Harga jual gas ekspor harus direnegosiasi
A
A
A
Sindonews.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menganjurkan pemerintah harus kembali lebih selektif dalam ekspor gas ke luar negeri. Bahkan yang sudah terlanjur sudah terikat kontrak dengan beberapa negara, diharapkan untuk dilakukan renegosiasi.
Misalnya China yang mendapat gas dari Blok Tangguh di Papua. Renegosiasi dalam hal harga pembelian gas harus dipercepat. Pasalnya, dengan harga gas yang dijual ke sana jauh lebih murah dibandingkan harga ke industri domestik.
"Harga gas diminta untuk naik dan sementara gas dijual ke China itu sangat murah, maka itu perlu direnegosiasi. Padahal yang mesti diketahui juga di China itu gas digunakan untuk buat produksi yang kemudian dikirim lagi ke Indonesia," kata Wakil Ketua Komite Tetap Industri Kadin Achmad Widjaya dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Senin (11/6/2012)
Dia mengatakan, dalam mencukupi kebutuhan akan gas, industri domestik seakan adu kuat dengan ekspor gas luar negeri. Dimana seakan dapat dipastikan, menurutnya, hingga saat ini saja, industri seakan dianaktirikan di negara sendiri.
"Ada semacam adu kuat itu adalah porsi kuat ekspor itu dengan domestik. Jadi porsi industri domestik itu yang belum ada," tegasnya.
Volume kontrak gas bumi untuk industri semakin meningkat, yang artinya kebutuhan pasokan juga harus diimbangi. "Saya paham kalau ekspor juga menambah pendapatan negara, tapi kalau industri kita mati atau dengan ditambahnya 30 persen secara linear dalam produksi, nanti kan pertumbuhan ekonomi juga yang terkena imbasnya," pungkas Ahmad.
Misalnya China yang mendapat gas dari Blok Tangguh di Papua. Renegosiasi dalam hal harga pembelian gas harus dipercepat. Pasalnya, dengan harga gas yang dijual ke sana jauh lebih murah dibandingkan harga ke industri domestik.
"Harga gas diminta untuk naik dan sementara gas dijual ke China itu sangat murah, maka itu perlu direnegosiasi. Padahal yang mesti diketahui juga di China itu gas digunakan untuk buat produksi yang kemudian dikirim lagi ke Indonesia," kata Wakil Ketua Komite Tetap Industri Kadin Achmad Widjaya dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Senin (11/6/2012)
Dia mengatakan, dalam mencukupi kebutuhan akan gas, industri domestik seakan adu kuat dengan ekspor gas luar negeri. Dimana seakan dapat dipastikan, menurutnya, hingga saat ini saja, industri seakan dianaktirikan di negara sendiri.
"Ada semacam adu kuat itu adalah porsi kuat ekspor itu dengan domestik. Jadi porsi industri domestik itu yang belum ada," tegasnya.
Volume kontrak gas bumi untuk industri semakin meningkat, yang artinya kebutuhan pasokan juga harus diimbangi. "Saya paham kalau ekspor juga menambah pendapatan negara, tapi kalau industri kita mati atau dengan ditambahnya 30 persen secara linear dalam produksi, nanti kan pertumbuhan ekonomi juga yang terkena imbasnya," pungkas Ahmad.
()