Kerugian bisnis elpiji Pertamina meningkat

Senin, 28 Mei 2012 - 09:07 WIB
Kerugian bisnis elpiji Pertamina meningkat
Kerugian bisnis elpiji Pertamina meningkat
A A A


Sindonews.com - PT Pertamina (Persero) memperkirakan kerugian dari penjualan elpiji (liquid petroleum gas/LPG) nonsubsidi tahun ini mencapai Rp4,5 triliun, naik 18,4 persen dari realisasi kerugian tahun lalu sebesar Rp3,8 triliun.

Kerugian tersebut terjadi karena kenaikan harga minyak dunia mendorong kenaikan harga keekonomian elpiji. Sementara, pemerintah hingga kini belum mengizinkan Pertamina untuk menaikkan harga erlpiji nonsubsidi untuk menekan kerugian. Harga jual keekonomian elpiji nonsubsidi saat ini lebih dari Rp9.000/kg, sementara Pertamina menjual elpiji nonsubsidi dengan harga Rp7.355/kg.

“Ini memang kerugian yang tidak sedikit,” kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya kepada SINDO akhir pekan lalu.

Pertamina tahun ini menargetkan volume penjualan elpiji ukuran 12 kg dan 50 kg sebesar 2,17 juta metrik ton, atau tak berubah dari realisasi penjualan tahun lalu. Pertamina bahkan berharap konsumsi elpiji tahun ini bisa lebih rendah dari tahun sebelumnya agar kerugian yang harus ditanggung perseroan bisa diperkecil.

Terkait dengan itu, Direktur Eksekutif Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) Kurtubi mengatakan, Pertamina perlu memikirkan kerugian yang dialami Pertamina dari penjualan elpiji nonsubsidi. Bahkan, dia mengusulkan agar pemerintah mengganti kerugian tersebut dengan memotong dividen yang harus disetor BUMN migas tersebut.

Namun, imbuh dia, sebelum ganti rugi itu dibayarkan, pemerintah harus mengaudit terlebih dahulu mengenai besaran biaya produksi yang dikeluarkan Pertamina untuk menghasilkan elpiji nonsubsidi. Nantinya, perhitungan ganti rugi yang dibayarkan pemerintah adalah selisih antara biaya produksi Pertamina dengan harga jual.

“Bisa jadi kerugian Rp4,5 triliun itu adalah selisih harga jual dengan harga elpiji yang diproduksi produsen minyak Saudi Aramco. Jadi harganya lebih rendah, makanya harus diaudit berapa biaya produksinya,” kata Kurtubi kepada SINDO kemarin. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7202 seconds (0.1#10.140)