Sumut minta holding BUMN perkebunan gerakan ekonomi daerah
A
A
A
Sindonews.com - Pemusatan aktivitas manajemen induk usaha (holding) 14 BUMN Perkebunan harus mampu memberikan manfaat besar bagi masyarakat Sumatera Utara. Dengan pemusatan manajemen pengelolaan perkebunan pemerintah di Sumatera Utara dapat lebih optimal dalam menggerakkan perekonomian daerah.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho mengatakan, kapasitas aset yang besar dari gabungan perusahaan perkebunan itu, diharapkan dapat ikut dikontribusikan dalam proyek pembangunan daerah. Apalagi saat ini Sumatera Utara memiliki Kawasan Ekonomi Khusus di Sei Mangke, Kabupaten Simalungun, yang merupakan bagian dari Koridor Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
"Pembentukan holding dengan peleburan 14 PT Perkebunan Nusantara (PT PN) se-Indonesia menjadi satu manajemen yang memiliki home base di Sumut, kiranya dapat memberi manfaat yang bisa dirasakan masyarakat di Sumatera Utara," ujar Gatot saat menerima audiensi Direktur Utama Holding BUMN Perkebunan Megananda Daryono, di Gubernuran, kemarin.
Di samping Sei Mangke, pemusatan induk usaha ini juga diharapkan dapat diikuti dengan pengucuran dana Coporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan perkebunan yang lebih terarah dan terkodinasi. Selama ini, dana CSR dari perkebunan terbilang cukup besar.
"Dengan dileburnya PTPN dalam satu manajemen induk, kami mengharapkan pelaksanaan program CSR dapat dilakukan dengan lebih fokus dan terarah serta terkordinasi," tambahnya.
Megananda pun mengaku, dengan penggabungan yang ada saat ini, holding BUMN akan menjadi perusahaan perkebunan terbesar di dunia. Megananda yang juga merupakan Direktur Utama PTPN III ini mengungkapkan jika sebagian besar operasional Holding BUMN ini akan dijalankan di Medan, mengingat tujuh direkturnya berasal dari PTPN III yang administratifnya terpusat di Medan.
Dengan aset lahan seluas satu juta hektare, menurut Megananda, menjadikan holding BUMN sebagai perusahaan perkebunan terbesar di dunia. Megananda yang merupakan Dirut PT PN III ini mengungkapkan bahwa sebagian besar operasional holding akan dijalankan di Medan mengingat tujuh direktur holding berasal dari PTPN III.
"Saat ini kami sudah bekerja sebagai holding, namun kami tetap bertugas di PTPN masing-masing, Untuk pengembangannya ke depan, holding akan meningkatkan investasi di antaranya meningkatkan produksi dengan perluasan lahan, dan masuk pada industri hilir," tuturnya.
Sementara itu, menjawab harapan Gatot agar holding dapat memberikan kontribusi besar pada pembangunan daerah, Megananda mengatakan, dengan penggabungan ini, maka kegiatan operasional bisnis akan menjadi lebih baik, baik untuk administrasi, maupun pemasaran.
Sehingga jika berjalan secara ideal, maka harapan Plt Gubsu tidak akan sulit diwujudkan. "Kita kan kini terpusat, kita satu pintu. Jadi lebih efektif dan ideal untuk mendukung pemerintah," tutupnya.
Holding BUMN Perkebunan sendiri saat ini membawahi 14 PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia dengan total asset Rp50 triliun. Holding BUMN Perkebunan juga berpotensi membukukan laba bersih sebesar Rp5,3 triliun pada akhir 2012, melonjak dari 2011 yang diperkirakan sekira Rp3,6 triliun.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho mengatakan, kapasitas aset yang besar dari gabungan perusahaan perkebunan itu, diharapkan dapat ikut dikontribusikan dalam proyek pembangunan daerah. Apalagi saat ini Sumatera Utara memiliki Kawasan Ekonomi Khusus di Sei Mangke, Kabupaten Simalungun, yang merupakan bagian dari Koridor Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
"Pembentukan holding dengan peleburan 14 PT Perkebunan Nusantara (PT PN) se-Indonesia menjadi satu manajemen yang memiliki home base di Sumut, kiranya dapat memberi manfaat yang bisa dirasakan masyarakat di Sumatera Utara," ujar Gatot saat menerima audiensi Direktur Utama Holding BUMN Perkebunan Megananda Daryono, di Gubernuran, kemarin.
Di samping Sei Mangke, pemusatan induk usaha ini juga diharapkan dapat diikuti dengan pengucuran dana Coporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan perkebunan yang lebih terarah dan terkodinasi. Selama ini, dana CSR dari perkebunan terbilang cukup besar.
"Dengan dileburnya PTPN dalam satu manajemen induk, kami mengharapkan pelaksanaan program CSR dapat dilakukan dengan lebih fokus dan terarah serta terkordinasi," tambahnya.
Megananda pun mengaku, dengan penggabungan yang ada saat ini, holding BUMN akan menjadi perusahaan perkebunan terbesar di dunia. Megananda yang juga merupakan Direktur Utama PTPN III ini mengungkapkan jika sebagian besar operasional Holding BUMN ini akan dijalankan di Medan, mengingat tujuh direkturnya berasal dari PTPN III yang administratifnya terpusat di Medan.
Dengan aset lahan seluas satu juta hektare, menurut Megananda, menjadikan holding BUMN sebagai perusahaan perkebunan terbesar di dunia. Megananda yang merupakan Dirut PT PN III ini mengungkapkan bahwa sebagian besar operasional holding akan dijalankan di Medan mengingat tujuh direktur holding berasal dari PTPN III.
"Saat ini kami sudah bekerja sebagai holding, namun kami tetap bertugas di PTPN masing-masing, Untuk pengembangannya ke depan, holding akan meningkatkan investasi di antaranya meningkatkan produksi dengan perluasan lahan, dan masuk pada industri hilir," tuturnya.
Sementara itu, menjawab harapan Gatot agar holding dapat memberikan kontribusi besar pada pembangunan daerah, Megananda mengatakan, dengan penggabungan ini, maka kegiatan operasional bisnis akan menjadi lebih baik, baik untuk administrasi, maupun pemasaran.
Sehingga jika berjalan secara ideal, maka harapan Plt Gubsu tidak akan sulit diwujudkan. "Kita kan kini terpusat, kita satu pintu. Jadi lebih efektif dan ideal untuk mendukung pemerintah," tutupnya.
Holding BUMN Perkebunan sendiri saat ini membawahi 14 PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia dengan total asset Rp50 triliun. Holding BUMN Perkebunan juga berpotensi membukukan laba bersih sebesar Rp5,3 triliun pada akhir 2012, melonjak dari 2011 yang diperkirakan sekira Rp3,6 triliun.
()