BI nilai divestasi bank untungkan asing

Rabu, 06 Juni 2012 - 07:09 WIB
BI nilai divestasi bank untungkan asing
BI nilai divestasi bank untungkan asing
A A A
Sindonews.com - Bank Indonesia (BI) menilai, jika kepemilikan saham perbankan dibatasi, maka yang akan mengambil untung dari divestasi adalah investor asing. Pasalnya, dibutuhkan modal yang besar untuk membeli saham perbankan.

Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah mengatakan, BI sudah banyak melakukan simulasi mengenai batas kepemilikan. Dari simulasi tersebut, muncul kesimpulan, jika mau mengatur batas kepemilikan yang masuk akal dan sebanding dengan regional, dibutuhkan divestasi yang besar. Walaupun diberi kelonggaran 10 tahun, investor lokal juga tidak mampu karena membutuhkan modal besar.

“Melalui pasar modal pun sulit. Karena kalau mau jualan, pasti yang beli asing. Oleh sebab itu, batas kepemilikan didesain dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank,” ujar Difi di Jakarta kemarin.

Meski tidak secara spesifik mengatakan bahwa pembatasan kepemilikan saham itu bakal mendorong investor lokal, Difi menyebutkan, divestasi saham lagi-lagi tergantung peringkat kesehatan (PK) dan good corporate governance (GCG). Pengukuran tingkat kesehatan itu berdasarkan komposit dan kriterianya bermacam-macam, salah satunya dapat dilihat dari modal.

“Kalau sehat dan GCG bagus sih gak berlaku ketentuan ini. Kalau di bawah itu, ya kami kasih waktu perbaiki kalau tidak bisa ya divestasi,” jelas dia.

Difi mengatakan, akan ada kategori-kategori tertentu yang membuat bank bisa terbebas dari aturan tersebut. Kategori itu antara lain bank yang memiliki peringkat kesehatan (PK) atau tingkat kesehatan 1 dan 2, serta GCG 1 dan 2 tidak akan terkena aturan kepemilikan saham. Jika terjadi penurunan peringkat kesehatan setelah itu, akan diberi kesempatan pada tiga kali pemeriksaan, yaitu hingga Juni 2013 untuk melakukan perbaikan.

“Apabila hingga 2013 tingkat kesehatan dan GCG di bawah 2, bank harus melakukan penyesuaian sesuai aturan kepemilikan tersebut,” katanya.

Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menilai, BI tidak mau mengambil risiko berupa gejolak divestasi saham besar-besaran jika saham perbankan dilepas bebas. Artinya, pasar mungkin tidak mau menyerap semua saham yang dilepas. Paul menilai, kategori ini boleh jadi kurang perkasa untuk memaksa bank kurang sehat untuk divestasi saham.

Paul juga menyayangkan aturan itu nantinya tidak berjalan surut (retroaktif) sehingga tidak berdampak optimal pada kemandirian bank lokal. “Mestinya berjalan surut sehingga aturan itu tampak sebagai gong untuk melindungi bank nasional dengan prima. Kalau cuma berlaku ke depan, kebijakan itu seperti setengah hati,” ujarnya.

Di sisi lain, pengamat perbankan yang juga Komisaris Bank Mandiri Krisna Wijaya menilai, keinginan BI untuk mengaitkan aturan tersebut dengan tingkat kesehatan bank, memberikan stimulan untuk bank yang bersangkutan untuk selalu berkinerja sehat dan kuat. Konteks yang bisa dilihat, BI ingin agar bank selalu dikelola secara sehat.

Namun Krisna mempertanyakan, jika hanya dikaitkan dengan tingkat kesehatan, akan ada persoalan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jika ternyata perbankan sehat dan batas waktu yang diberikan terpenuhi. Artinya, tidak ada lagi pembatasan kepemilikan saham.

“Kalau dikaitkan dengan tingkat kesehatan akan ada persoalan bagaimana kalau sehat semua? Berarti tidak ada lagi pembatasan kepemilikan saham.Saya lebih setuju adanya pembatasan kegiatan operasional bagi bank-bank asing yang statusnya di Indonesia sebagai kantor cabang,” jelasnya. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9084 seconds (0.1#10.140)