Pelaku usaha Sumut masih kesulitan permodalan
A
A
A
Sindonews.com - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IX (Sumut-Aceh) mencatat, peningkatan realisasi kredit modal kerja oleh perbankan di Sumatera Utara pada pada April 2012 naik 24,01 persen atau sebesar Rp57,75 triliun rupiah, meningkat jika dibandingkan April 2011 yang hanya Rp46,57 triliun.
Realisasi ini merupakan 51,12 persen dari total kredit perbankan yang disalurkan selama April 2012 yang mencapai Rp112, 97 triliun. Jumlah itu masih ditambah lagi dengan penyaluran program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sumatera Utara yang mencapai Rp1,721 triliun.
Namun hingga saat ini para pelaku usaha di Sumatera Utara, khususnya pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah, masih cenderung sulit mendapatkan bantuan permodalan. Padahal sektor UMKM telah terbukti menjadi sektor yang paling dapat diandalkan dalam memperkuat perekonomian daerah. Apalagi sektor UMKM merupakan laboratorium kewirausahaan bagi anak-anak muda.
“Perbankan dalam penyaluran kredit baik itu kredit konvensional maupun kredit lewat program KUR, masih mengedepankan aset sebagai dasar penentuan pemberian kredit, padahal harusnya perbankan dapat lebih melirik prosepek bisnis-nya. Kondisi itu pula yang membuat para pelaku UMKM, yang pada umumnya tidak memiliki aset, sulit berkembang. Kan jadi kayak setengah hati perbankan ini," ungkap Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumatera Utara Firsal Ferial Mutyara, Sabtu (2/6/2012).
Padahal menurut Firsal, perbankan sejatinya tak perlu mengambil sikap paranoid dalam memberikan kredit pada perbankan, selagi prosedur dasar pengajuan kredit dapat terpenuhi. Apalagi saat ini ada lembaga asuransi kredit Indonesia (Askindo) maupun Asuransi Kredit Daerah yang tengah diwacanakan pemerintah daerah, yang dapat dimanfaatkan perbankan untuk mengamankan kapitalnya.
“Askrindo dan Askrida kan bias dimanfaatkan perbankan untuk menjaga kapitalnya tetap kembali dengan profit. Jadi enggak ada alasan sebenarnya perbankan mempersulit pencairan modal kerja," pungkasnya.
Firsal menambahkan, pemerintah harus bertanggung jawab dalam meretas persoalan permodalan ini, diantaranya dengan tidak menjadikan perbankan sebagai penyalur kredit. Pemerintah dinilai dapat memaksimalkan institusi atau lembaga kementerian keuangan sehingga, penyaluran kredit lebih dapat didasarkan pada kegiatan mendorong perekonomian.
“Kalau melalui mekanisme perbankan itu kan ada kebijakan BI yang mengatur, sehingga perbankan juga harus menjaga kapitalnya dalam proses pemberian kredit. Sehingga pemerintah dengan instrument lembaga ekonomi yang dimilikinya yang mungkin dapat meretas persoalan permodalan ini," tutupnya.
Realisasi ini merupakan 51,12 persen dari total kredit perbankan yang disalurkan selama April 2012 yang mencapai Rp112, 97 triliun. Jumlah itu masih ditambah lagi dengan penyaluran program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sumatera Utara yang mencapai Rp1,721 triliun.
Namun hingga saat ini para pelaku usaha di Sumatera Utara, khususnya pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah, masih cenderung sulit mendapatkan bantuan permodalan. Padahal sektor UMKM telah terbukti menjadi sektor yang paling dapat diandalkan dalam memperkuat perekonomian daerah. Apalagi sektor UMKM merupakan laboratorium kewirausahaan bagi anak-anak muda.
“Perbankan dalam penyaluran kredit baik itu kredit konvensional maupun kredit lewat program KUR, masih mengedepankan aset sebagai dasar penentuan pemberian kredit, padahal harusnya perbankan dapat lebih melirik prosepek bisnis-nya. Kondisi itu pula yang membuat para pelaku UMKM, yang pada umumnya tidak memiliki aset, sulit berkembang. Kan jadi kayak setengah hati perbankan ini," ungkap Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumatera Utara Firsal Ferial Mutyara, Sabtu (2/6/2012).
Padahal menurut Firsal, perbankan sejatinya tak perlu mengambil sikap paranoid dalam memberikan kredit pada perbankan, selagi prosedur dasar pengajuan kredit dapat terpenuhi. Apalagi saat ini ada lembaga asuransi kredit Indonesia (Askindo) maupun Asuransi Kredit Daerah yang tengah diwacanakan pemerintah daerah, yang dapat dimanfaatkan perbankan untuk mengamankan kapitalnya.
“Askrindo dan Askrida kan bias dimanfaatkan perbankan untuk menjaga kapitalnya tetap kembali dengan profit. Jadi enggak ada alasan sebenarnya perbankan mempersulit pencairan modal kerja," pungkasnya.
Firsal menambahkan, pemerintah harus bertanggung jawab dalam meretas persoalan permodalan ini, diantaranya dengan tidak menjadikan perbankan sebagai penyalur kredit. Pemerintah dinilai dapat memaksimalkan institusi atau lembaga kementerian keuangan sehingga, penyaluran kredit lebih dapat didasarkan pada kegiatan mendorong perekonomian.
“Kalau melalui mekanisme perbankan itu kan ada kebijakan BI yang mengatur, sehingga perbankan juga harus menjaga kapitalnya dalam proses pemberian kredit. Sehingga pemerintah dengan instrument lembaga ekonomi yang dimilikinya yang mungkin dapat meretas persoalan permodalan ini," tutupnya.
()