahaanperusahaan (tambang) membangun smelter dengan cepat yang pada gilirannya dapat meningkatkan value product yang dihasilkan dibandingkan dengan raw material,”papar Satya kepada SINDO, kemarin.

Satya menambahkan, aturan BK juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di kawasan yang dijadikan smelter. “Untuk perusahaan-perusahaan kecil, bisa menyiasati dengan melakukan konsorsium bersama beberapa perusahaan,” ucapnya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0456 seconds (0.1#10.140)