Pelemahan rupiah diperkirakan temporer
A
A
A
Sindonews.com - Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diperkirakan masih berlanjut akibat dampak krisis di Eropa. Ketidak seimbangan antara pasokan dan permintaan valas juga ikut menekan rupiah.
“Bicara valas cenderung excess demand dengan pasokan. Jadi, lebih besar permintaan dibandingkan dengan valas yang masuk ke dalam negeri,” kata Direktur Eksekutif Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo di Jakarta kemarin.
Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah menambahkan, sebelum ada kejelasan terkait hasil pemilihan umum di Yunani tanggal 17 Juni mendatang, investor akan lebih memilih untuk menarik dananya dan membeli dolar Amerika Serikat (AS) yang dianggap sebagai save haven currency.
“Everybody is waiting. Semua lari ke dolar dan yen sambil menunggu tanggal 17 Juni di Yunani.Tahun lalu investor masih berharap dari European Central Bank (ECB) tapi sekarang tidak ada titik terang,” ujarnya .
Difi menambahkan, dari sisi likuiditasvalas,saatinisebenarnya tidak ada masalah. Namun, kebanyakan investor menurut dia cenderung menyimpan dan menunggu harga terbaik dari penawar. Dia menegaskan, jika terjadi kekeringan likuiditas valas, BI pasti akan menyuplai dolar ke pasar.
Namun,langkah intervensi ini menurut dia tidak bisa dilakukan sembarangan dan harus dilakukan di waktu yang tepat. “Karena ada konsekuensi pricing yang digunakan,” tuturnya.
Terkait dengan itu, Dody mengatakan, langkah bank sentral menyediakan term deposit valas adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah itu. Menurut Dody, diakui bahwa saat ini terjadi segmentasi di pasar valas.
“Jadi, yang butuh valas cari valas,tapi yang kelebihan tidak menempatkan (valasnya) pada yang membutuhkan, melainkan di luar negeri.Makanya BI masuk dengan bikin term deposit,” ungkapnya.
Sebelumnya Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan bahwa berdasarkan data on shore, transaksi valas bank-bank dalam negeri mencapai USD400-500 juta, sementara transaksi bank-bank domestik yang menempatkan dananya di luar negeri mencapai USD2 miliar per hari. Perbankan Tanah Air pun mengakui bahwa mereka menempatkan dana valas, khususnya dalam bentuk dolar, dalam jumlah yang cukup besar di luar negeri.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya, menempatkan dana valas di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) di luar negeri lebih dari USD200 juta.
President Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya menempatkan dana lebih dari USD200 juta itu sebagai cadangan likuiditas. “Ini bukan investment, untuk kebutuhan bila sewaktu-waktu nasabah mau ambil uangnya, atau ada yang mau menarik pinjamannya,” kata dia melalui pesan singkatnya kepada SINDO.
Namun, lanjut Jahja, kebijakan BI untuk membuka instrumen operasi moneter dalam bentuk term deposit membuka peluang pihaknya untuk menarik dana tersebut dan menempatkannya di dalam negeri. “Bisa saja,” tandasnya.
Dia mengaku, selama ini perbankan tidak bisa menempatkan kelebihan dolarnya di dalam negeri karena memang tidak ada instrumen yang mendukung hal tersebut.
Direktur Treasury, Financial Institutions & Special Asset Management Bank Mandiri Royke Tumilaar juga mengatakan, Bank Mandiri bukannya tak mau menempatkan valasnya di dalam negeri, namun instrumen pasarnya atau alternatif penempatan dalam negeri memang tidak banyak. “Produk valas lebih banyak di luar negeri,” ujarnya singkat.
Terpisah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini tidak terkait dengan fundamental ekonomi, melainkan disebabkan krisis di Eropa. “Ini bersifat temporer, tidak berkaitan sama sekali dengan fundamental ekonomi kita,” tegasnya.
Kondisi di Eropa yang belum menunjukkan tanda-tanda akan membaik, sementara di AS terjadi pertumbuhan ekonomi, mendorong terjadinya apresiasi dolar AS. Hatta mengatakan, pemerintah telah mengantisipasi situasi ini, sehingga pasar sebaiknya tetap tenang.
Dia menegaskan, cadangan devisa masih berada dalam kisaran USD114–115 miliar dolar dan cukup untuk menjaga neraca pembayaran tetap positif. “Yang penting kita jaga regulasi kita yang sudah baik, tidak perlu perubahan dan tidak perlu membuat market nervous. Kita tetap confidence dengan ekonomi kita,” tegasnya. (bro)
()