KS diminta transparan soal proyek joint venture

Rabu, 13 Juni 2012 - 12:21 WIB
KS diminta transparan...
KS diminta transparan soal proyek joint venture
A A A


Sindonews.com - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) diminta lebih transparan seputar langkah joint venture yang dilakukannya dengan PT Krakatau Posco. Hal ini karena status pengelolaan tanah negara Kubangsari di Kecamatan Ciwandan, Cilegon yang dilakukan untuk kebutuhan pembangunan pabrik baja joint venture Krakatau-Posco masih menyisakan masalah.

Yang terutama langkah PT KS membayarkan ganti-rugi kepada PT Duta Sari Prambanan (DSP) sebesar Rp34 miliar. "Padahal, pembayaran tersebut merupakan bagian dari pemenuhan hak keperdataan terhadap DSP berdasarkan putusan pengadilan sebagai syarat agar hak pemulihan atas lahan seluas 66,5 hektar dapat kembali kepada PT KS," kata Direktur Indonesian Investment Studies (INDVEST) Mohammad Donk Ghanie, di Jakarta, Rabu (13/6/2012).

Seperti diketahui, langkah PT KS membayar ganti rugi kepada PT DSP telah mengikuti arahan Badan Pertanahan Negara (BPN) melalui Surat Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan No. 215/27.1-600/I/2010 dan upaya-upaya legal lainnya. Dengan demikian, semua yang dilakukan sudah sesuai dengan koridor hukum.

“Terlepas dari polemik yang terjadi, dan apa yang terjadi, hal ini mencerminkan adanya ketidakpastian hukum bagi aktivitas investasi di Indonesia. Padahal mestinya semua pihak diuntungkan dengan adanya proyek joint venture ini, negara dan Cilegon juga diuntungkan," kritiknya.

Ghanie juga menjelaskan, sudah menjadi kewajiban dari perusahaan publik untuk dapat memberikan informasi objektif kepada masyarakat sesuai prinsip prudent dan good corporate governance.

“Sebagai perusahaan publik, Krakatau Steel wajib memberikan informasi jelas kepada pihak yang berwenang dan masyarakat, termasuk landasan hukum tindakan tersebut. Regulasi di pasar modal mewajibkan tata kelola perusahaan yang baik dan penerapan prinsip kehati-hatian dalam tindakan perusahaan. Tentu Krakatau Steel punya alasan kuat atas tindakannya,” paparnya.

Menurut Ghanie, ketidakpastian hukum bisa mengganggu iklim investasi di daerah, yang pada akhirnya merugikan daerah tersebut. "Kalau dibiarkan berlarut-larut maka daerah itu sendiri yang akan rugi,” pungkasnya. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9872 seconds (0.1#10.140)