Produksi nikel Sulsel terhenti sementara
A
A
A
Sindonews.com – Beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel di Sulawesi Selatan menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Pemberhentian produksi ini menyusul diberlakukannya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7/2012 tentang Pelarangan Ekspor Bahan Tambang, serta kebijakan Bea Keluar (BK) untuk biji nikel sebesar 20 persen. Kondisi tersebut mengakibatkan tiga bulan terakhir ekspor nikel Sulsel yang merupakan komoditi utama mengalami penurunan drastis. Bahkan jika dibandingkan ekspor April 2011 dengan April tahun ini penurunan mencapai 75,19 persen.
Artinya kondisi ini merupakan terburuk atas ekspor nikel Sulsel. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Makassar Amirullah Abbas mengaku, banyak perusahaan tambang memilih menghentikan sementara waktu produksinya. Mereka berharap masih akan ada perubahan oleh pemerintah soal regulasi yang memberatkan pengusaha tambang itu. “Jika saat ini masih ada yang melakukan ekspor, itu merupakan produksi lama.
Karena hampir semua pengusaha saat ini memilih berhenti berproduksi dulu,”kata Amirullah saat ditemui SINDO di Makassar, kemarin. Walau demikian,Amirullah yang juga Direktur Utama PT Andatu Lestari Abadi Mandiri yang bergerak di bidang pertambangan ini menilai, ada baiknya peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah.
Karena dengan begitu,menjadi motivasi perusahaan tambang untuk membuat sektor pengolahan nikel baru. “Dua atau tiga bulan ke depan, bisa dipastikan akan banyak bermunculan industri smelter nikel baru. Sehingga akan menyerap tenaga kerja lagi dan perekonomian bisa semakin baik. Hanya saja, penerapan Permen ESDM tersebut terlalu cepat dan mengagetkan pengusaha tambang,” tuturnya.
Karena terhentinya sementara waktu sebagian besar industri tambang nikel di Sulsel, sektor pembiayaan alat-alat berat keperluan tambang juga ikut terpengaruh.Commercial Business Manager OCBC NISP Metro Makassar David Wang bahkan mengaku dua bulan terakhir terjadi perlambatan permintaan pembiayaan.
“Hal ini bisa dimaklumi, karena di satu sisi pemberlakuan Permen ESDM Nomor 7/ 2012 sangat erat pengaruhnya pada pembiayaan alat-alat penunjang pertambangan. Kami pun merasakan ada perlambatan yang signifikan,” katanya.
Walau mengaku terjadi perlambatan, David masih enggan menyebutkan persentase tersebut. Begitu pula dengan Marketing Manager PT Trakindo Utama Divisi Indonesia Timur Tonny Meiandri. Regulasi baru tersebut memberi pengaruh kepada penjualan alat berat Caterpillar yang merupakan jualan utama Trakindo.
Sementara itu,berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel,ekpor nikel Sulsel per April tahun ini hanya senilai USD27,80 juta, turun 21,93 persen dari bulan sebelumnya dengan torehan USD36,61 juta. Bahkan dilihat dari pencapaian tiga bulan terakhir,tidak pernah terjadi peningkatan nilai ekspor nikel di Sulsel.
Pemberhentian produksi ini menyusul diberlakukannya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7/2012 tentang Pelarangan Ekspor Bahan Tambang, serta kebijakan Bea Keluar (BK) untuk biji nikel sebesar 20 persen. Kondisi tersebut mengakibatkan tiga bulan terakhir ekspor nikel Sulsel yang merupakan komoditi utama mengalami penurunan drastis. Bahkan jika dibandingkan ekspor April 2011 dengan April tahun ini penurunan mencapai 75,19 persen.
Artinya kondisi ini merupakan terburuk atas ekspor nikel Sulsel. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Makassar Amirullah Abbas mengaku, banyak perusahaan tambang memilih menghentikan sementara waktu produksinya. Mereka berharap masih akan ada perubahan oleh pemerintah soal regulasi yang memberatkan pengusaha tambang itu. “Jika saat ini masih ada yang melakukan ekspor, itu merupakan produksi lama.
Karena hampir semua pengusaha saat ini memilih berhenti berproduksi dulu,”kata Amirullah saat ditemui SINDO di Makassar, kemarin. Walau demikian,Amirullah yang juga Direktur Utama PT Andatu Lestari Abadi Mandiri yang bergerak di bidang pertambangan ini menilai, ada baiknya peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah.
Karena dengan begitu,menjadi motivasi perusahaan tambang untuk membuat sektor pengolahan nikel baru. “Dua atau tiga bulan ke depan, bisa dipastikan akan banyak bermunculan industri smelter nikel baru. Sehingga akan menyerap tenaga kerja lagi dan perekonomian bisa semakin baik. Hanya saja, penerapan Permen ESDM tersebut terlalu cepat dan mengagetkan pengusaha tambang,” tuturnya.
Karena terhentinya sementara waktu sebagian besar industri tambang nikel di Sulsel, sektor pembiayaan alat-alat berat keperluan tambang juga ikut terpengaruh.Commercial Business Manager OCBC NISP Metro Makassar David Wang bahkan mengaku dua bulan terakhir terjadi perlambatan permintaan pembiayaan.
“Hal ini bisa dimaklumi, karena di satu sisi pemberlakuan Permen ESDM Nomor 7/ 2012 sangat erat pengaruhnya pada pembiayaan alat-alat penunjang pertambangan. Kami pun merasakan ada perlambatan yang signifikan,” katanya.
Walau mengaku terjadi perlambatan, David masih enggan menyebutkan persentase tersebut. Begitu pula dengan Marketing Manager PT Trakindo Utama Divisi Indonesia Timur Tonny Meiandri. Regulasi baru tersebut memberi pengaruh kepada penjualan alat berat Caterpillar yang merupakan jualan utama Trakindo.
Sementara itu,berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel,ekpor nikel Sulsel per April tahun ini hanya senilai USD27,80 juta, turun 21,93 persen dari bulan sebelumnya dengan torehan USD36,61 juta. Bahkan dilihat dari pencapaian tiga bulan terakhir,tidak pernah terjadi peningkatan nilai ekspor nikel di Sulsel.
()