AS masih bergantung ekspor produk Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) oleh bank sentral AS, the Federal Reserve, tidak membuat pemerintah khwatir akan terjadi penurunan nilai ekspor. The Fed memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) AS akan tumbuh maksimal 2,4 persen pada akhir tahun.
Deputi Menko Perekonomian Perdagangan dan Perindustrian, Eddy Putra Irawadi, mengatakan akan terjadi penurunan nilai ekspor dikarenakan hal tersebut, namun penurunan tidak akan signifikan. Menurutnya, mayoritas barang yang di ekspor ke negara adidaya tersebut, merupakan barang inelastis atau barang yang tidak bisa tergantikan.
"Apa yang dibutuhkan mereka (AS) dari kita? ikan, produk-produk office suply, karet yaitu produk-produk yang memang dia butuhkan itu yang saya bilang inelastis, jadi umumnya pasar Amerika itu inelasitis karena komoditi kita. Komoditi comparatif bisa bersaing, tapi kalau kaos kaki lalu baju itu memang tidak bisa," ungkap dia kala ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/6/2012).
Eddy melanjutkan, komoditi yang dimiliki oleh Indonesia memiliki karakter yang comparatif atau bisa bersaing. Sehingga, pemerintah tidak kahwatir akan terjadi penurunan yang signifikan terhadap nilai ekspor kedepan. Selain itu, Indonesia juga melakukan diversifikasi pasar dalam segi ekspornya.
"Kemudian diversifikasi produk itu kuat kan ke China itu diversifikasinya besar nah itu dari segi ekspor, mudah-mudahan tidak terlalu jatuh ya, paling tidak bisa naik itu harapan saya," jelas Eddy.
Selain itu, dia juga tidak khawatir akan terjadinya penurunan harga komoditi karena demand atau permintaan akan komoditi masih besar. Menurutnya, dengan produk-produk andalan yang tidak tergantikan, maka ekspor Indonesia ke AS akan tetap berjalan.
"Yaitu tadi ada barang yang inelastis tidak bisa tergantikan. Misalnya CPO, mau digantikan sama apa? Kan tidak ada. Produk yang kita punyai kan komparatif, walaupun kita belum punya inovasi yang banyak. Tapi artinya kondisi sekarang, Eropa tidak banyak karena sifat perdagangan kita offside, kalau soal gitu tidak terlalu khwatir. Nah yang saya khawatirkan itu investasinya," tukas dia. (bro)
()