Kebijakan pemerintah penyebab krisis listrik nasional
A
A
A
Sindonews.com - Gagalnya optimalisasi sumber daya alam dalam menciptakan ketahanan listrik nasional, dituding akibat kebijakan pemerintah yang belum mengedepankan efisiensi dan proinvestasi.
Salah satunya akibat sistem perizinan yang masih menyulitkan tanpa adanya kepastian pelayanan. Di samping itu, sistem tata niaga sumber daya alam dalam negeri yang dinilai sangat pragmatis, dan mengakibatkan pemborosan luar biasa.
Direktur Keuangan PT Toba Bara Sejahtera, Pandu Sjahrir, menilai pemerintah gagal mengakomodasi keinginan banyak pemodal untuk berinvestasi di sektor pembangkit. Padahal pemerintah sendiri tak memiliki anggaran yang cukup, untuk mengelola seluruh sumber daya listrik yang ada.
Sebagai contoh di Sumatera Utara. Di saat kebutuhan akan listrik sangat tinggi, namun pemerintah masih mempersulit izin operasional pembangkit tenaga listrik.
“Masyarakat butuh listrik untuk terus berproduksi dan meningkatkan taraf hidupnya. Sementara pemerintah masih mengandalkan anggaran negara lewat BUMN, dan itu pun mengedepankan skala prioritas. Akhirnya kebutuhan masyarakat cenderung tak terpenuhi, dan ekonomi stagnan. Sementara kami punya modal. Kami sudah membangun pembangkit berkapasitas 10 megawatt (mw) saat ini, tapi saat kami ingin mengembangkannya. Izinnya malah dipersulit. Jadi ya serba salah juga," tegasnya pada wartawan, Rabu (27/6/2012).
Di samping modal dalam negeri, Pandu juga memastikan jika Sumber Daya Manusia (SDM) bukan lagi menjadi kendala. Karena saat ini banyak perusahaan lokal yang mampu mengelola pembangkit berskala besar. Toba Bara sendiri diakui telah berhasil membangun pembangkit listrik berkapasitas 30 mw dan tengah ditingkatkan menjadi 60 mw di Kota Palu.
”Kalau SDM bukan lagi masalah, tapi kembali ke pemerintah juga. Buktinya kita sudah membangun pembangkit di kawasan Kalimantan yang kapasitasnya besar. Bahkan di Balikpapan, akhir tahun ini rencananya pembangunan pembangkit berkapasitas 120 MW akan selesai dan menjadi pembangkit terbesar untuk kawasan Balikpapan. Jadi tidak ada alasan lah, tinggal kerjasamanya saja ditingkatkan," tegasnya.
Di samping perizinan, sistem tata niaga sumber daya alam juga diakui menghambat perwujudan ketahanan listrik nasional, Kewajiban produsen listrik menjual hasil produksinya pada PLN sebagai satu-satunya perusahaan pendistribusi listrik pada masyarakat, belum disertai dengan penyesuaian harga jual bahan baku sumber daya alam yang mengikuti mekanisme pasar. Alhasil, animo perusahaan untuk membangun hilirisasi sumber daya alam, seperti batu bara menjadi listrik menurun.
“Seperti saya bilang tadi, yang mampu banyak. Tapi disparitas harga sumber daya alam yang dijual di luar negeri dan dalam negeri terlalu jauh. Kalau perusahaan ini kan sifatnya bisnis. Jadi jangan heran kalau banyak yang enggan membangun pembangkit," tutur dia.
"PLN sendiri juga terpaksa tetap menggunakan bahan bakar minyak, karena di samping gas yang tidak jelas, batu bara juga sulit dicari karena pengusaha lebih memilih menjual keluar dengan harga yang lebih tinggi. Domestik Market Obligation memang ada, tapi tak cukup efektif itu untuk mendorong ketahanan listrik nasional. Jad sekarang tinggal terserah pemerintah saja," tutupnya. (bro)
()